11. Hidup dan Mati

64 6 0
                                    

— MY SOLDIERS —

Gaby berlari dengan cepat, bahkan meninggalkan Zea jauh di belakang. Dalam hati ia terus merafalkan doa agar semua informasi ini adalah sebuah kesalahan.

Ayolah. Shaka berjanji akan pulang dalam keadaan sehat dan akan mengajaknya pergi jalan-jalan.

Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Tolong, jangan seperti ini kejutannya. Hari ini adalah sweet seventeen-nya. Tolong jangan rusak moment di hari ini.

Namun langkah gadis itu langsung berhenti kala matanya menemukan beberapa rombongan tentara bersama sang Jendral dengan Clarysa yang menangis dalam pelukkan suaminya.

"Mas Shaka..."

Semuanya menoleh dan menatap gadis itu.

Dengan langkah berani, Gaby mendekati Jendral dan mendongak tinggi.

"To-tolong... Jangan berbohong... Mas Shaka..."

Pria paruh baya itu menghela nafasnya dan membalas tatapan Gaby dalam.

"Calon suamimu di dalam tengah berjuang antara hidup dan mati. Tolong bantu doanya."

Detik itu juga tubuh Gaby limbung dan hampir saja menyentuh lantai andaikan sang Jendral tak menangkapnya.

Gadis itu syok hebat lalu menangis histeris dalam dekapan Jendral.

"Ssstt... Semuanya akan baik-baik saja. Shaka kuat kok." Ucap pria itu menenangkan layaknya seorang ayah.

Beberapa menit kemudia, seorang Dokter keluar dari ruang operasi. Gaby langsung menghampiri dokter tersebut.

"Operasi berjalan lancar. Untung saja pendarahan sempat di hentikan, jika tidak, sudah pasti nyawa pasien tak tertolong. Dan peluru yang ada di dadanya telah berhasil kami keluarkan. Untung saja tidak mengenai jantungnya walaupun hampir. Kami juga memasangkan penyangga leher agar membatasi gerak lehernya karena luka sayatan pada leher juga lumayan dalam."

"Namun, pasien masih dalam masa kritisnya. Kita doakan yang terbaik untuknya."

"Aamiin..." Jawab mereka kompak.

"Dokter, apa boleh saya masuk?" Sela Clarysa cepat.

"Boleh. Tapi hanya satu-satu, ya?"

Clarysa mengangguk cepat. Dokter itupun izin pergi membuat Clarysa mendekati calon menantunya.

"Mama dulu apa kamu dulu yang masuk?"

"Bibi—"

"Panggil 'Mama', sayang."

Mendengar hal tersebut, Gaby tersenyum. Gadis itu mengangguk sambil mengusap wajahnya.

"Mama duluan. Mas Shaka lebih butuh Mamanya."

Clarysa tersenyum haru. Ia mengacak rambut calon menantunya itu lalu mengecup dengan cepat pipi sang putri yang duduk di kursi tunggu sambil menghentikan isakkannya.

"Abis Mama, kamu, ya?" Tawar wanita itu kembali menatap Gaby. "Mama yakin, Shaka juga butuh kamu."

Gaby hanya sanggup mengangguk. Clarysa pun masuk setelah ada kabar dari perawat, bahwa putranya itu telah dipindahkan diruangan khusus yang letaknya bersebelahan dengan ruang operasi.

Gadis itu duduk di dekat Zea yang tengah memandang lantai rumah sakit dengan tatapan kosong.

"Minum dulu."

Revan datang dan menyodorkan sebotol air mineral lalu gilir menyodorkannya kepada sang putri.

"Makasih, Paman—"

MY SOLDIERSWhere stories live. Discover now