part 19

2.5K 183 9
                                    

Hujan deras disertai kilat yang  menyambar-nyambar membuat Nunung kembali menarik selimut saat terbangun.

Ia bergolek ke sisi kiri, menghadap ke arah suaminya. Seperti biasanya, Nunung akan menggeser tubuhnya dan mendekatkan kepalanya di sisi dada suaminya.

Namun, entah mengapa malam itu ada perasaan enggan yang menggelayut di dalam hati Nunung saat Indra penciumannya menangkap bau aneh, seperti bau parfum yang sangat menyengat.

"Eumh, tumben Mas Tono pakai parfum malam-malam. Biasanya juga bau keteknya ke mana-mana," gumam Nunung seraya menggosok hidungnya karena bau parfum itu begitu mengganggunya.

Dengan mata yang masih terpejam Nunung meraba-raba dada suaminya. Itu kebiasaan yang sering ia lakukan.

Nunung tercekat saat merasakan telapak tangannya seperti merasakan hal yang berbeda. Seperti menyentuh dada perempuan yang terasa penuh dan kenyal.

' Astaga? sejak kapan dada Mas Tono menjadi sangat empuk seperti ini?' batin Nunung.

Nunung kembali dikagetkan dengan aroma yang berubah, aroma wangi  parfum tadi menjadi aroma bangkai dan tanah yang begitu menyiksanya, dan membuatnya seketika membuka matanya.

"Astaghfirullah!"

Nunung ingin menjauh tapi tubuhnya terasa diikat tali dengan kuat, sulit bergerak. Keringat dingin mengucur deras dari keningnya. Ia menatap takut makhluk yang saat itu menyorot tajam ke arahnya dengan mata yang melotot dan wajah putih serupa kapur.

Sekitar mata yang menghitam di tambah seringaian di bibir pucatnya membuat jantung Nunung bertalu-talu.

Ia berusaha keras untuk bisa berteriak, tapi suaranya rasa tercekat di kerongkongan.

Sedangkan ia melihat suaminya masih terlelap dengan memeluk makhluk berwarna putih dengan ikatan di kepalanya itu persis seperti ia memeluk guling.

Nunung kecewa, kenapa di saat genting seperti itu suaminya bisa senyenyak itu. Apakah ia tidak mencium aroma bangkai yang  menguar dari makhluk itu?

" Tolong bantu aku, Mbak. Karena aku tidak mungkin menemui ibuku. Orang itu adalah pacarku, dia yang berada di balik kematianku!"

" Cuma Mbak yang bisa bantu aku, orang lain tidak akan ada yang percaya dengan ucapanku ini,"
Nunung mendengar jelas makhluk itu berbicara padanya.

Ia yang awalnya takut perlahan mulai tenang dan hanya mengangguk pelan. Seketika ia merasa kantuk yang teramat sangat. Beberapa detik kemudian ia memejamkan mata dan larut dalam mimpi indah.

***
"Nung ... Nung ... kamu kenapa, Dek?" Tono menggoyang tubuh istrinya agar wanita itu segera terbangun dari tidurnya.

Ia terkejut karena melihat ekspresi istrinya yang ketakutan dan nafasnya memburu, seperti seseorang yang sedang melihat hantu.

Beberapa kali Nunung berteriak dan menyebut nama Mira. Tono pun terbangun saat mendengar suara teriakan  Nunung.

"Hahhh, hahhh!"

Nunung membuka matanya tiba-tiba, napasnya tersengal-sengal. Dadanya berdegup sangat kencang dengan rasa sakit yang terasa disekujur tubuhnya.

"Mas!" Nunung berteriak sembari memeluk erat suaminya. Lega rasanya bisa bernapas dengan plong dan bergerak bebas.

"Kamu kenapa Nung, kok teriak-teriak?" Suaminya mengelus pelan punggung Nunung, dan tak lama Nunung mengurai pelukannya.

"Mas, kemarin malam kita memang melihat Mira, kan? apa cuma Nunung yang melihat, Mas?"

Mata Tono seketika melebar saat Nunung tiba-tiba membicarakan tentang Mira.

Tono terdiam beberapa saat. Ia terlihat ragu, tapi kemudian ia mengangguk, mengiyakan.

"Awalnya Nunung merasa, andai Mira kita ajak pulang malam itu, pasti saat ini Mira masih hidup,"

Tono mendengarkan dengan seksama, tanpa sedikitpun mencela, karena ia merasa penasaran apa yang ingin di katakan Nunung saat itu padanya.

"Tapi, begitu tadi nunggu mandiin Mira, aroma tubuh Mira itu sudah berbau bangkai, dan darah di tubuhnya sudah mengering,"

"Kalau Nunung perkirakan, Mira itu sudah meninggal sekitar 2 harian Mas, mungkin ... soalnya udah bau," jelas Nunung panjang lebar.

Tono mengangguk setuju. "Benar katamu, Dek. Kalau tadi malam dia meninggal, gak mungkin kan baunya sampai ke depan seperti itu,"

"Nah, Mas juga merasa, 'kan? berarti pemikiran kita itu sama, Mas," tukas Nunung seraya menepuk pelan pundak suaminya.

Tono manggut-manggut, tapi detik berikutnya  matanya membola.

"Tapi Nung, kalau memang Mira sudah meninggal 2 harian, berarti yang kita lihat tadi malam itu ... apa ... Nung?"

Nunung dan Tono meneguk saliva susah payah. Saling berpandangan dengan mata yang membulat.

"Kalau dua hari ... berarti yang kita lihat tadi malam itu hantu atau arwah Mira, Bang," jawab Nunung.

Wajah Tono langsung pucat pasi. Ia terdiam beberapa saat dan berusaha mencerna ucapan istrinya barusan.

"Ha--hantu?"

"Iya, Mas. Tadi ... Nunung mimpi Mira, Mas. Serem. Dalam mimpi Mas meluk pocong Mira," Nunung bercerita dengan antusias, sedang Tono bergidik. Jangankan kejadian nyata, mimpi pun Tono tidak akan berani.

"Dalam mimpi lagi-lagi Mira bilang semua ini perbuatan pacarnya. Apa ini sebuah pertanda untuk jujur pada orang tuanya?"

Tono menyimak dengan seksama. Ia berpikir beberapa saat memilah apa yang terbaik untuk istrinya.

"Kalau kita runtut kejadian dari malam itu ... Mas kira itu memang mau almarhumah Mira. Sepertinya ... ia benar-benar ingin meminta tolong sama kamu, Dek, untuk mengungkap jati diri pembunuh dirinya," Tono berspekulasi.

"Tapi ... itu pendapat Mas, ya, kalau kamu ga yakin, jangan di lanjutkan," imbuhnya lagi.

Nunung manggut-manggut. "Kalau ga ada bukti, ya ... ga mungkin sembarangan nuduh. Apalagi orang tua Mira keukeuh untuk tidak mela PP janganporkan ini ke kantor polisi," Nunung menanggapi. Ia menghembus napas kasar, bingung.

"Coba besok ajak orang tua Mira dan sampaikan apa pesan Mira. Kita ke ladang jagung tempat Mira ditemukan. Mana tau ada jawaban," usul Tono. Sebagai seorang suami dia tentu tidak ingin istrinya berada dalam masalah.

Mengalihkan pandangan ke arah jendela, dari sela-sela lubang, matanya menangkap suasana gelap di luar. Berarti hari masih malam. Suara jangkrik pun masih terdengar nyaring, pertanda matahari belum menunjukkan eksistensinya.

"Kita tidur lagi, yuk. Mas masih ngantuk," Tono menepuk pelan bahu istrinya dan merebahkan tubuhnya.

Nunung mengangguk pelan, tapi
Ia tampak ragu untuk berbaring di samping suaminya. Masih teringat ada pocong Mira yang sempat dipeluk oleh suaminya.

Mimpi yang ternyata sangat nyata. Iya pun heran kenapa setelah mengikuti ibunya memandikan jenazah, arwah-arwah penasaran jadi mengikutinya.

"Sudah Dek, mau sampai kapan kamu bengong seperti itu. Mas janji kita akan ke rumah Mira, semoga seperti Lestari, setelah kamu memberitahukannya, Mira tidak akan lagi mengganggu dirimu," harap Tono yang langsung diamini Nunung.

Mendengar ucapan suaminya itu, Nunung merasa lega dan ikut merebahkan tubuhnya di samping Tono.

Nunung sengaja memeluk tubuh Tono dan pipinya menempel didada laki-lakinya.

Tap!

Baru saja Nunung akan terlelap, tiba-tiba ia merasakan kakinya seperti dicengkeram oleh sesuatu. Sesuatu itu ...

Mandiin MayitWhere stories live. Discover now