Tujuh

34.4K 2.2K 48
                                    


Wajib follow sebelum baca!

Happy Reading✨

*****

Denish tak fokus melanjutkan pekerjaanya. Ia terus memikirkan Dinda. Sebenarnya kehidupan macam apa yang Dinda jalani saat ini? Apa doa-doa buruknya kepada Dinda selama ini Tuhan kabulkan?

Sakit hati karena pengkhianatan Dinda dulu, Denish memang seringkali mendoakan hal-hal buruk kepada Dinda semata untuk melampiaskan rasa marahnya.

Denish melirik pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih pukul 2 siang. Meskipun belum waktunya, Denish memilih menyudahi pekerjaanya lalu pulang. Bukan pulang ke rumah tujuannya, ia ingin pergi ke rumah Dinda. Ada banyak hal yang ingin Denish tanyakan pada wanita itu.

Kontrakan Dinda terletak di pemukiman padat penduduk dan bisa juga terbilang kumuh. Tapi, beruntung letaknya ada di pinggir jalan yang masih bisa dilalui mobil.

Denish sedikit heran, dari kejuhan ia bisa melihat banyak orang berkerumun di sekitar kontrakan Dinda. Ia bergegas turun, niatnya untuk bertanya kepada orang yang ada di sana tertahan ketika mendengar jeritan-jeritan yang berasal dari dalam kontrakan Dinda. Ia hafal itu suara jeritan Dinda juga dipadukan suara tangisan Davin.

Dengan cepat Denish merengsek maju, lalu menatap kesal orang-orang yang hanya diam padahal dengan jelas di dalam sana ada orang yang sedang membutuhkan pertolongan.

"Kenapa diam saja, sialan!"

Ia berdiri di depan pintu, hanya dengan dua kali tendangan pintu kontrakan yang memang tidak kokoh itu dengan mudah ia buka. Lebih tepatnya ia hancurkan.

Denish menggeram marah melihat apa yang ada di hadapannya saat ini. Seisi ruangan tampak sangat berantakan. Tubuh Dinda sudah jatuh di lantai dengan banyak luka di tubuhnya. Di samping Dinda berdiri sosok lelaki tinggi besar sedang memegang sebuah gesper. Entah siapa lelali itu. Tapi, dengan cepat Denish menyerang lelaki yang ia yakini sudah melakukan penganiayaan kepada Dinda.

"Anjing! Biadab lo, bangsat!" Tanpa ampun Denish mencoba menghabisi lelaki itu. Perkelahian terjadi cukup sengit karena mereka sama kuat dan tidak ada yang mau mengalah. Suara pukulan terdengar keras, tidak ada yang berani memisahkan, yang ada warga sekitar yang tadi berkerumun menjadikan mereka bahan tontonan. Bahkan, hampir sebagian yang menonton merekam kejadian tersebut.

Sampai akhirnya, dengan tinjuan bertubi-tubi yang Denish berikan diwajah dan dada, membuat Denish berhasil melimpuhkan lawannya. Terakhir Denish lempar tubuh yang sudah babak belur ia hajar itu ke arah tembok. Mengetahui lawannya sudah jatuh tak berdaya dengan cepat Denish beralih kepada Dinda. Entah kenapa melihat keadaan Dinda saat ini membuat dadanya sesak. Kenapa bisa sampai seperti ini?

"Denish..." Lirih Dinda. Ia kesulitan bicara karena bibirnya sobek. Wajahnya sudah habis dipukuli oleh sang suami. Bahkan beberapa bagian tubuhnya terasa mati rasa.

"Jangan bicara!" Bentak Denish tanpa sadar. Saking kalutnya ia karena tak menyangka akan melihat Dinda dalam keadaan semenyedihkan ini.

Denish membopong tubuh Dinda yang sudah tak sadarkan diri. Membelah kerumunan yang ada ia berjalan menuju tempat dimana mobilnya terparkir. Ia baringkan tubuh lemah Dinda di jok tengah mobilnya. Lalu, ia kembali, mencari Davin yang ternyata sedang menangis sambil meringkuk sendirian di pojok dapur.

Davin sempat menjerit ketakutan ketika Denish sentuh pelan bahu kecilnya.

"Ini Om, nak" Denish mencoba menenangkan Davin yang berteriak ketakutan ketika ia sentuh. Kemudian, ia membawa tubuh Davin yang bergetar hebat dalam dekapannya.

*****

"Mama... Hiks" Tangis Davin belum juga berhenti melihat Mamanya terbaring tak berdaya di ranjang perawatan rumah sakit. Davin tak mau beranjak dari sisi Dinda yang sejak tiba di rumah sakit Dinda belum juga sadarkan diri. Dokter memang sengaja memberikan obat tidur agar Dinda bisa beristirahat.

Destiny Of Us [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt