15✓

194 49 13
                                    

Jisoo sudah lebih tenang ketika mereka masuk taksi. Wajahnya masih pucat pasi, tubuhnya masih gemetar, namun ia sudah berhenti menangis. Ia sama sekali tidak bersuara selama perjalanan pulang, tetapi ia tidak menarik diri dari pelukan Taehyung. Jadi Taehyung tidak memaksanya bicara, hanya terus merangkulnya.

Ketika mereka sudah masuk ke dalam flat Jisoo, Taehyung menyalakan lampu dan menuntun Jisoo ke sofa di ruang duduk. "Tunggu sebentar di sini. Aku akan membuatkan teh untukmu."

Jisoo tersentak dan mendongak menatap Taehyung, seolah-olah baru ingat bahwa Taehyung ada di sana bersamanya. Lalu ia mengangguk kecil, melepaskan diri dari pelukan Taehyung dan duduk di sofa. Ia memeluk tubuhnya sendiri dan menggigil. Matanya yang sembab memandang kesekeliling flatnya dengan waswas, seakan takut ada pria tak dikenal yang akan melompat keluar dan menyerangnya lagi. Melihat sikap Jisoo yang seperti kelinci ketakutan itu membuat hati Taehyung serasa ditusuk-tusuk.

Taehyung berbalik dan pergi ke dapur. Di sana ia berhenti melangkah dan menarik napas dalam-dalam sambil berkacak pinggang. Sialan, ia sangat kacau. Amarah dan perasaan tak berdaya bercampur aduk dalam dirinya. Ia harus menuntut penjelasan dari Kim Junmyeon, walaupun saat ini Taehyung hanya ingin menghajarnya habis-habisan. Bayangan mengerikan dari apa yang dilihatnya pertama kali di bilik penyimpanan jaket tadi membuat gelombang amarah kembali menerjang diri Taehyung. Taehyung memejamkan mata dan berusaha mengatur napas. Ia ingin meninju sesuatu. Apa saja. Tetapi tidak mungkin di sini. Jisoo ada di ruang duduk dan Taehyung tidak mungkin menimbulkan kehebohan di sini sementara gadis itu masih ketakutan.

Dengan susah payah Taehyung memaksa dirinya bergerak dan beberapa saat kemudian ia kembali ke ruang duduk dengan membawa secangkir teh panas untuk Jisoo. Ia duduk di samping Jisoo dan mengamati gadis itu menyesap tehnya dengan pelan. Taehyung memperhatikan tangan Jisoo sudah tidak terlalu gemetar, namun ketakutan masih jelas terlihat di dalam matanya.

Kalau saja ada cara untuk memutar kembali waktu, Taehyung akan melakukannya tanpa ragu. Apa pun risikonya, apa pun yang harus dikorbankannya, walaupun apabila itu berarti ia harus menyerahkan jiwanya sendiri, Taehyung pasti akan melakukannya. Ia akan melakukan apa saja untuk menghapus sinar ketakutan dari mata hazel Jisoo, menjauhkannya dari rasa sakit, melindunginya supaya tidak terluka. Ia bersedia melakukan apa saja. Demi Jisoo.

Tetapi kenyataannya semua sudah terjadi dan Taehyung tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah kenyataan. Itulah yang membuatnya tertekan dan frustasi. Ia merasa ia tidak bisa melakukan apa pun untuk Jisoo. Seumur hidupnya belum pernah ia merasa tak berdaya seperti ini.

"Maafkan aku," gumam Taehyung lirih, memecah keheningan dalam flat itu.

Perlahan-lahan Jisoo menoleh ke arahnya. Kebingungan berkelebat dalam matanya.

"Aku tahu benar kau tidak pernah nyaman berada di tempat ramai," lanjut Taehyung dengan suara serak. "Seharusnya aku tidak meninggalkanmu sendiri. Maafkan aku."

Mata Jisoo berkaca-kaca, lalu ia mengerjap, memalingkan wajah dan menunduk menatap kedua tangannya yang memegang cangkir teh. Setelah beberapa saat, Jisoo membuka suara. "Kau tidak bersalah."

Taehyung menghela napas dengan berat. Matanya menatap kosong ke depan dan ia mengernyit samar. "Pria yang tadi itu. Dia... Sebenarnya aku mengenalnya," katanya ragu.

Jisoo tetap menunduk tanpa berkata apa-apa.

"Dia teman almarhum kakakku," lanjut Taehyung dengan suara datar dan pelan. "Aku tidak tahu apa yang membuatnya berani.... Berani melakukan hal seperti itu. Kurasa dia mabuk."

"Itu bukan alasan."

Taehyung menoleh mendengar nada tajam dalam suara Jisoo, lalu ia mengangguk. "Kau benar. Itu bukan alasan."

Jisoo menarik napas dalam-dalam dan tetap duduk kaku di samping Taehyung, tidak bersuara. Namun Taehyung melihat tangan Jisoo mulai gemetar lagi. Taehyung mengulurkan tangannya dan menggenggam sebelah tangan Jisoo. Tangan itu terasa dingin, namun Jisoo tidak menarik kembali tangannya. Ia membutuhkan kehangatan yang diberikan Taehyung, kalau tidak ia akan mulai menggigil. 

Saat itu Taehyung teringat pada pembicaraannya dengan Junmyeon di pesta tadi. Apa kata Junmyeon waktu itu? Tidak kuduga ternyata selera kedua kakak-beradik ini sama. Itulah yang dikatakan Junmyeon setelah melihat Taehyung berbicara dengan Jisoo. Taehyung tidak sempat bertanya kepada Junmyeon, tetapi sepertinya Junmyeon mengenal Jisoo. Mungkinkah?

Alis Taehyung berkerut samar dan ia menatap Jisoo. Apakah mungkin hal itu ada hubungannya dengan apa yang terjadi di bilik penitipan jaket itu? Ia harus tahu.

"Jisoo," panggilnya pelan. "Apakah kau mengenal pria tadi itu?"

Napas Jisoo tercekat di tenggorokan dan tangannya yang berada dalam genggaman tangan Taehyung berubah kaku. Ia sama sekali tidak memandang Taehyung, namun wajahnya terlihat resah dan bibirnya mulai bergetar. Hal itu membuat Taehyung berpikir bahwa Jisoo memang mengenal Kim Junmyeon.

"Apakah kau juga mengenal almarhum kakakku?" Tanya Taehyung lagi.

Kali ini Jisoo tersentak berdiri. "Ku-kurasa.... Kurasa aku sudah tidak apa-apa sekarang." Katanya agak tergagap, sama sekali tidak memandang ke arah Taehyung. Tubuhnya terlihat tegang dan wajahnya mengernyit seolah-olah kesakitan.

"Jisoo...."

"Jennie dan Zico akan segera pulang, jadi kau tidak perlu menemaniku di sini." Kemudian ia berbalik menatap Taehyung. "Aku tidak apa-apa. Sungguh."

Taehyung sangat bingung. Banyak pertanyaan berseliweran dalam benaknya. Kenapa Jisoo mengelak dari pertanyaannya? Apakah Jisoo mengenal almarhum kakaknya? Kalau memang begitu, kenapa Jisoo tidak pernah berkata apa-apa pada Taehyung? Ada hubungan apa antara kakaknya dan Jisoo? Apa yang sedang terjadi di sini?

"Jisoo, kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?" Tanya Taehyung pelan. Suaranya terdengar frustasi. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kau bisa menceritakannya kepadaku."

Jisoo menatap Taehyung sejenak. Lalu ia menghela napas dalam-dalam dan bergumam. "Tidak, Taehyung. Aku tidak bisa."

Suara Jisoo terdengar begitu sedih dan pasrah sampai dada Taehyung kembali terasa seakan dicabik-cabik. "Kenapa?" Tanya Taehyung, sama sekali tidak mengerti.

Sebutir air mata jatuh dari mata Jisoo dan bergulir di pipinya. "Tidak akan ada gunanya. Masa lalu tidak akan berubah," gumamnya pelan.

















TBC.



LOVE IT Where stories live. Discover now