Distance - Eps. 8

1.7K 162 2
                                    

Niat hati ingin makan malam guna merayakan keberhasilan kerja sama antar perusahaan miliknya dengan perusahaan milik sahabatnya yang ada di Paris sirna dalam sekejap.

Setelah mendengar alasan mengapa putri ketiganya menolak ikut dan menjadi pendiam, pikiran nya saat ini dipenuhi dengan putri bungsunya.

Dengan mudah ia melupakan pertengkaran putri kedua dan putri bungsunya pagi tadi. Ia melupakan hal itu karna terlalu fokus pada perusahaan miliknya.

"Aku bilang tidak ya tidak!"

"Wae? "

"Karna aku tidak ingin kedua orang tuaku khawatir hanya karna dirimu."

"Eomma dan Appa.. mereka juga orangtua Lisa, Unnie."

"Kalau begitu suruh mereka untuk tidak usah mengkhawatirkan ku."

"Seharusnya kau tidak usah ada sedari dulu. Jika kau tidak ada, mungkin keluarga ku saat ini sangat sangat bahagia."

"Unnie!"

"Apa kau sadar dengan apa yang kau katakan, Jennie?"

"Nde! Sangat! Aku sangat sadar dengan apa yang aku ucapkan ini Appa!"

"Kau ingin aku tidak ada di antara dirimu dan salah satu dari kalian, Unnie?"

"Nde! Seharusnya kau sadar sedari dulu! Jika kehadiran dirimu sangat mengganggu PARK LISA!"

"Jika itu yang kau inginkan baiklah. Aku akan pergi dari sini agar kau senang. Dan satu lagi.."

"... Aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan! Aku lahir kedunia ini dan berada diantara kalian semua itu karna keinginan Appa dan Eomma! Bukan keinginan ku sendiri!"

Memejamkan mata erat, Jiyong mengusap wajahnya kasar.
"Aku adalah Appa yang bodoh."

Mendengar ujaran sang suami yang seperti itu, Yuri langsung mendongakkan kepalanya. Lalu mendekati dan memeluk nya dari belakang.

"Ani, kenapa kau berkata seperti itu?"

"Kau lihat sendiri, putri kita pergi dari rumah saja aku tidak mengetahui nya." Mendengar itu Yuri langsung melepaskan dekapan nya.

"Bukan hanya kau saja yang merasa buruk, Jiyong-ah. Tapi aku juga merasa menjadi Eomma yang buruk. Lisa, dia juga putriku. Putri bungsu kita."

Mendengar Yuri yang berbicara dengan suara seperti itu, Jiyong langsung mendekap nya. Ia tahu jika sang istri sebentar lagi akan menangis.

Jiyong mengerti dan ia pun memaklumi jika Yuri melupakan pertengkaran pagi tadi. Ia memaklumi nya karna kesibukan sang istri memang tidak bisa diganggu oleh siapapun. Menjadi seorang dokter, terutama menjadi dokter bedah adalah pekerjaan yang sangat sibuk.

Ketika dirasa sang istri sudah tenang, Jiyong langsung mengambil ponselnya dan mendial salah satu nomor yang ada disana. Ketika sudah selesai, ia langsung berpamitan kepada sang istri.

"Aku akan mencari putri bungsu kita, kau jangan khawatir. Kau harus tenang, eoh?" Setelahnya ia pergi dari sana, tak lupa mengecup sang istri.
......

Dikamar bernuansa putih dengan campuran abu muda, Jisoo melamun diatas balkon kamarnya.

Beberapa hari ini melamun sudah menjadi rutinitas malamnya. Banyak sekali pikiran-pikiran yang berkeliaran didalam otaknya.

Jika biasanya ia melamun kan masalah tentang disekolah nya, kali ini tidak. Yang ada dipikirannya kali ini hanyalah adik bungsunya.

Pertengkaran antara Jennie dan Lisa pagi tadi selalu mengganggu nya. Ia sama sekali tidak membenarkan sikap adik keduanya, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa selain diam menyaksikan dalam kebisuan nya. Ia ingin menghentikan pertengkaran mereka berdua, tapi tidak tahu harus bagaimana.

"Aku adalah kakak pertama, tapi aku bahkan tidak becus menjaga ketiga adikku."

Ia menundukkan kepalanya ketika dirasa sebentar lagi ia akan menangis. Walaupun ia terkesan cuek selama ini terhadap Lisa, tapi ia juga ingin sekali dekat dengan adiknya itu.

Melihat Lisa yang akrab dengan gadis lain bahkan memanggil gadis itu dengan sebutan Unnie membuat nya cemburu.

"Seharusnya panggilan manja mu itu untukku dan kedua Unnie mu yang lain, Lisa. Bukan untuk orang lain." Mendadak suasana hatinya kali ini berubah menjadi kesal. Ia menendang pembatas balkonnya dengan perasaan yang kesal.

Ketika merasa angin malam sudah semakin dingin, ia memutuskan untuk masuk kedalam kamarnya.
......

Memukul kemudi mobilnya kasar. Ini sudah pukul 03.00 KST tapi tidak membuat dirinya menyerah untuk mencari keberadaan putri bungsunya. Ia bahkan sudah mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari keberadaan gadis berponi, tapi sampai sekarang ia belum mendapat kabar dari salah satu anak buahnya.

"Sebenarnya kau pergi kemana, Nak?" Jiyong mengusap wajahnya kasar.

Melihat sebuah bingkai foto kecil yang terpajang di hadapan nya, ia mengusapnya pelan. Didalam foto itu terdapat dirinya, istri beserta keempat putrinya.

Ia terus memandang sendu salah satu putrinya yang dipangku oleh sang istri. Ia tertawa kecil ketika melihat wajah salah satu putrinya yaitu Jennie dengan ekspresi cemberut.

Jika tidak salah, Jennie saat itu tengah kesal karena ingin dipangku sang Eomma tapi Yuri menolaknya. Ia memilih untuk memangku Lisa yang notabe nya masih sangat kecil saat itu.

"Apa sikapmu terhadap Lisa karna cemburu saat itu, sayang?" Pria empat orang anak itu bergumam kecil sambil tersenyum.

Saat itu Jennie masih berusia empat tahun dan Lisa satu tahun. Melihat foto itu membuat Jiyong hayut dalam dunianya. Ia menelusuri masa-masa dimana putri-putrinya masih sangat kecil.

Dulu, Jennie adalah putrinya yang sangat menyayangi Lisa. Sampai-sampai kedua saudarinya yang lain tidak ia izinkan untuk bermain atau menyentuh Lisa.

Tapi, semenjak Lisa jatuh sakit ia pelan-pelan menjauh dari gadis berponi itu. Ia cemburu melihat kedua orangtuanya yang sangat perhatian kepada sang adik. Bahkan hampir 24 jam mereka selalu berada disisi adiknya.

Disitulah ia mulai menjaga jarak kepada Lisa dan mengatakan kepada kedua saudarinya jika kedua orangtua mereka sudah tidak peduli terhadap mereka lagi. Mereka hanya peduli terhadap adik bungsu mereka saja.

Dering ponsel miliknya menyadarkan Jiyong dari lamunan nya itu. Ketika melihat siapa yang menelpon, Jiyong menarik nafasnya pelan. Ia berusaha mengontrol suara nya.

"Ada apa, Yeobeo? Kau belum tidur?"

"Kau dimana? Ini sudah pukul tiga dini hari."

"Aku sendang mencari Lisa." Dapat ia dengar jika sang istri menghembuskan nafas sedikit kasar.

"Pulanglah, kita bisa mencarinya esok hari. Kita akan mencari nya bersama."

"Eoh, aku akan pulang. Kau jangan khawatir." Dirasa tidak akan mengatakan sesuatu, ia mengakhiri panggilan itu.

Tasikmalaya, 10 Mei 2023.

Note.

Di part ini gausah panjang²lah ya, segini juga cukup wkwk. Enjoy guys!!
Happy Tuesday 🤓🙌. Sorry, klo banyak typonya.

DistanceWhere stories live. Discover now