014.

4.2K 446 9
                                    

Nala mulai membagikan salinan tugas pada teman sekelasnya satu persatu setelah Pak Andre menutup jam pelajarannya.

Lalu Nala ke meja Jian, memberikan satu salinan padanya.

"Nala, aku minta lebih ya buat.."

"Sudah aku kasih kok."

Jian dan Nala saling menatap.

"Hah?"

Tiba-tiba saja Nala mengambil tempat di samping Jian, tempat yang biasanya Raskal duduk di kelas. Ada kebanggaan tersendiri di mana Nala bisa duduk di bangku yang selalu Raskal dudukin. Rasanya ia ingin duduk terus di bangku itu sampai besok. Tapi itu tidak mungkin.

"Nala,"

Nala terkesiap, ia lupa di sampingnya ada Jian. Nala berdeham, menetralisir kegugupannya.

"Maaf, hmm, begini," Nala berbisik sehingga Jian harus mencondongkan tubuhnya ke dekat Nala supaya ia bisa mendengar bisikan Nala dengan jelas. "Tadi aku ketemu Raskal di kedai Bang Toyib."

Jian diam-diam tercengang, bingung mau beraksi apa karena Jian dan Raskal sepakat untuk tidak menveritakan hal ini pada siapapun kalau Raskal berada di Bang Toyib. Tapi sekarang Nala tahu keberadaannya. Jadi, Jian bingung, ia harus apa sekarang.

Tapi lebih baik, Jian mendengarkan penjelasan Nala dulu. Sambil memikirkan ia harus mengatakan apa pada Nala setelah ini.

"Aku lihat Raskal duduk duduk di sana. Lalu aku langsung kasih salinan tugas Pak Andre buat dia. Aku juga udah bilang akan kasih tahu kamu."

Jian mengangguk pelan. "Baiklah."

"Jian," Nala berbisik lagi. Jian menatap Nala. "Kalau boleh tahu, Raskal, hmm.. dia.. sakit apa?"

Jian termangu. "Itu.."

"Maksudku.. apa ada sesuatu.. padanya? Maksudku.." Nala menelan ludah. Ragu mengungkapkan kecemasannya pada Jian. Takut ucapannya nanti akan menyinggung atau tidak diterima Jian.

Tapi Jian sahabatnya, pasti Jian tahu soal Raskal. Melihat Raskal sengaja bolos dan merokok sendirian membuat Nala cemas.

Bukan soal orang-orang mengetahui Raskal di dekat area sekolah dan merokok.

"Lupakan.. tidak penting.. maaf ya, Jian.."

Pada akhirnya Nala mengurungkan niatnya menanyakan keadaan Raskal. Walau Nala ingin sekali tahu, walau Nala penasaran. Tatapan kosong Raskal tertangkap Nala, pemuda yang ia sukai itu sepertinya tidak sedang baik-baik saja.

Pada saat Nala masuk ke sekolah lagi sambil membawa tumpukan salinan, Nala terus memikirkannya. Memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada Raskal sampai pemuda itu bolos dan merokok.

Tapi Nala apa, dan siapa, sampai Nala berani bertanya pada Jian tentang Raskal? Kalau pun Nala jadi menanyakan kekhawatirannya pada Jian, belum tentu Jian akan menceritakannya bukan?

Nala justru berpikir dan memantapkan diri untuk menahan rasa penasarannya, ini bukan urusannya, meskipun hatinya terus mencoba mendobrak pertahanan Nala untuk tidak bertanya pada Jian. Hatinya sedih, cemas, gelisah, tapi sekali lagi, Nala bukan apa dan siapa sampai harus berani menanyakan Raskal ada Jian.

Jian menatap punggung Nala. Bingung. Nala tampak ingin menanyakan sesuatu padanya tapi Nala mengurungkan diri. Jian yakin, Nala ingin bertanya padanya soal Raskal di kedai Bang Toyib. Mungkin ingin menanyakan kenapa Raskal di sana dan tidak masuk sekolah. Terlihat raut kecemasannya di wajah manis itu.

Tapi nyatanya Nala kembali ke mejanya dengan wajah murung. Jian memperhatikan Nala di sana. Lalu terlihat Santa menanyakan sesuatu pada Nala dan mencoba menghiburnya. Gadis itu tersenyum, walau sesaat.

Secret AdmirerWo Geschichten leben. Entdecke jetzt