²log 32768

167 11 3
                                    

15

Happy Reading 🍓🍓🍓



Pagi itu SMA Banuratja kembali heboh dengan berbagai desas-desus. Banyak yang menyempatkan mampir di papan pengumuman sebelum menuju kelas. Puluhan pasang mata mencoba menjelajah sebuah kertas yang tertempel disana. Lokasi minimalis itu seketika menjadi sesak.

Seleksi olimpiade sudah dilaksanakan dua hari yang lalu. Enam murid berprestasi Banuratja telah berhasil mengikuti pelatihan dengan sangat baik. Tetapi di antara yang baik pasti akan selalu ada yang terbaik. Inilah cara alam menyeleksi isinya. Kemenangan serta kekalahan pasti akan selalu menghiasi seluruh alam semesta. Jika mampu bersaing kamu akan menang, tetapi jika tidak mampu maka kekalahanlah yang akan diraih.

Pada akhirnya dari enam orang hanya diambil dua orang terbaik, satu dari jurusan IPA serta satu dari jurusan IPS. Mungkin sudah banyak hal yang mereka korbankan untuk sejauh ini. Tetapi apapun hasilnya sudah harus diterima dengan lapang dada. Karena hidup tidak mungkin selalu berporos pada satu titik. Ada kalanya poros itu berpindah pada titik lainnya.

Pada cerita kali ini sepertinya ada seseorang yang sangat sulit menerima kenyataan. Dia seakan tidak peduli pada hukum penyeleksian. Selama ini semua hal berhasil dia genggam. Kekalahan tidak pernah terlintas di benaknya. Sekarang jutaan rasa sesal menyelimuti hatinya.

Mata gadis itu menyorot tajam pada selembar kertas yang terpajang di papan pengumuman. Selembar kertas yang mungkin sedang menertawakan nasibnya. Biasanya namanya selalu berada di paling atas. Tetapi kali ini poros itu telah memilih titik lain.

Hasil Seleksi Olimpiade SMA Banuratja

1. Saloga Algara
2. Raritma Livya Cathleen
3. Maudy Calista

Note: Selamat bagi yang terpilih mewakili Banuratja. Bagi yang tidak terpilih jangan putus asa, masih ada perlombaan berikutnya.

Ritma menatap benci pada nama seseorang yang telah mengambil posisinya. Hal yang selama ini Ritma perjuangan terasa sia-sia. Banyak rasa lelah dan waktu yang Ritma korbankan. Tetapi semua harapan sirna karena seseorang itu.

"Yang sabar ya Rit, mungkin kali ini bukan rezeki lo. Lo kan si juara matematika, kalau soal nya cuma matematika pasti lo yang menang." Keyli menatap sedih sahabatnya. Ia sangat tahu betapa berharganya olimpiade itu bagi Ritma. Bahkan Ritma selalu mengisi waktunya dengan belajar.

Caca yang juga hadir merangkul bahu Ritma. Ia tersenyum hangat dan menatap teduh gadis disampingnya. "Sekali gagal bukan masalah yang besar kok. Mungkin ini yang terbaik buat lo."

Ritma tersenyum getir. Mereka bisa berbicara seperti itu karena tidak merasakan menjadi dirinya. Betapa semuanya terasa begitu sulit. Mungkin banyak yang berfikir dirinya egois karena tidak pernah bisa menerima kegagalan. Tetapi mereka tidak pernah merasakan rasa sakitnya. Hanya Ritma yang mengerti dirinya sendiri. Seseorang tidak akan pernah paham sebelum merasakan hal yang sama. Mereka sangat mudah memberikan nasihat, padahal kalau berada di posisinya mungkin mereka akan melakukan hal yang sama bahkan lebih.

"Akhirnya lo gagal juga." Maudy tiba-tiba berdiri tak jauh dari Ritma. Ia memandang Ritma dengan senyum puas.

Selama ini Maudy selalu merasa iri dengan kemenangan Ritma. Seberapa keras Maudy berusaha, tetap saja tidak mampu mengalahkan gadis itu. Kalimat pujian selalu tertuju pada Ritma, bahkan papanya juga sering memuji Ritma. Hal tersebut membuat Maudy memiliki ambisi mengalahkan Ritma. Walaupun lewat Loga, Maudy tetap puas dengan kekalahan gadis itu.

LOGARITMA Where stories live. Discover now