part , 20

2.7K 204 24
                                    

Di tengah hujan deras yang mengguyur perkampungan, seorang laki-laki bertubuh kurus dengan kumis tipis berlari dengan kencang dan terseok-seok seperti menghindari sesuatu.

Di langit, kilatan cahaya petir berpendar di susul bunyi gemuruh yang bersahut-sahutan.

Laki-laki dengan tinggi sekitar 180 cm itu berlari sesekali melihat ke belakang seperti orang yang ketakutan.

Sebuah sesal terbit di dalam hatinya, andai saja ia bisa sedikit bersabar, mungkin tragedi itu tidak akan pernah terjadi pada dirinya dan juga kepada kekasihnya.

"Arrgghh!"

Laki-laki itu tersungkur dan mencengkram rumput beserta tanah dengan air mata yang mengalir deras di kedua netranya.

Ia tertunduk dan menangis pilu di bawah rintikan hujan deras yang membasahi tubuhnya.

"Mira ... maafkan Abang, Mira! Abang khilaf," ucapnya di sela tangis yang tertahan.

Masih terekam jelas di dalam benaknya kejadian yang  terjadi bererapa jam sebelum hujan deras mengguyur bumi.

Ia membawa sang kekasih masuk ke ladang jagung dan memaksanya untuk melakukan hubungan suami istri.

Gadis itu tentu saja menolak, karena ia dididik dengan baik oleh orang tuanya untuk menjaga aurat, dan dari perbuatan maksiat.

Sayangnya, penolakannya itu berujung pada kisah tragis. Laki-laki itu merasa tersinggung dengan perbuatan Mira, dan dirinya yang telah dikuasai oleh nafsu, tidak mampu menahan gelora di dalam dadanya.

Cinta itu seperti menguap begitu saja, apalagi saat gadis itu sempat menamparnya. Lelaki itu naik pitam dan refleks meninju wajah gadis pujaannya.

Tidak sampai di situ saja. Entah kerasukan setan apa, entah kebetulan atau memang nasib gadis itu tengah sial, laki-laki itu tak sengaja melihat sabit tak jauh dari tempatnya berdiri. Sabit yang ditinggalkan oleh si pemilik kebun jagung.

Saat gadis itu tersungkur, lelaki itu dengan cepat bergerak ke arah sabit, dan saat gadis itu hendak berdiri, ia tidak mampu lagi membela dirinya.

Dua sabetan yang dilayangkan lelaki pujaannya itu mampu membuat darah mengucur dari wajah dan lehernya.

Darah seketika mengucur deras dari wajah dan leher yang ternganga, membasahi  tubuh gadis itu.

Tubuh gadis itu meluruh di tanah. Terduduk dengan nafas yang tersengal. Dadanya sesak menahan sakit hati dan juga kaget dengan perilaku pacarnya yang di luar logikanya.

"Bang ... sa--sadar Bang ... ka--kasihani aku ...," Rintih gadis itu memohon pengampunan dari laki-laki yang terbakar emosi dihadapannya.

Bukannya luluh dengan isak tangis dan permohonan gadisnya itu, ia yang masih tersulut emosi dengan membabi buta menendang Mira hingga gadis itu tersentak ke belakang dan terbaring tak berdaya.

Darah mengucur deras dari ujung bibir dan juga hidungnya. Gadis itu menahan rasa sakit dengan tubuhnya meringkuk melindungi perut dan dada.

Tak cukup dengan tendangan, laki-laki itu kembali menginjak-injak tubuh dan wajah Mira dengan beringasnya. Semakin Mira berontak dan berusaha untuk melawan, pemuda itu semakin emosi dan menyiksa dirinya.

Hingga akhirnya Mira harus pasrah karena tubuhnya sudah tiada daya. Hanya mampu menahan rasa sakit tanpa mampu melawan.

Laki-laki itu akhirnya berhenti menyiksa Mira saat melihat Mira tidak lagi melawan dan hanya terkulai lemas.

Ia tersadar dan hanya mampu menatap nanar gadis yang ia cintai dengan wajah yang sangat mengerikan.

Sabit itu ia lempar begitu saja ke sembarang tempat. Tubuhnya gemetar, tersadar jika apa yang ia perbuat adalah sebuah kesalahan.

Ia melarikan diri begitu saja saat membiarkan tubuh itu teronggok begitu saja di tengah-tengah ladang jagung.

Hingga tibalah saat ini di mana pemuda itu harus menerima apa yang telah Ia perbuat.

Arwah Mira--gadis yang telah Ia bunuh kini datang untuk menuntut balas.

"Mira ... maafkan Abang, Mira! Abang khilaf," kata-kata itu kembali ia ucapkan dengan mata yang menutup rapat, pasrah karena ia tidak mampu lagi menghindar dari wanita yang kini melayang mengejarnya.

Tak ada jawaban, di bawah hujan deras yang membasahi tubuhnya, pemuda itu perlahan membuka mata.

Matanya menyusuri sekitar, mencari keberadaan gadis berwajah pucat dengan kaki yang tergantung dan mengawang-awang.

Gadis yang memakai pakaian serba putih itu tadi sempat mengejarnya, tapi gadis itu hanya diam tidak mengucapkan satu patah pun kata.

Dengan segenap tenaga yang tersisa, pemuda itu bangkit dan berlari ke sembarang arah, menyelamatkan diri dan pulang menuju rumahnya.

***

Baru saja Nunung akan terlelap, tiba-tiba ia merasakan kakinya seperti dicengkeram oleh sesuatu. Sesuatu itu terasa sangat dingin seperti bongkahan es.

Nunung menarik nafasnya susah payah, dadanya terasa sesak dan jantungnya berdetak sangat kencang.

" Mira ... kalau ini memang kamu, tolong dong, kalau mau minta bantuanku, datangnya dalam bentuk wajah jangan yang seram-seram, aku kan takut," gumam Nunung dengan suara yang bergetar.

Wanita berambut panjang itu melirik ke arah suaminya, di mana Tono sudah tertidur lelap dan mendengkur cukup keras.

Tangannya mencoba terulur ke tubuh suaminya, berharap Tono bangun dan membantunya lepas dari cengkraman makhluk yang saat itu sedang mengganggunya.

"Mbak Nunung ...,"

Suara lirih tetapi membuat bulu kuduk berdiri itu terdengar sangat jelas di telinganya. Tubuh Nunung rasa lemas seketika saat ia merasakan pergerakan tangan itu seolah menyuruhnya untuk berbalik dan menghadap ke belakang.

Dengan degup jantung yang bergemuruh kencang, Nunung memejamkan mata dan perlahan memutar tubuhnya ke belakang.

Saat itulah ia mencium bau melati yang sangat menyengat. Nunung masih tidak mau membuka mata, takut jika yang di hadapannya ini adalah sosok pocong yang tadi ia lihat di dalam mimpinya.

" Buka matamu, Mbak. Mira tidak akan menakutimu lagi, Mira hanya ingin minta tolong Mbak,"

Nunung terkesiap. Kelopak matanya akhirnya terangkat dan terbuka, Nunung pun dapat bernapas lega saat ia melihat wajah Mira yang sangat cantik jauh dari kesan seram seperti saat ia memandikannya.

Gadis itu tersenyum manis dan mundur. Ia berjongkok di sudut, Nunung memperhatikannya dengan seksama.

Karena tak ingin suaminya bangun, Nunung akhirnya berdiri dan mendekati Mira yang saat itu seperti memanggil dirinya.

Nunung pun berjongkok dan mensejajari tubuh dengan Mira. Mereka saling berhadap-hadapan.

"Mbak, Mira tidak ingin menambah dosa. Sebenarnya jika Mira mau, Mira bisa saja membunuh laki-laki itu, tapi, Mira lebih senang jika laki-laki itu membusuk di dalam penjara,'

Nunung mendengarkan ucapan Mira dengan seksama. Rasa takut itu lenyap begitu saja, ia seperti  berbincang dengan manusia biasa.

"Bagaimana Mira, tidak ada barang bukti yang bisa memberatkan laki-laki itu," ucap Nunung ragu.

"Ada Mbak, di pakaian Mira itu ada sesuatu,"

Nunung berusaha mengingat-ingat di mana baju terakhir yang Mira pakai.

"Tidak mungkin! baju itu ...,"

****

Mandiin MayitWhere stories live. Discover now