"Astaghfirullah Ning, tidak papa?" Tanya teman-temannya lalu mengerubungi Ara.

Ara menjawabnya dengan menggunakan tangan, ia menandakan bahwa dirinya baik-baik saja.

"Saya boleh berbicara dengannya?" Tanya Aydan.

"Mohon maaf pak, tapi kalau boleh tahu anda siapanya Ning Ara?" Tanya salah satu teman Ara.

Ara meringis mendengar temannya malah memperjelas namanya, sia-sia ia berusaha bersembunyi.

"Saya emm..." Saut Aydan bingung, ingin mengatakan jika suami Ara khawatir santriwati tersebut tidak percaya jadi ia masih menimang ucapannya.

"Sudah mbak, saya nggapapa, mbak-mbak boleh kembali ke asrama." Jawab Ara sopan sembari beranjak dari jatuhnya ia menepuk-nepuk tangannya yang kotor kemudian mempersilahkan teman-temannya kembali ke asramanya.

"Baik Ning, kalau begitu kami permisi, Assalamualaikum." Pamit mereka serempak menunduk kemudian berjalan menunduk meninggalkan Ara.

"Waalaikumussalam." Jawab Ara yang masih melihat kepergian mereka.

°°°

"Assalamualaikum Ra." Ucap Aydan ragu setelah kepergian teman-teman Ara, namun ia menatap lekat mata Ara yang tak pernah menatapnya lagi.

"Waalaikumussalam."sautnya singkat sembari tetap mengedarkan pandangannya ke lain arah.

"Saya datang kembali kesini." Sambung Aydan.

"Untuk apa?" Sela Ara.

"Untuk mendapat maaf dari kamu Ra, saya mengaku salah, saya sudah menyia-nyiakan kamu, saya sudah mengusir kamu tanpa rasa belas kasih, padahal dalam hati saya sebenarnya saya menolak melakukan itu semua, saya menyesal Ara, tolong maafkan saya." Ucapnya meneteskan air mata hendak berlutut di depan Ara.

Ara tersenyum getir, ia berusaha menahan air matanya yang hendak jatuh.
"Bangun, saya sudah memaafkan Kak Aydan." Jawabnya, namun ia masih enggan menatap Aydan.

Aydan merasa gembira mendengar penuturan Ara bahwa ia sudah memaafkannya, kemudian Aydan hendak mendekat dan memeluk Ara, Ara memundurkan satu langkahnya cepat.

Tangan Aydan hampa karena Ara menolaknya, pandangan Aydan mulai melemah dan ia berkata "beri saya kesempatan satu kali lagi Ra."

"Maaf Kak, Saya sudah tidak punya perasaan apa-apa sama Kak Aydan." Serasa tertusuk duri Aydan mendengarnya, Bahkan Ara mengganti panggilan dirinya menjadi 'saya', sangat asing ditelinga Aydan.

Ara terus beristighfar dalam hatinya, sebenarnya ia masih mencintai Aydan, namun ia yakin bahwa Aydan hanya merasa bersalah bukan mencintainya.

Aydan menggelengkan kepalanya, ia lalu menggenggam tangan Ara walaupun Ara berusaha menolak,

"Engga Ra, kamu bohong! tatap mata Saya kalau kamu memang benar tidak ada perasaan apa-apa lagi sama saya." Ujar Aydan dengan meneteskan air mata, ia menyangkal karena hatinya terlalu sakit mendengar perkataan Ara.

Air mata lolos dipipi Ara, ia tak sanggup menatap mata Aydan.

"Jangan sentuh saya lagi, bahkan kak Aydan ngga berhak pegang tangan saya!" Tutur Ara mengingat tangan itulah yang membuatnya pergi dari rumah Aydan.

"Tidak, Saya masih suamimu kalau kamu lupa!" Tolaknya.

"Suami? Sejak kapan Kak Aydan menganggap Kak Aydan suami saya? Sejak kapan?" Tanya Ara, air mata terus jatuh dari pipinya.

"Bahkan Kak Aydan ngga pernah cinta sama saya ataupun ngga pernah menerima saya dikehidupan Kak Aydan, jangan meminta saya kembali jika hanya untuk mengobati rasa bersalah Kak Aydan, saya tidak butuh! Assalamualaikum." Ucapnya panjang lalu melepas genggaman Aydan kemudian ia berbalik arah hendak meninggalkan Aydan.

"Saya cinta sama kamu Ra, saya cinta, saya memang bodoh terlambat menyadari ataupun saya pengecut untuk mengatakannya sama kamu selama ini." Ucapnya lantang ketika Ara hendak pergi, ia terus menatap punggung Ara.

Langkah Ara terhenti, ia memejamkan matanya, dalam hatinya sebenarnya Ara bahagia Aydan mengaku telah mencintainya, tapi dalam fikirannya ia menolak bahwa apa yang dikatakan Aydan sebenarnya bohong.

"Kalau memang benar kenapa baru sekarang, kenapa baru sekarang Kak Aydan bilang sama saya! Setelah berbagai hal yang membuat saya menyerah dengan Kak Aydan, kenapa?"

"Saya akan membuktikannya sama kamu kalau saya benar-benar mencintai kamu Ra!" Sambungnya melihat Ara yang kemudian melangkahkan kakinya lagi setelah terhenti sejenak.

Ara yang berlari meninggalkan Aydan lalu masuk kedalam kamarnya, ia menangis terseduh, sebenarnya ia menyesal mengatakan seperti itu, tapi Aydan sendirilah yang membuatnya begini, Ara hanya tidak ingin jika dianggap perempuan lemah, jika ditanya patuh ia sangat patuh, namun ketika perasaan dan harga dirinya diinjak ia tidak akan diam saja.

Orang tua Ara mendengar anaknya masuk kamar dengan tergesa-gesa kemudian menangis sesenggukan didalam kamarnya.

"Biarkan dulu saja Bun, mungkin Ara masih butuh waktu sendiri, biarkan dia bermuhasabah dulu." Ucap Regan melihat istrinya hendak membuka pintu kamar Ara. Kemudian Zarin mengangguk, yang dikatakan suaminya benar.

Ternyata Aydan mengikutinya sampai rumah Ara, ia terhenti di ruang tamu tersebut, akan tidak sopan jika ia masuk tanpa permisi.

Ayah Ara keluar untuk melihat apakah menantunya tetap disana.

"Ayah!" Ucap Aydan melihat Regan dari dalam.

"Ara sudah tidak mau dengan saya Yah, dia sudah sangat kecewa sama saya." Tutur Aydan.

Regan menghela napasnya turut sedih melihat masalah rumah tangga anaknya, "Yang sabar nak, Ara mungkin saat ini masih emosi, egonya tinggi, kamu jangan gegabah mengambil keputusan, fikirkan baik-baik tentang rumah tangga kalian, luruskan yang salah, berdo'alah pada Allah bagaimana baiknya hubungan kalian, kembalilah ke penginapan, untuk saat ini tidak mungkin Ara akan mendengarkan apa yang kamu katakan, kamu perlu meyakinkannya sekali lagi." Ucap Regan menegarkan Aydan, ia tahu usaha Aydan kali ini sungguh-sungguh ia bisa melihat dari sorot mata Aydan.

"Iya Ayah, saya tidak akan menyerah, kalau gitu saya pamit dulu, saya titip istri saya disini Yah, Assalamualaikum." Pamitnya pada Regan.

"Waalaikumussalam." Regan mengangguk kemudian menjawab salam dari Aydan.






bersambung....

Terimakasih yang sudah berkunjung ke cerita ini, jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya 🖤

Okeyy mungkin itu aja aja untuk part ini, see you next part, babay~~~










AydanAra [End] Completed✔️Место, где живут истории. Откройте их для себя