Bagian 3

26 12 0
                                    

" kamu pasti akan datang kan?" diri ini berusaha menjelaskan keadaan hati.

Aku lempar pecahan genting ke arah danau, "cpraat, cpraat, cpraat." Di atas air, pecahan itu melompat-lompat, melesat ke depan diantara pijakannya, lalu berakhir tenggelam. Aku memicingkan mata, seru batinku.

Aku tiba-tiba saja termenung diam, meninjau perkataanku barusan, "benarkah waktu, dengan diriku yang seperti ini akan tenggelam ke dasar nestapa? Seperti pecahan genting yang barusan aku lempar." Aku seakan berusaha untuk berdialog dengan waktu.

Tinggal segelintir cahaya yang menyinari, senja sebentar lagi uzur, dan aku pada keadaan tunggu. Aku berbalik arah bersiap kembali, memutuskan pulang ke rumah.

Tak ada saksi maupun harapan yang pasti, yang ada hanya janji-janji tunggu, itu ada dalam genggamanku. Saat kumulai melangkah menjauh dari tempat itu, seperti kunang-kunang; kecil dari kejauhan terlihat, indah saat dipandang, berlari seorang menuju ke arahku. Masih kabur titik pandangan, karena langit yang remang-remang mulai tertelan malam.

Senyumannya tak asing, tak salah lagi, "violet!", ia buru-buru memelukku, aku langsung membalasnya.

Lantas apa yang membuatku menunggu lagi, ia di hadapanku sekarang; sang janji itu, rinduku, sekejap begitu saja setelah lama menanti sekarang tiba di hadapanku. Kaku kikuk badanku.

Ia menyandarkan tubuhnya sambil menangis tersedu di pundakku. Aku pun langsung meradang rindu, menyampaikan rasa yang tumpah dari hati bak air bah.

"Zii! Aku kan sudah bilang bahwa janjimu juga janjiku yang pernah kukatakan dulu; aku akan menjadi jingga soremu," violet mencoba meyakinkanku sambil tersedu, "Aku hanya ingin mengejar mimpiku di sana, nantinya pasti akan kembali, sidangku hanya tinggal se-semeter lagi, kamu bisa kan zii?" suaranya serak, berusaha memberitahuku.

Kupandang kedua matanya, "Aku masih ingat violet! Kamu jangan khawatir, pun dengan janjiku padamu yang sampai detik ini masih dalam kuasku, yaitu menjadi langit-langit dari sinar jinggamu, yang selalu indah untuk disaksikan." Dengan senyum tipis jawabku agak lirih, sambil berlinang, air turun dari pelupuk mata.

Kami masih dalam dekapan mesra senja yang jingga, mulai lekat dengan malam menyaksikan, lalu akhirnya menjadi malam yang sempurna. Kami masih pada lekatnya pelukan dari rindu yang tak terbantahkan; saling jauh, namun sekarang telah bersatu kembali. Tersampaikan nya sebuah rasa, "Rasa rindu dan cinta kita menjadi utuh-sempurna lagi!." Aku membelai rambutnya yang tergerai, mencium keningnya dengan tatapan halus dan senyuman sipu.

" Aku membelai rambutnya yang tergerai, mencium keningnya dengan tatapan halus dan senyuman sipu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Yuk...pulang! Soalnya di sini dingin sudah mau bertamu, dan malam sudah mau menjamu pertemuan kita, Violet." Ajakku sambil menggenggam tangan kecilnya, lalu kami pergi dari tempat itu dengan lantunan melodi angin yang berhembus halus mengiringi. Ke rumah, tujuan kami; yang pastinya lagi untuk bermain lukisan senja di ujung temu. untuk kembali mengenal rindu.

***

Kita semua tak kan bisa menaruh harap pada senja di ujung hilirnya, yang diminta agar kembali menyoroti langit sore dengan jingga, namun kita masih bisa menaruh harap pada esok; garis takdir kita terpaut oleh masa, sebab esensialnya makna manusia bukan atas apa yang dicapainya, melinkan mengenai apa yang sangat ingin diraih rindu hatinya.

17 Maret 2023 Jombang

Ziieraki_

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 27, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Lukisan Senja Di Ujung TemuWhere stories live. Discover now