Tentang Allah.

14 15 6
                                    

Bima melihat Albas yang menghirup nafas sesak karena ini adalah hari pernikahan Albas, lelaki itu menatap serius adeknya itu. Sedangkan Bima berwajah datar dengan hati yang hancur, matanya sembab karena semalam sudah menangis sesenggukan.

Lelaki itu sudah berhasil melakukan akad tadi, dan akhirnya Sastra menjadi milik kakaknya.

Bima sesak nafas lalu buru buru berlari ke toilet, ia lupa meminum obat dan hanya sibuk menangis dari semalam. Ia memasuki toilet, ia merogoh obat dan meminumnya, namun selang beberapa detik rasanya perut mual dan akhirnya ia muntah, alhasil obat yang tadi masuk keluar kembali, apa mungkin perutnya sudah bosan?.

Ia lemah, ia meringkuk disana, meratapi kesedihan dan kenyataan bahwa Sastra tak lagi menjadi miliknya.

Ia kembali berdiri, menatap dirinya di cermin, ia meraih air dari wastafel dan membasuh ke wajah agar tak terlihat lagi sembab di matanya.

Bima melangkah kembali ke arah kakaknya itu, di saat itu ia menemani atau mengiring Albas menuju Sastra yang berada di beda tempat, ini tradisi di tempatnya. Suasana berubah menjadi ramai dan riuh, tidak lupa pula dengan kamera kamera yang tertera di tepi sisi mereka.

Bima dapat melihat wajah cantik Sastra yang terbalut dengan gaun putih serba putih, Sastra terbalut make up yang tidak terlalu pekat dan wajahnya tampil seceria mungkin.

Tepat di depan Sastra, aku berhenti memegangi lengan Albas agar ia dapat mendoakan istrinya, Albas memegangi kepala Sastra dan mendoakan, ini adalah khayalan Bima sebelum tidur namun Bima selalu berkhayal bahwa yang seperti itu adalah ia bukan siapapun termasuk Albas. Ia berbalik dan kembali, matanya pedih namun lebih pedih hatinya.

Tangannya di tarik oleh seseorang yang ia lihat adalah Fajar.

"Mata lu noh lihat udah kayak tuyul," ejek Fajar, di samping fajar ada Dziza, wanita itu tersenyum pada Bima.

"Yang sabar udah kak," ucap Dziza menenangkan.

Tiba tiba tangis Bima pecah, ia tak tahu lagi bagaimana caranya mengungkapkan bahwa dirinya hancur sejadi jadinya saat ini.

Fajar mengusap pundak sahabatnya itu, ia faham sahabatnya ini sedang hancur berantakan.

"Sakit banget hati gue," ucap Bima dengan nada hancur, suaranya bergetar.

Fajar menatap istrinya, "Gue tahu, tapi namanya jodoh gak ada yang bisa ngelak kalo dia itu jodoh Albas bukan lu".

Mendengar itu membuat Bima semakin menangis sesenggukan.

"Gue faham lu sedih tapi lu lemah banget bego kalo kayak gini, udah paling bener lu suka sama Dealova".

Bima menatap Fajar serius, ia mengusap pipinya yang basah akibat menangis lalu mengangguk.

Bima tersenyum sakit, "Gue gagal lagi".

Tepat di pernikahan kakaknya Bima menangis sesenggukan tanpa banyak orang tahu, sungguh ini adalah hal menyakitkan juga baginya.

Bima menegapkan tubuhnya namun gagal, alhasil dia jatuh pingsan di sana, orang berkerumun membantu menolong Bima, tak beda dengan Albas, Albas datang untuk menolong adeknya itu. Tubuh Bima ditempatkan di kamar Albas karena kamar Bima yang selalu terkunci dan hanya Bima lah yang tahu menaruh kuncinya sendiri dimana.

Saskia turut menolong, tak beda dengan Sastra, kakak iparnya itu khawatir dengan keadaan Bima.

Fahiza dengan cepat memberikan minyak kayu putih dan ia oleskan di dekat area hidung dan dada bidang milik anaknya itu, Fahiza menampilkan wajah sangat khawatir.

"Tolong yang gak bersangkutan keluar ya tolong," ucap Albas pada tamu yang sibuk memenuhi kamarnya, Albas takut jika adeknya itu kekurangan oksigen segar dan mengakibatkan sesak nafas. Akhirnya banyak yang keluar hanya tersisa Albas, Fahiza, Fajar, Sastra, dan Saskia.

Ketika Allah MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang