LANGIT DAN BUMI

116 57 32
                                    

Satu semester sudah berlalu, kehidupan kuliahku yang awalnya ku kira akan membosankan ternyata tak seburuk itu meski diberikan banyak tugas sepanjang hari namun beberapa sebab yang membuatku tetap tersenyum menanti jam kuliah, mungkin dia sudah menjadi salah satu penyebabnya iya dia Hanafi sejak dia sering mengganggu pikiran sejak itu pula aku meluangkan waktu untuk memikirkannya, aku juga mencari tahu dia dimana-mana dan semakin aku mengenalnya semakin besar pula rasa kagumku.

Hanafi dia memang berbeda dia satu-satunya mahasiswa yang berani menghentikan dosen yang sedang asik menjelaskan disaat mendengar suara azan, dia juga satu-satunya yang berani izin sholat meski kelas sedang asik-asiknya berjalan. Semakin ku menganguminya semakin juga aku sadar jarak antara aku dan dia, aku dan dia bagaikan langit dan bumi, dia setinggi langit sedang aku hanya sebatas bumi, aku juga sadar aku bukanlah pengagum satu-satunya, meski orang-orang banyak yang tertarik dengan teman dekatnya Fauzan tapi sebagai orang yang sangat memperhatikannya aku juga sadar bahwa ada beberapa wanita yang juga sama denganku diam-diam memperhatikan tiap gerakannya dan kadang tersenyum sendiri saat melihatnya.

Aku sadar rasa sukaku hanya sebatas kagum saja, mau bagaimanapun aku bersaing dengan mata-mata wanita yang mencuri pandang padanya wanita-wanita itu adalah ukhti-ukhti yang Masya Allah dengan jilbab panjang dan suara lembut. Sedangkan aku, aku hanyanya anak MAPALA yang dikenal tomboy dengan sebagian besar anak kelas, fashionku juga jauh dari kata sholehah, sehari-hariku menggunakan celana jins dan baju kaos atau kemeja, mau bagaimanapun aku tak akan telihat olehnya.

"Woy"

Hasya mengagetkan dengan sapaan dan tepukannya dipundakku.

"Hayo lagi lamunin mas Al ya?"

Hasya bertanya dengan cekikikan yang menandakan dia hanya menggodaku saja.

Hasya tahu semua tentangku termasuk aku yang diam-diam mengagumi laki-laki spek langit, namun Hasya tetap mendukungku walau kadang juga mengolok-ngolokku.

"Mas Al, Mas Al, kayak enggak ada yang lain aja, aku lagi mikirin gimana caranya semester dua nanti kita sekelas"

Jawabku sebarangan.

"Idih ngakuh aja kenapa Ay samaku juga sok-sok bilang mikirin nasib kita berdua lagi"

Hasya menjawab sambil sedikit cemberut tentu dia sudah tahu isi kepalaku dan sudah tahu kapan aku berbohong atau berkata jujur.

"Iya Sya aku lagi mikirin si Al"

Kami menyebut Hanafi menggunakan nama depannya agar disaat ada yang tak sengaja mendengar kami berbicara tidak akan langsung tertuju pada Hanafi.

"Kenapa dipikirin terus sih, mending kamu deketin anak MAPALA aja Ay, udah manis, ganteng cowok banget lagi udah gitu pandai nyanyi semua lagi sambil main gitar, aduh itu kan baru bikin meleleh"

Hasya menjawab sambil tersenyum sendiri dan memejamkan matanya membayangkan wajah-wajah beringas anak MAPALA yang dimata Hasya manis.

"Enggak ah Mas Al lebih enak liatnya adem anyem, teduh ah bikin hati tenang lah kalau liatnya belum lagi kalau ngomong Masya Allah lembut banget"

Aku menjawab tak mau mengalah dengan Hasya.

"Tahu lah orang lagi jatuh cinta mah gini"

Hasya menjawab menyerah sambil menarik kursi dan duduk disampingku.

"Oh iya btw aku bawain nih rok sama gamis yang kamu pengen itu Ay"

Hasya menyodorkan sebuah plastic putih berukuran besar.

"Buset nih berapa banyak Sya, entar kamu rugi lagi ngasih baju sebanyak ini"

Jawabnya kaget saat melihat plastik besar itu.

TEACHER, STUDENT AND LOVE (TAMAT)Where stories live. Discover now