"Iya Yah, saya tidur di kamar Gus Fahrul." Jawabnya.

"Ck ck ck! Ayah pikir tidur dikamar istrimu." Godanya.

"Doakan saja baiknya Yah." Jawab Aydan tersenyum.

"Pasti, Ayah doain, bismillah pokoknya, Ayah tinggal dulu." Ucapnya mulai beranjak dari duduknya.

"Iya, silahkan Yah!" Saut Aydan menggeleng-gelengkan kepalanya salbrut.

"Abi!" Panggil Fahrul dari belakang saat mengikuti Abinya.

"Nopo Gus." Sautnya.

"Fahrul beri izin menantu Ayah untuk tinggal teng mriki angsal to Bi? Di kamar Fahrul tapi." Jelas Fahrul pada Abinya.

"Yo mboten nopo-nopo Gus, piye kan itu suami adekmu to." Jawabnya.

"Hehe nggeh Bi, nggeh pun niku mawon." Cengirnya lalu hendak berpamitan dari hadapan Abinya.

"Kenapa mboten teng kamare Ara to?" Tanya Abi heran.

Fahrul menahan tawanya kemudian menjawab dengan tengilnya
"Nganu, masih malu-malu kucing adek ngoten Bi."

Abi Hamzah sedikit tergelak dengan jawaban Fahrul dan menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berjalan, "Ada-ada saja kamu Gus..gus.. Abi tak ke kamar dulu kalau gitu."

"Nggeh, monggo.. monggo Bi!" Jawabnya, kemudian ia berbalik menuju ruang tamu hendak mengajak Aydan untuk ke kamarnya.

°°°

"Saya kalau tidur disini nggapapa?" Tanya Aydan.

"Udah nggapapa, sehari saja dikamar ini, besok saya soalnya mau tidur disini." Jawab Fahrul seadanya.

"Loh, memangnya sekarang kamu tidur dimana?" Tanyanya lagi.

"di pesantren lah, ya kali saya tidur berdua sama kamu." Sautnya mengekspresikan merinding.

Aydan hanya menganga tak percaya, bisa-bisanya ada orang modelan seperti ini.

"Besok dan seterusnya masih saya izinin tinggal dirumah ini, saya sudah bilang sama Abi, tapi jangan dikamar ini lagi ya, tapi dikamar adek." Ujarnya memberitahu dengan enteng.

Aydan tambah tak habis pikir, "dimaafkan saja belum apalagi tidur di kamarnya, mustahil."

Dilain ruangan, sebenarnya Ara tak bisa tidur memikirkan apakah Aydan masih dirumah ini, ia terus bergrusak-grusuk di kasurnya.

"Wahai Allah, tenangkan lah hatiku yang gundah, jangan buat ia memikirkan selain-Mu." Ucap Ara ditengah-tengah saat mencoba memejamkan matanya.

"Bisa-bisanya saya menghilangkan tangan yang biasanya mengelus saya seperti ini, bagaimana mungkin ia akan kembali begitu mudah, dan bagaimana mungkin saya bisa hidup tanpanya lagi jika itu kenyataannya." Gumam Aydan mengusap punggungnya sendiri.

Subuhnya mereka semua bangun dan menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim.

Begitupun Ara yang sudah beranjak dari kasurnya dan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu'.

AydanAra [End] Completed✔️Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ