015.

4.5K 437 10
                                    

Raskal pulang ke rumahnya dalam keadaan rumah kosong. Baguslah! Kakaknya sudah pergi, begitupun Ayahnya. Raskal bisa merayakannya dengan makan tteok-bokki pedas dan main PS sepuasnya.

Raskal sudah terbiasa sendiri sejak Ayahnya tak lagi menganggapnya ada. Raskal hidup dari peninggalan Ibunya atau hadiah dari perlombaan, dan sebisa mungkin Raskal tidak meminta bantuan dua orang itu. Kalau pun Raskal merasa kekurangan, ia lebih suka menjual sesuatu yang ia miliki.

Entah baju bajunya, sepatu, atau peralatan olahraga yang ia punya ia jual di situs online atau ke kerabat dekat. Lalu uangnya Raskal kumpulkan dan ia simpan. Sebisa mungkin Raskal mengirit pengeluarannya.

Tapi pastinya simpanannya akan habis. Raskal akan memikirkan cara lain untuk mengumpulkan uang lebih banyak.

Raskal memasuki kamarnya. Sudah lima hari kamar Raskal kosong. Sedikit berdebu karena Raskal melarang Bi Yumi membuka kamarnya jika ia tak ada di rumah.

Sebelum Raskal merapikan kamarnya, ia melepaskan tas dan seragamnya. Mandi sejenak lalu mengenakan pakaian. Setelah itu Raskal mulai memegang gagang sapu dan menyapu lantai secara perlahan. Juga menyiapkan kain bersih untuk mengelap meja dan barang-barangnya yang berdebu.

Setelah selesai semua, Raskal baru mengeluarkan isi tasnya. Buku-buku besar ia keluarkan, lalu tumpukan surat yang sengaja Raskal bawa.

Tumpukan surat itu cukup memenuhi loker Raskal tadi, jadi Raskal membawanya saja ke rumah.

Tapi Raskal tak berniat membaca surat itu satu persatu. Raskal membuka dan meneliti tulisan familiar.

Lalu ia memilah surat itu satu persatu, jika tulisan di surat tersebut asing Raskal langsung memasukkannya ke tempat sampah.

Tersisa lima surat di atas meja. Itu adalah hasil ia memilah. Lima surat dari pengirim yang sama.

Raskal membaca dari surat pertama ia pegang. Itu tertera pada tulisan pengirim di awal isi surat. Surat-surat itu menunjukkan kekhawatirannya pada Raskal selama tidak masuk sekolah. Diam-diam Raskal terharu. Hingga di surat terakhir Raskal baca, Raskal mengeluarkan sesuatu di dalam tasnya lagi.

Anyaman bunga terbuat dari kertas berwarna merah digenggaman Raskal. Anyaman sederhana tapi membuat hati Raskal teduh. Sudut bibir Raskal terangkat. Membayangkan bagaimana Nala membuatnya susah payah, hanya untuknya.

Kanala Gianni—beberapa hari ini nama itu selalu menghiasi pikirannya. Ketika Raskal melamun, jenuh, muak, dan terpukul dengan segala yang dialaminya, nama Nala mulai sering hadir di pikirannya.

Sejak Raskal tahu Nala mengirimkan surat ini sebagai pengagum rahasia, Raskal masih tidak percaya dengan semua ini. Kanala Gianni—gadis pendiam itu menyukainya.

Entah apa alasan Nala menyukainya. Mungkin fisik yang dimiliki Raskal. Banyak orang-orang menyukainya karena itu. Raskal suka mendengarkan alasan itu dalam sekelebat saja. Tidak secara langsung. Banyak yang bilang di belakangnya kalau ia tampan, sempurna, seperti pangeran di negeri dongeng.

Sebenarnya Raskal muak mendengar alasan tersebut. Alasan klise pada setiap orang yang menyukainya.

Tapi kalau Nala, Raskal berpikir ulang. Rasanya Nala tidak menyukainya dari segi fisiknya saja. Tapi Raskal ragu juga.

Tapi jika tentang Nala--yeah! memikirkan Nala banyak tapinya. Raskal sampai pusing. Tapi pusingnya mendebarkan. Darahnya berdesir hingga Raskal menggigil.

Sejak Raskal memperhatikan gadis itu, Raskal baru sadar kalau Nala tidak seperti teman-teman di sekolah yang suka mencari perhatian padanya. Nala terlihat tenang di pandangan Raskal, namun terlihat lucu dengan kegagapan Nala di dekatnya.

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now