Bagian 1

58 13 2
                                    

Tiap sore aku biasa keluar rumah untuk pergi ke danau. Banyak capung-capung yang terbang tanpa membentuk formasi. Menurutku itu sudah indah memanjakan mata, dan menjadi tempat favorit kala suasana ingin menyepi. Dari siaran yang di persembahkan televisi, bulan ini mulai masuk musim panas. Kata narasumber mengabarkan keadaan.

Melupakan mulai menjadi hasrat tersendiri bagi diriku. Aku berdiri mematung di tepian danau. Apakah aku menunggu? Sepintas pertanyaan itu melintas dalam benakku. Tapi setidaknya aku sudah membeli tiket sore ini, dengan hadirnya aku disini; untuk mengharap pada sorot keindahan senja musim panas pertama. Anginnya sayup-sayup mengenai pelipis. Mataku terpejam merasakan damai, lalu kuhirup semua udara bersamaan dengan usahaku untuk menghembuskannya.

Kudapati sebongkah kayu di tepian danau yang mulai keropos termakan rayap dan waktu, aku duduk di atasnya termenung, diam. Hadapanku hanya hamparan udara yang hampa. Harapku hanyalah senja. Hanya dengan senja itulah perasaan ini tumbuh sempurna seutuhnya.

                                                                         ***

"Maukah kamu menjadi senja soreku?" baiklah aku menyerah kala itu. Tak ada pertanyaan lain lagi. Pertanyaan konyol itu tiba-tiba muncul di pikiranku. Pada violet kutanyakan itu sebab dia selalu bisa menebak saban-saban giliranku untuk mengungkapkan isi hati.

Seketika itu pipinya memerah, dia akhirnya kalah dalam permainan tebak kata. Itu akan kami mainkan saat masing-masing dari kita jenuh setelah melakukan banyak aktifitas sekolah. Sangat asyik; seru apalagi.

Dia masih cengar-cengir mengejek, tak ingin kalah dariku.

"baiklah aku akan menjadi senja soremu, tapi ... kamu juga harus menjadi langitnya sinar jinggaku, sepakat." Dia menimpali sambil menyodorkan jari kelingkingnya, memasang senyum simpul.

Senyumnya merebakkan berkah kegembiraaan, aku turut tersenyum juga. Bahagia. "baiklah, siapa takut." Jawabku semangat. Maka kami menyatukan janji kelingking.

Kami serasi dalam banyak kecenderungan, seperti dalam hal sama-sama penyuka bahasa dan sastra

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kami serasi dalam banyak kecenderungan, seperti dalam hal sama-sama penyuka bahasa dan sastra. Sampai-sampai kami mempunyai cita-cita untuk meneruskan ke jurusan sastra pada strata yang lebih tinggi bersama. Seringkali dulu saat setelah jenuh karena tugas dari guru sma, kami akan bermain tebak kata, mengungkap sebuah peristiwa yang tak tersampaikan dalam jiwa. Sulit memang, tapi karena terbiasa semua akan menjadi lebih mudah. Dan kami namakan permainan itu dengan sebutan, "Lukisan senja Di ujung temu."

                                                         
  ***

Lukisan Senja Di Ujung TemuWhere stories live. Discover now