Dua

40.8K 2.1K 33
                                    

Happy Reading

*****

Hampir tengah malam, Dinda sudah tertidur lelap bersama dengan Davin dipelukannya ketika ia mendengar gedoran kencang di pintu kontrakannya.

Dinda dengan terburu segera bangkit, takut keributan yang berasal dari orang diluar sana menganggu tetangga kontrakannya yang lain.

"Mas?" Dinda berseru kaget melihat Haris, suaminya yang sudah hampir satu bulan tidak pulang berdiri sambil berkacak pinggang di hadapannya.

"Hari ini kamu gajian 'kan? Aku pinjem dulu duitnya" ucap Haris tanpa basa-basi.

"Kamu mabuk, Mas?" Tanya Dinda yang bisa mencium bau alkohol dari mulut suaminya.

"Sebulan enggak pulang, datang-datang langsung minta uang" lanjut Dinda tak habis pikir dengan kelakuan suaminya.

"Cepet Dinda, aku pinjem dulu duitnya bukan minta" ucap Haris sambil mencengkram erat kedua bahu Dinda. Dinda menatap ngeri pada jari tangan Haris yang sedang mengapit rokok yang masih menyala, ia takut bara dari rokok itu mengenai dirinya.

"Enggak ada, Mas. Uang aku udah habis, ini aja aku bingung untuk bayar kontrakan" Dinda berkata jujur, uang gajiannya bulan ini sudah habis untuk membayar kekacauan yang tadi siang ia buat. Ini saja ia sedang mencoba memutar otak bagaimana mencari tambahan uang untuk satu bulan kedepan.

Karena tak kunjung diberikan Haris merengsek masuk ke dalam kontrakan. Kontrakan ini hanya memiliki tiga ruangan. Ada dapur kecil, kamar mandi dan satu ruangan serbaguna, semua aktifitas dilakukan di ruangan ini. Malam hari Dinda hanya menggelar kasur lipat untuk dirinya tidur bersama putranya.

"Mas enggak ada, Mas" Dinda mencoba menahan Haris yang sedang menggeledah sebuah tas usang yang biasa Dinda gunakan untuk bekerja. Davin yang tadi sedang tertidur sampai terbangun mendengar keributan yang terjadi.

"Ini apa?" Bentak Haris kasar ketika menemukan 2 lembar uang warna merah pinjaman Caca tadi siang. Lelaki itu melemparkan dengan kasar tas butut sang istri setelahnya pergi begitu saja.

"Mas, jangan diambil. Aku enggak punya uang lagi. Itu untuk berobat Davin" Dinda mengejar Haris, mencoba menyentuh tangan pria itu agar tak membawa uangnya pergi. Tapi, tanpa perasaan Haris menyentak kasar tangan Dinda, mendorong kasar tubuh Dinda membuat wanita itu jatuh tersungkur.

Dinda terisak pelan diambang pintu melihat kepergian sang suami sampai kemudian ia merasakan sebuah tangan kecil melingkari lehernya dari belakang.

"Mama jangan nangis. Nanti Apin bantu Mama cari uang" mendengar itu air mata yang sudah Dinda tahan malah semakin deras mengalir.

*****

"Kamu sudah sering nunggak bayar, Dinda. Kontrakan saya bukan panti sosial. Saya juga butuh uang"

"Saya pasti bayar, Bu. Kasih saya waktu" ucap Dinda memelas.

Pagi ini ia sedang mencoba membujuk Ibu Dewi pemilik kontrakan untuk memberikannya keringanan waktu pembayaran kontrakan.

"Saya mohon, bu. Saya pasti bayar" Dinda sampai menangkupkan tangannya di depan dada. Berharap Ibu Dewi masih berbaik hati untuk menolongnya.

Terdengar helaan nafas kasar dari Ibu Dewi sebelum wanita paruh baya itu berucap.

"Oke. satu minggu. Kalo selama satu minggu kamu tidak bisa melunasi silakan pergi dari sini" Setelahnya Ibu Dewi pergi begitu saja diiringi ucapan terimakasih dari Dinda. Ia harus bisa memutar otak, bagaimana caranya agar satu minggu kedepan ia bisa mendapatkan uang untuk membayar sewa kontrakan.

*****

Dinda bersama Nina sedang berdiri bersisian di lorong menuju toilet yang sepi. Mereka baru saja selesai membersihkan toilet.

Destiny Of Us [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang