1. KEDATANGAN JAY [II]

44 7 0
                                    

"Halo? Jayy," Suara seseorang dari sebrang sana menghubungi Jay lewat video call.

"Halo maa," Jay tersenyum melihat seseorang yang ia panggil mama itu sambil melambaikan tangannya.

"Kamu sehat kan disana?"

"Heem. Jay sehat kok. Papa sama kak Fiat mana?"

"Ada tuh, KAK SING ANAKMU NYARI. Kalau Fiat katanya lagi keluar,"

"Waduh pacaran tuh ma. Omelin aja nanti kalau sampai rumah,"

"Di Korea selisih berapa jam sama disini?" Singto ikut bergabung dan duduk di sebelah Krist sambil bersandar.

Krist sempat menerima kabar jika anak bungsunya itu mengikuti pertukaran pelajar dari Amerika ke Korea Selatan. Hal itu merupakan suatu kebanggaan karena di satu angkatan hanya 10 orang yang terpilih untuk program itu, dan Jay termasuk diantaranya.

Mulanya mereka akan mengikuti selama 6 bulan, sisanya mereka boleh memilih untuk melanjutkan di Korea sampai lulus atau kembali ke Amerika. Jika mereka memilih tinggal pun tidak masalah, materi yang di ajarkan pun sama dan nama mereka akan tetap lulusan dari sekolah Amerika yang mengikuti pertukaran pelajar di catatan sekolah dan ijazah kelak.

"Disana jam berapa ma?"

"Jam delapan malam,"

"Kalau disini jam sepuluh malam. Berarti cuman selisih dua jam, gak kayak di Seattle kemarin,"

"Ah.. waktu itu mama benar-benar bingung mau hubungin kamu gimana. Selisih waktunya jauh banget lima belas jam." Mata Krist seolah menyiratkan rasa sedih. "Tapi gapapa, sekarang cuman selisih sedikit jadi masih bisa. Kamu ngapain belum tidur?"

"KAK JAYY" Teriakan dari jauh di tempat Jay membuat Singto dan Krist memfokuskan wajahnya.

"Kakak ada liat buku biologi—eh halo..." Jungwon sadar ketika Jay sedang duduk dan melakukan panggilan video yang ia tebak itu adalah orangtuanya. Ia segera membungkuk memberi salam, namun di satu sisi ia merasa malu karena tadi ia berteriak.

"Ada di atas kasur lo tadi gue liat. Ah pa, ma. Kenalin, ini Jungwon, teman sekamar Jay di asrama,"

Singto dan Krist mengangkat alisnya seolah mengatakan 'Ohhh'.

"Jungwon..." panggil Krist dari seberang.

"Iya?" jawabnya halus.

"Gimana sekamar sama dia? Rese gak?" tanya Krist dengan bahasa Inggris.

"Blablabla ah ma... Udah lo lanjut aja sana, maaf ganggu waktu belajar lo,"

Jungwon hanya tertawa ringan mendengar interaksi itu karena mendengar tawa mereka bertiga, interaksi keluarga yang sangat ia harapkan terjadi. Tak lama ia mengangguk kemudian pergi dari sana.

"Jay boleh ga setelah lulus ga pulang ke Thai dulu?"

Obrolan berubah menjadi serius ketika Jay mulai membuka suara, raut wajah Krist yang tadinya terangkat tiba-tiba turun secara perlahan.

"Boleh, tapi kasih tau alasan kamu yang jelas biar papa ngerti,"

"Kalau boleh jujur Jay nyaman disini. Bukan berarti Jay gak senang di rumah, seneng kok. Cuman Jay tertarik nyari pandangan baru di Korea,"

"Huum boleh banget. Cari pengalaman kamu dan ilmu sebanyak-banyaknya disana, perbanyak relasi, cari kegiatan positif. Kalau mau lanjut kuliah bilang, tapi kalau mau cari kerja part time juga silahkan. Kenapa Kit?" Singto berucap dengan bangga dan tersenyum kepada anak bungsu nya yang mau menjelajahi dunia luar lebih banyak. Ucapannya terdengar begitu santai, karena ia percaya Jay bisa menjaga diri dan tidak aneh-aneh. Namun senyumannya sedikit luntur ketika melihat wajah Krist yang mengerucutkan bibirnya. Seolah paham, ia langsung menarik Krist ke dalam pelukannya dan mengusap pelan surai lembut Krist.

"Jay udah besar kok. Buktinya dia belajar di Amerika yang kita tau negara nya keras dan terlalu gelap buat dia aja berhasil survive,"

Jay tersenyum menggeleng ke arah Krist. Aish mamanya ini kenapa lucu sekali? Seolah tidak termakan usia padahal dirinya sendiri sudah kelas akhir.

"Di rumah masih ada kak Fiat ma, Jay gak bakal lupa buat pulang. Jay bakal luangin waktu buat ngehubungin mama, papa, atau kak Fiat. Mama gausah khawatir, Jay gaakan macam-macam atau nyembunyiin sesuatu dari kalian," tenang Jay pada Krist.

"Bener ya? Kata-katamu mama pegang loh ini,"

"Iya, kalau Jay ngelanggar hukum aja Jay sama marahin papa,"

"Loh? Kok papa di bawa?"

"Kan papa dukung Jay, otomatis kita dalam satu kubu,"

"Iya-iya. Kamu tidur aja udah, udah larut kan disana? Gak ngapa-ngapain juga. Kurangin begadangnya,"

"Siap! Bye ma, pa. Good night. Titip salam buat kak Fiat,"

"Heem. Malam juga sayang,"

Sambungan terputus. Jay memutuskan untuk segera menaiki kasurnya.

"Itu.. Kakak tadi ngomong bahasa apa?"

"Bahasa Thai,"

Jungwon mengernyitkan alisnya. Bukannya ia dari Amerika? Jay hanya terkekeh dan mulai menjelaskan perlahan.

"Gini, mama dan papa gue asli Thailand. Gue juga punya satu ekor kakak, namanya Fiat, asli orang Thailand juga. Nah, gue lahir itu pas keluarga lagi liburan di Seattle, Amerika. Terus kita netap disana sampai umur gue sepuluh bulan, terus kita balik lagi ke Thailand. Singkatnya gue pas SMA mutusin buat sekolah di USA, sampai akhirnya gue ikut pertukaran pelajar ini,"

"Oh gitu.. Beda sendiri ya kak, serasa jadi anak pungut,"

"Mulutnya seperti tidak bertuhan ya dek,"

"Ih. Justru anak pungut lebih di sayang dari anak kandung tau. Pengen jadi anak pungut aja rasanya. Btw mamanya seru ya kak," ucap Jungwon tiba-tiba tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang ia baca di atas kasur.

"Hah? Ahaha. Mama emang gitu orangnya, maaf ya,"

"Gapapa. Gue malah seneng kok. Orangtua lo kayaknya seru buat di ajak cerita bareng,"

"Emang orangtua lo kenapa? Lo gak pernah cerita sama mereka?"

Jungwon hanya diam, lalu tersenyum tanpa jawaban yang keluar dari mulutnya. Raut wajahnya sudah menjelaskan semuanya walaupun ia berusaha cuek. Sadar dengan ucapannya seperti ada yang salah, Jay langsung melotot.

"Jungwon maaf.. gue gatau serius.. bukan maksud gue begitu..."

"Santai aja kak. Udah biasa kok ngadepin orang yang nanya tentang orangtua, dan kakak bukan orang yang pertama kali,"

"Won.."

"Di bilang gapapa aish. Kalau kakak kek gitu gue nya gak nyaman tau,"

"Oke-oke maaf. Tapi kalau misal lo butuh tempat cerita, temen main, atau apapun, lo bisa nganggep gue sugar daddy lo,"

"Kenapa harus sugar daddy sih?!"

"Caregiver aja deh kalau gitu,"

"Heran kok malah seneng banget jadi om-om,"

"Calon om-om rich gue mah,"

"Serah lo aja lah,"

"Heh ga sopan ya begitu sama om,"

"Sialan kak gue merinding!"

"AHAHAHAH!! Lo nya biasa aja dong, gue serasa pedofil kalau begini,"

"Kan emang,"

"Loh? Gitu?"

"IYAA GAKKK. KAK UDAH IHH!!" Jungwon menutup wajahnya yang memerah karena di isengi oleh Jay daritadi. Sedangkan sang pelaku hanya sibuk menertawakan orang yang sudah ia buat salting.












































































.
.
.

TBC

.
.
.

POLAROID LOVEWhere stories live. Discover now