Sembilan Belas {KKN 1922}

66 11 19
                                    

  "Luka memang mudah mengering, tetapi bekasnya sukar dibuat menghilang. Namun, ini bukan tentang sebatas luka fisik."

_KKN 1922_

•••

"Jadi 'kan gue anter?"

Ivy mengangguk. Buru-buru dia keluar dari kamar lalu tak lupa mengunci pintu. Tidak seperti biasanya, kali ini dia keluar menggunakan masker wajah sehingga sebagian area muka tertutupi.

"Lo habis nangis?" tanya Marka, menatap wajah Ivy dengan dahi mengerut samar.

Namun, sang empu justru menggeleng. Padahal dia memang baru saja menangis sehingga membuat hidung dan mata sedikit sebab. Oleh karena itu, dirinya memutuskan memakai masker putih agar tidak terlihat oleh netra lain. Meskipun mata Marka masih sahaja bisa menyadari.

"Ya, udah. Langsung berangkat aja kalo gitu."

Ivy pun mengikuti langkah Marka. Dari ekor mata, dia melirik kamar nomor 20 yang kini telah kosong, sebab si penghuni sedang kembali ke daerah asal guna mengurus keberlangsungan rujuknya bersama sang mantan istri.

Siang ini, dia dan Marka ingin pergi ke tempat foto copy. Kebetulan sekali, tempat foto copy terdekat adalah tempat di mana Tio bekerja. Sesampainya di sana, sesuai dugaan, kali ini bukan lelaki itu yang menjaga, melainkan pekerja lain mengingat sang empu tengah mengurus suatu perkara.

"Mau print ini sekalian dijilid," kata Ivy menunjukkan file PPT sebelum mengirimkan ke nomor yang tersambung dengan komputer.

Selama menunggu pesanan selesai, perempuan itu memilih duduk di bangku panjang depan toko. Sedangkan Marka, dia sedang bertandang ke warung di sebelah. Sekembalinya dari sana, lelaki bercelana levis tersebut membawa dua teh botol di tangan.

"Buat lo. Siapa tau lo haus setelah nangis," ujarnya mengulurkan satu teh botol dingin itu kepada Ivy.

Meskipun perempuan di sisi kanannya kini menepis jika dia sempat menangis, tetapi naluri dan rasa pekanya sebagai seorang lelaki tetap berkata 'iya'. Hingga mau tak mau akibat ucapannya tersebut membuat Ivy menerima pemberiannya lalu membuka masker untuk mempermudah mulut menenggak isi botol.

"Jadi, kenapa lo nangis? Gara-gara gebetan lo mau rujuk sama mantan istrinya?" tanya Marka, melirik ke sebelah sekilas sebelum menenggak minuman serupa.

Ivy tentu tak serta merta menjawab. Dia memakai kembali masker putih ke wajahnya kemudian melirik ke arah di mana sang pegawai foto copy sedang bekerja. "Nggak, cuma nangis karena lagi pengen nangis aja. Udah lama nggak nangis makanya pengin nangis," ucapnya beberapa detik berikutnya, membuat tawa Marka pecah dalam seketika.

"Selera humor lo ternyata receh juga, ya." Bahkan sisa tawanya masih terdengar saat berujar demikian.

"Nggak ada yang ngelawak. Orang fakta, kok!"

"Iya-iya, ngalah sama cewek yang lagi galau gara-gara ditinggal rujuk!"

Ivy berdecak kesal mendengar ejekkan tersebut. Padahal Marka sendiri juga tak kalah menyedihkan. Belum apa-apa, sudah ditolak oleh Winter!

Lagi pula, jika diingat-ingat, dirinya syok bukan main begitu tahu jika Marka menaruh hati terhadap perempuan menyebalkan itu.

Hingga setelah menunggu beberapa menit, akhirnya pesanannya pun selesai dikerjakan.

KKN 1922 [Selesai!]Where stories live. Discover now