11. Album Kenangan

13 5 0
                                    

Saat jam istirahat datang, Katya memutuskan untuk tinggal di dalam kantor seraya menyelesaikan bab yang sudah dikirim oleh Pangeran Langit beberapa waktu lalu. Kelanjutan ceritanya membuat penasaran, tentu saja Katya tidak bisa melepaskan sesuatu yang menarik seluruh pusat energi fokus yang dimiliki. Dia benar-benar larut dengan untaian kalimat yang tercantum, merangkai membentuk paragraf runtut penuh dengan misteri dan tanda tanya tersendiri.

Tokoh “aku” kali ini terjebak pada situasi yang menegangkan, seluruh keluarganya yang telah habis dibantai oleh kakak sulungnya memaksa tokoh “aku” untuk hijrah dan pergi menjauh dari semua orang yang ada di Keraton Jogondranan. Meninggalkan segala kenangan yang tercipta di dalam sana dengan desakan keadaan. Tokoh nenek yang menjadi antagonis di buku sebelumnya juga ikut andil dalam masalah yang membuat tokoh “aku” larut, dialah biang utama yang menyebabkan perselisihan di antara keluarga keraton.

“Ih, keparat emang si tua bangka sialan!”

Beberapa editor yang melintas untuk menikmati santap siang mereka menoleh ke kubikel Katya, memandang sekilas dan sesekali berbisik saat mendengar makian, gertakan, dan hardikan yang meluncur dari bibir wanita tersebut. Hanya ada beberapa orang di dalam ruangan yang tidak pergi ke kantin seperti Katya, mereka sepertinya juga sedang sibuk menangani naskah penulis yang dipegang, sekaligus mengejar tenggat waktu yang semakin dekat.

Tokoh “aku” berkelana pergi, menjauh dari ingar-bingar Kota Jogokailan yang bersembunyi di balik fasad kota ramah yang membuat rindu setiap insan. Mereka mencari tempat untuk bersembunyi dari si kakak yang setiap hari meneror dan mencari keberadaan tokoh “aku” untuk menuntut kejelasan kekayaan. Mendadak, Katya jelak, tidak bisa ditahan dan menutup draf naskah Pangeran Langit. Pelipisnya mendadak berdenyut, pusing, refleks jemarinya memijat ujung dalam mata dan hidungnya.

Baru kali ini Katya merasa terpikat dengan sebuah naskah yang ditulis oleh pengarang berbakat Indonesia. Pantas saja Brian bisa menjadi gila dan terang-terangan mengaku jatuh cinta dengan tulisan penulis satu ini. Memang Katya pernah membaca karya sebelumnya, tetapi dia tidak setertarik sekarang. Menurutnya, naskah kali ini lebih seru dibanding dua naskah sebelumnya. Bisa jadi karena sekuel yang menjelaskan keberlanjutan nasib tokoh “aku” yang berada di ujung tanduk setelah sang nenek memihak kakak tokoh “aku” yang bengis.

Jarum jam menunjukkan pukul 12.35. Tak sadar, Katya sudah duduk di meja kerjanya selama satu setengah jam lebih untuk membaca manuskrip revisi terbaru yang sudah dikirim oleh Pangeran Langit. Perutnya mendadak keroncongan, dia meraih botol minum berwarna ungu yang tergeletak di samping komputer, menenggak beberapa liter air sebab tenggorokannya terasa kering. Kepalanya diangkat, menoleh ke sekeliling dan mendapati sebagian besar rekan kerjanya sudah tidak ada di ruangan. Bahkan Liv atau Brian tidak terlihat batang hidungnya, mungkin mereka sengaja tidak mengajak Katya pergi makan siang sebab jika sudah fokus, Katya tidak bisa diganggu gugat.

Akhirnya, karena sudah tidak tahan dengan perutnya yang bergejolak, dia bangkit dan berjalan menuju kantin kantor yang terletak di lantai dasar. Sesampainya di kantin, Katya langsung menuju kedai yang menjajakan burger dan memesan seporsi burger ayam. Matanya menangkap sosok Liv dan Brian yang duduk di ujung kantin, dekat jendela besar yang menyajikan pemandangan jalanan yang cukup padat.

“Eh, kalian kenapa gak ngajak gue turun sekalian, sih?” tanya Katya, menyerbu kentang goreng Liv yang tinggal separuh.

“Yee, gue udah ngajakin kali. Lo aja yang budek. Lagian lo juga sering bilang, kalau udah fokus sampe dipanggil gak denger, mending ditinggal,” Liv menyahut, menepis tangan Katya yang hendak mengambil kembali sepotong kentang goreng.

Katya terkekeh, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Sorry, lagi ngurusin naskah Pangeran Langit. Draf kali ini keren banget asli, gue enggak nyangka bisa lebih sadis dibanding novel sebelumnya.”

Manuskrip Tanda Tanya | [END]Where stories live. Discover now