Part 7

3.4K 224 9
                                    

Tangannya mulai bergrilya dan menemukan senter di rak paling atas. Nunung yang kesulitan berjinjit berusaha mencapai senter. Disaat itulah, ia merasakan ada seseorang di balik tubuhnya. Saat Nunung menoleh ...

" Mas ... bukannya tadi ...," Nunung tak melanjutkan ucapannya. Ia malah menatap heran suaminya yang berwajah pucat pasi.

"Mas ... kamu ...," lagi-lagi Nunung menghentikan kalimatnya karena suaminya tiba-tiba memutar tubuh dan melangkah ke arah dapur.

Nunung menghidupkan senter sebelum mengikuti suaminya ke arah belakang.

"Apa Mas Tono sakit? kok wajahnya pucet banget dan tatapannya kosong?" Nunung berbicara seorang diri.

Nunung mengikuti suaminya sembari berlarian kecil karena Tono jauh berada di depannya.

"Mas, yo tunggu!" seru Nunung susah payah mengejarnya karena sesak yang kian menyiksa.

Sinar senter menemani langkah kaki Nunung,hingga ia tiba di WC. Tono menunggu tak jauh dari muka pintu.

Nunung pun segera menuntaskan hajatnya.

Serrrr!

"Ah ... lega ...," gumamnya.

Setelah tuntas, Nunung pun keluar dari kamar mandi. Ia melebarkan kelopak mata saat tak menemukan keberadaan suaminya.

Tangannya bergerak menyinari sekitar dengan sinar senter miliknya.

"Ah, itu dia!" jerit Nunung senang saat mendapati suaminya berdiri tak jauh dari tempatnya, di bawah pohon durian.

Tanpa ragu, Nunung melangkah mendekati laki-laki yang kini memunggunginya.

Anehnya, Nunung merasa kakinya seperti tak menapak tanah. Semakin ia mengayun langkahnya, semakin suaminya itu menjauh.

Nunung tersengal. Ia pun memandang sekitar. Padahal ia merasa sudah berjalan jauh, tapi ternyata ia masih ditempat semula, tidak bergerak.

Nunung memicingkan mata saat sadar, jika punggung itu bukan punggung suaminya.

"Ka--kamu ... si--siapa...,"

Tak ada jawaban. Hanya kesunyian di antara kegelapan malam yang sangat minim cahaya. Sumber cahaya hanya dari lampu senter dan pendar bukan yang menyelusup dari daun-daun yang renggang.

Tak ingin mengalami kejadian buruk lainnya, Nunung berniat untuk memutar tubuh dan ambil langkah seribu.

Naasnya, kaki Nunung bagai terpaku, tubuhnya pun mendadak kaku.

Dalam kepanikannya itu, Nunung mendapati tubuh itu di lilit sesuatu. Selendang putih panjang yang turun dari atas pohon dan membungkus tubuh itu hingga menyerupai pocong.

"Astaga... po ... po ... cong...," lirih Nunung dengan keringat dingin yang jatuh dari kedua anak rambutnya.

Bukan cuma satu, tapi tiba-tiba ada pocong lain di sebelahnya. Perlahan, kedua pocong itu berbalik dan menunjukkan wajahnya, jelas Nunung mengenal salah satunya, yaitu almarhumah Lestari, wanita yang tadi siang ia mandikan.

Kedua pocong itu terbang mendekat, membuat Nunung menangis ketakutan. Berusaha untuk bergerak, tapi sia-sia.

Saat jarak hanya tinggal beberapa jengkal, pocong itu berhenti. Nunung melotot, menatap dua pocong berwajah putih dengan lingkaran hitam di mata.

Aroma jeruk purut dan kapur barus seketika menyeruak. Bau mayit yang kental.

Nunung ingin teriak, tapi suara itu bagai tercekat. Ingin memejamkan mata pun ia tak bisa.

Wajah yang awalnya mulus perlahan hancur, mengeluarkan darah dan asap tiba-tiba muncul dari dalam kain kafan.

"Tolong! tolong kami! tolong...," dua mulut pocong itu menganga, mengeluarkan asap berbau gosong yang sangat menyengat. Wajah hancur itu berubah hitam pekat, gosong, begitupun warna kain kafannya berubah hitam.

Saat kedua pocong itu mendekat, Nunung sudah tidak kuat. Tubuhnya langsung lemas dan ... ambruk di tempat!

***
Tiara memandang sayu jenazah suaminya yang kini terbaring di brankar rumah sakit dari kejauhan.

Ia tiba-tiba di hubungi pihak Rumah Sakit dan kabar itu benar-benar membuatnya terpukul.

Ibu dan Bapaknya, juga anak perempuannya tak mampu lagi berkata-kata, hanya tangis yang berderai di antara dua bola matanya.

Dunianya yang cerah ceria mendadak jadi mendung kelabu saat mengetahui jika suami tercintanya itu meninggal di Rumah Sakit.

Sayangnya, tak ada keterangan apapun dari rumah sakit. Orang-orang di rumah sakit seolah menutupi apa penyebab suaminya itu meninggal.

Jenazah suaminya pun dibawa pulang dengan menyimpan seribu tanya di pikirannya.

Jenazah suaminya pun tiba di rumah duka disambut isak tangis keluarganya, sedang Tiara hanya menatap sendu dan tak dapat berkata-kata.

Hatinya hancur lebur. Padahal tadi pagi suaminya itu baik-baik saja.

"Apakah Mbak Tiara mau ikut dalam proses pemandian suaminya? kami akan segera memandikan mayat ini," seseorang tiba-tiba mendekati Tiara yang saat itu duduk menyandar di rumahnya.

Tiara mengusap air matanya yang saat itu menggenangi pipinya dan mengangguk pelan.

Perlahan Tiara bangkit dan melangkah dengan tubuh yang terhuyung karena lemas.

Tanpa basa-basi ia langsung mengikuti lelaki itu masuk ke dalam ruangan yang terbuat dari kain panjang yang saling terikat.

Suasana sontak hening saat wanita itu masuk ke dalam. Tiara semakin heran kala orang-orang itu langsung menatap ke arahnya.

Tanya itu pun akhirnya terjawab saat orang-orang itu menyingkir dan memberikan tempat baginya untuk bisa melihat dengan jelas suaminya.

Seketika kelopak mata Tiara melebar, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Apakah ini nyata atau mimpi semata?

Laki-laki yang terbujur kaku itu tampak pucat, tapi kain yang menutupi sebagian tubuh laki-laki itu menunjukkan suatu keanehan.

Alat kelamin yang ditutupi kain itu terlihat berdiri, tegak. Tentu saja itu bukan hal lumrah, mengingat laki-laki itu sudah meninggal dunia.

"Bo--bolehkah saya melihat, Pak? apa yang sebenarnya terjadi dengan suami saya?" Tiara bertanya pada salah satu laki-laki berpeci hitam yang saat itu wajahnya terlihat tegang.

"Kami juga tidak tahu, Bu. Saat jenazah dimasukkan di dalam ruangan ini, tiba-tiba saja alat kelamin almarhum berdiri," jawab lelaki itu dengan sopan.

Masih di dera rasa penasaran, Tiara mendekat. Tiba-tiba saja aroma anyir  darah terasa begitu pekat menusuk Indra penciumannya.

Saat ia berada di samping mayat suaminya, ia mengangkat sedikit kain di daerah pinggang dan merundukkan tubuhnya. Menggerakkan kepalanya ke kiri, sedikit meneleng untuk melihat alat kelamin suaminya.

Tubuh itu langsung menegang, matanya langsung berair dan berkaca-kaca.

"Apa yang telah kau perbuat, Bang? mengapa ini bisa terjadi padamu?"

Tiara perlahan bangkit dan mundur beberapa langkah, hampir saja tubuh wanita itu ambruk karena tak kuasa melihat keadaan suaminya, beruntung ada salah satu kerabatnya langsung menangkap tubuhnya.

"Silahkan bapak-bapak mandikan saja, Saya tidak sanggup," ucap Tiara dengan suara bergetar dan air mata yang merembes dari kedua matanya.

Dada Tiara sesak. Kematian suaminya yang menjadi tanda tanya kini kian menimbulkan banyak pertanyaan di dalam pikirannya.

Keadaan jenazah suaminya saat ini, di mana kemaluannya bengkak dan membesar seperti botol bir bintang, berwarna biru kemerahan dan mengeluarkan darah yang menghitam seolah menjadi pertanda bagaimana laki-laki itu bisa meninggal tiba-tiba.

Apakah ini azab dari Allah? atau mungkin suaminya itu berzinah dan mengkhianati dirinya?

****

Mandiin MayitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang