Di Persimpangan sedang lampu merah, maka mobil yang ditumpanginya berhenti.

Aydan menyipitkan matanya melihat dari arah kejauhan terdapat pasangan yang hendak menaiki sepeda motor.

Aydan berusaha melihat wajah perempuan itu, tingginya persis dengan Ara, namun pakaiannya sangat tertutup jubah dan hijab dengan warna hitam yang membuat Aydan sulit melihat wajahnya.

Laki-laki tersebut memasangkan helm pada perempuan itu sambil tersenyum, kemudian mereka bersenda gurau seperti pasangan yang serasi, semua itu tak luput dari pandangan Aydan.

Lampu mulai hijau dan mobilnya melaju membuat pandangan Aydan terus mengikuti arah pasangan tersebut.

"Kamu nanti jangan masuk dulu, biar Papa sama Mama yang bertamu, jika nanti kamu diizinkan masuk, baru Papa kabarin!" Ucap Tyo yang membuat Aydan memutuskan pandangannya pada pasangan tadi.

"Kenapa gitu? Aydan suami dari anaknya." Tutur Aydan.

"Anaknya yang Kamu buat meninggal? Begitu?" Sinis Tyo, ia memang geram dengan Aydan. Untung saja ia sudah mengetahui bahwa Ara masih hidup.

Aydan langsung terdiam menunduk, ia tak berbicara apapun lagi.

*Dilampu merah

"Makasii ya Kak, Ara suka bangett sama ini!!" Girang Ara setelah ia membeli martabak manis, ia mendekap plastik tersebut didepan perutnya sambil berjalan ke arah sepeda motor milik Fahrul.

"Sama-sama Dek, jangan dipegang gitu nah, gaada yang mau minta kok!" Kata Fahrul yang berhasil membuat Ara terkekeh.

"Sini, Kakak pasangin helmnya, tangan kamu kaya nggamau lepasin itu martabak!" Gemasnya melihat adik kecilnya.

Ia lalu memasangkan helm tersebut dikepala Ara, walaupun menaiki sepeda, Ara tetap menggunakan pakaian sangat tertutup dan serba hitam.

"Terimakasihh!!" Ucap Ara ketika helm itu terpasang, dan ia membenarkan posisi hijabnya yang sedikit miring terkena kaca helm.

"Sama-sama bocil!" Ucap Fahrul menyentil hidung Ara pelan. Ara terkikik bersama Kakaknya, ia ingin melupakan kesedihannya sejenak walaupun dalam hatinya ia terus memikirkan suaminya.

(Yang dilihat Aydan memang Ara, namun Aydan tak cukup mengenali gerak-gerik dan postur tubuh istrinya sendiri, jadi ia tidak tahu.)

°°°

Sesampainya di area pesantren, pandangan Aydan mengitari bangunan besar tersebut, apakah keluarga istrinya memiliki pesantren pikir Aydan, selama ini ia bahkan tidak tahu apapun mengenai Ara.

"Kamu tunggu disini saja, Papa sama Mama kesana dulu!" Ujarnya memberitahu yang langsung diangguki Aydan.

Kemudian kedua orang tua Aydan meninggalkannya menuju ndalem.

"Assalamualaikum!" Ketuk Orang tua Aydan pada pintu rumah tersebut.

"Waalaikumussalam." Jawab seseorang dari arah dalam rumah.

Kebetulan Ummah Zainab sedang mengaji kitab di ruang tamu, jadi ia beranjak membukakan pintu pada tamu tersebut.

Saat membuka pintu, mereka saling tidak kenal, jadi ummah Zainab bertanya, "Iya, ingin mencari siapa?" Ramahnya hanya menyalimi Mama Aydan kemudian menangkupkan tangannya pada Tyo.

Mama Aydan tersenyum kemudian menjawab, "Mohon maaf sebelumnya mengganggu waktunya, Saya Nadin ini suami sama Tyo orang tua Aydan, kami ingin bertemu dengan Bapak Regan dan Ibu Zarin."

Mendengar nama tersebut Umma Zainab tidak asing lalu ia mengingat nama tersebut dan berkata, "Oh MasyaAllah, mertua Ara nggeh? Mari silahkan masuk, mereka ada di dalam." Ucapnya sopan mengetahui tamu dari Jawa apalagi mertua Ara.

Kedua orang tua Aydan masuk dan duduk diruang tamu tersebut sedangkan Ummah Zainab pergi kedalam membetahu adiknya.

"Dek, sampun rawuh besan njenengan didepan." Ucapnya pada Zarin yang sedang berbincang dengan Kakak atau Abi Hamzah dan suaminya diruang tengah, maklum tidak mendengar karena rumah tersebut sangat besar. Abi Hamzah banyak mengajarkan bahasa Jawa pada istrinya, jadi tidak heran jika Umma Zainab berbicara bahasa Jawa walaupun tidak sepenuhnya

Orang tua Ara langsung berdiri, "Nggeh mbak, saya tak kedepan dulu nggeh Mas, Mbak!" Jawab Zarin berpamit takzim pada keduanya.

"Nggeh Dek, perbaiki hubungan kalian kale mereka, jangan putuskan tali silaturahmi." Ujar Abi Hamzah.

"Nggeh mas." Jawab mereka serentak lalu beranjak ke ruang tamu.

Ditempat lain Aydan merutuki dirinya karena tidak membuang air kecil terlebih dahulu sebelum ketempat ini.

Ia mengedarkan pandangannya kesana kemari mencari letak toilet, padahal ada beberapa santriwan berlalu lalang disitu namun ia memilih tidak bertanya.

Aydan berjalan sendiri hingga membawanya ke tempat sepi di ujung tembok pesantren, namun ia sama sekali tak menemukan toilet.

Ia kembali melihat sekitar namun pandangannya berhenti pada perempuan yang sepertinya ia lihat di lampu merah tadi, ia berjalan membelakangi Aydan jadi Aydan tidak nampak pada wajahnya, pakaiannya persis seperti yang ia lihat.

Perempuan tersebut berjalan sedikit cepat mengikuti arah kucing didepannya yang tidak mau berhenti, ia berusaha menangkapnya namun kesulitan karena jubah yang dikenakan selalu terinjak oleh kakinya.

Aydan mengernyitkan dahinya, dadanya bergemuruh, jantungnya berdenyut kencang, namun ia tak ada pilihan lain selain bertanya padanya, dengan yakin ia berusaha menghampiri perempuan tersebut.

"Mpushh..!!" Suara perempuan tersebut keluar karena memanggil kucing yang didepannya, lalu ia duduk didekat kucing yang mulai luluh dengannya, ia tersenyum kemudian mengelusnya pelan.

Aydan membelalakkan matanya, hatinya seperti ingin jatuh, mengapa suara tersebut sangat tidak asing di telinganya.

"A-assalamualaikum, permisi! Saya ingin bertanya toilet dimana ya?" Ucap Aydan ragu kemudian ia langsung bertanya.

Perempuan yang belum sadar kemudian menggendong kucing tersebut, ia menolehkan pandangan dan menjawab , "Waalaikumsa..."




bersambung...

Terimakasih yang sudah berkunjung ke cerita ini, jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya 🖤

Kalian nunggu lama ngga?

Maaf ya🙏🏻🙏🏻 kuliahku lagi libur karena awal puasa, jadi aku pulkam kemarin.

Okeyyy mungkin itu aja untuk part ini, see you di part selanjutnya yaa readerss, babay~~











AydanAra [End] Completed✔️Where stories live. Discover now