013.

4.2K 445 6
                                    

Raskal baru saja sampai di rumah ketika senja langit meredup. Raskal memang sengaja pulang menjelang malam. Mengingat hari ini akan menjadi awal dari kesengsaraannya untuk kesekian kalinya.

"Raskal,"

Baru saja Raskal menuju kamarnya di lantai atas, seseorang berhasil menahannya pergi.

"Kamu baru pulang, dek?"

Raskal terpaksa menoleh. Belum apa-apa Raskal menatapnya jengah pada sosok yang ingin ia hindari hari ini dan di beberapa hari kedepan.

Berbeda dengan Raskal yang menatapnya tak suka, Kak Sandi tersenyum sumringah menatap adik kesayangannya. Sudah lama sekali mereka tak bertemu. Bahkan bertukar kabar. Lebih tepatnya Kak Sandi selalu memberinya kabar setiap hari melalui pesan singkat, tapi Raskal tak pernah ada waktu untuk sekedar membaca pesannya.

Raskal sudah lama menandakan hari ini, hari di mana Kakak yang paling dicintai oleh keluarga Sastrawijaya pulang ke tanah air. Datang dengan segala tumpukan prestasi yang diperoleh. Dan datang dengan luka baru yang sebentar lagi menimbun di hati Raskal. 

"Kata Bi Yumi, kamu pulang sekolah jam tiga sore. Ini sudah jam enam. Kamu dari mana, dek?"

Raskal tak menjawab. Ia tak mau, dan ia tak ingin menanggapinya. Pertanyaan itu hanya Raskal anggap angin lalu sekedar lewat. Hendak berbalik menuju kamarnya menghindari sosok lebih tua itu, justru Kak Sandi menarik tangan Raskal. Raskal sontak menepis pegangan Kak Sandi.

"Dek, makan bareng sama Kakak dan Ayah yuk. Kakak bawain Ayam Betutu dari teman Kakak. Teman Kakak baru buka Resto di persimpangan jalan dekat Soto langganan Ibu, kamu masih ingat 'kan? Rasanya enak banget. Kamu harus cobain."

Raskal tak mengerti apakah kakaknya pura-pura lupa atau sengaja. Ayam Betutu itu pedas, Raskal tidak bisa makan pedas.

Sengaja atau tidak, Raskal tidak peduli lagi.

Raskal hendak berbalik lagi namun dihalangi lagi.

"Dek, makan dulu baru ke kamar ya. Kakak kangen kamu, kamu nggak kangen kakak? Oh iya--kakak juga bawain kamu oleh-oleh. Kakak bawain kamu lego, kamu suka lego 'kan? Kakak bawain banyak. Mau ya lihat-lihat dulu ke sini, sebentar saja. Kakak mau banyak ngobrol sama kamu. Oh iya--masih ingat sama Kak Shena? Kak Shena titip salam sama kamu."

Sebelum Raskal menyela pembicaraan, sosok yang paling utama ia hindari muncul entah dari mana. Yang Raskal lihat, sosok itu bagaikana hantu tak kasat mata. Tiba-tiba saja mengganggu pemandangan Raskal.

"Nggak usah dipaksa kalau anaknya nggak mau makan. Biarin aja dia."

Sosok Ayah yang harusnya disegani justru tidak tampak pada sosok pria tua di hadapan Raskal. Gayanya pongah, menarik kursi makan dengan keras lalu duduk sambim menatap makanan yang sudah dihidangkan Bi Yumi sebelumnya.

"Ayo, Sandi. Ayah sudah lapar ini. Ayah juga mau mendengar rentetan prestasimu selama di Aussie. Katanya kamu baru saja diundang kedutaan besar Aussie karena telah memenangkan dua olimpiade berturut-turut."

"Ajak Raskal juga ya, Ayah. Kita ngobrol sama-sama." Bujuk Kak Sandi dengan tatapan sendu.

"Ayah maunya makan sama anak kesayangan Ayah."

"Raskal juga kesayangan Ayah."

Mendengar itu Ayah justru berdecih. "Ayah cuma mau makan sama Sandi. Anak kesayangan Ayah, satu-satunya."

Penekanan Ayah berhasil menambah luka baru di hatinya. Dengan terang-terangan Ayah tak lagi menganggap Raskal anak yang bisa ia banggakan lagi.

Dulu dan sampai saat ini Ayah memiliki ekspektasi tinggi terhadap anak-anaknya. Minimal Ayah ingin Kak Sandi harus lulus dengan nilai cumlaude di bidang fisika dan kimia. Sementara Raskal harus mendapatkan gelar kejuaraan tertinggi di bidang olahraga. Sang Ibu hanya mendukung apapun yang anak-anaknya sukai.

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now