Our Apartment [28]

Start from the beginning
                                    

Nicole membuka matanya, dan langsung disuguhi sekotak pizza ukuran medium dengan toping seafod kesukaannya. "Ya Tuhan," gumam Nicole sambil merubah posisinya menjadi duduk.

"Kau bisa menciumku lalu mengucapkan terima kasih," balas Justin sambil menyeringai.

Nicole menoleh menatap Justin. Tanpa pikir panjang, dia segera menghambur dan mencium Justin dalam-dalam. Namun, saat Justin berusaha memperdalam ciuman mereka dia buru-buru mendorong laki-laki itu sambil menyeringai. "Kau tidak seberuntung itu, bung."

Justin mendesah. "Kau memang sangat mahir menghancurkan suasana," ujarnya. Namun tak urung juga dia tersenyum saat Nicole menyantap pizza pesanannya dengan nikmat. Bahkan saat dia masih terpesona, gadis itu sudah mengambil potongan kedua. "Hei, bukan kau yang belum makan disini," protes Justin.

"Terima kasih banyak," ujar Nicole sembarangan. "Seperti yang kukatakan tadi, kalau kau ingin makan, kau bisa minta Mary untuk buatkan sesuatu."

"Aku sudah makan."

Nicole menoleh. "Benarkah? Kapan?"

"Sambil menunggu pesanan pizza, aku makan dirumah."

Nicole mengangguk-angguk. "Baguslah," ujarnya. "Aku hanya tidak ingin kau kelaparan, lalu menyusahkanku."

Selama beberapa menit berikutnya, Nicole hanya diam dan berkonsentrasi pada pizzanya. Namun, karena Justin sudah berbaik hati memesankan pizza itu untuknya—tanpa dia minta sama sekali—dia pun memberikan satu potongan terakhir untuk laki-laki itu. Nicole membuang kotaknya ke tempat sampah, lalu mencuci tangannya di wastafel. Setelah itu, dia kembali bergelung di sofa, di depan televisi.

"Kenapa kau memesan pizza?" tanya Nicole sambil menyandarkan kepalanya di bahu Justin.

"Memangnya kenapa? Bukankah kau menyukainya?"

"Bukan begitu," balas Nicole. "Yah, dari sekian banyak menu, kau memilih pizza."

"Kau sedang datang bulan, kan?" tanya Justin tanpa basa-basi.

Nicole segera mendongak. "Bagaimana kau tahu? Apakah ada darah di celanaku?" tanya Nicole panik dan buru-buru berdiri. Dia melihat bagian belakang tubuhnya dengan susah payah, namun dia tidak melihat bercak darah sama sekali.

"Duduklah." Justin menarik tangan Nicole sehingga gadis itu kembali duduk di sampingnya. "Tidak ada darah sama sekali."

"Ini memalukan. Tapi bagaimana kau tahu aku sedang datang bulan?"

Justin tersenyum tipis. "Kita tidak sedang bertengkar tapi suasana hatimu sangat buruk. Apalagi yang kupikirkan selain itu?" Justin mengangkat bahu. "Seingatku, moodmu selalu memburuk saat kau datang bulan."

Nicole menatap Justin penuh haru. Tidak pernah ada orang sebelum ini, bahkan mungkin di masa yang akan datang, yang bisa memahaminya seperti Justin. Bahkan dulu dia selalu bertengkar dengan Jason atau mantan kekasihnya yang lain saat tamu bulanannya datang. Mereka tidak mengerti, bahkan setelah dia menjelaskannya bahwa moodnya memang selalu memburuk di hari pertama datang bulan. Tapi Justin tidak melakukannya.

"Dan, kalau-kalau ingatanku tidak salah, pizza selalu berhasil mengembalikan suasana hatimu seperti semula."

Nicole mencium Justin sekilas. Dan memeluk laki-laki itu erat. "Terima kasih."

"Anytime, Babe." Justin balas memeluk Nicole.

oOoOoOoOo

"Wah, kejutan!"

Nicole mendongak, dan matanya langsung bertemu dengan tatapan merendahkan milik Lauren.

Nicole baru saja selesai makan malam di restoran terbaik yang ada di The Star Hotel. Beberapa saat setelah makan, dia pamit pada Justin karena ingin ke toilet. Dan betapa terkejutnya dia saat bertemu dengan Lauren disana. Seharian ini semuanya berjalan baik, bahkan nyaris terasa sempurna jika dia tidak bertemu dengan Lauren di toilet itu.

Our ApartmentWhere stories live. Discover now