22. Anara

119 16 6
                                    

***

Genap satu bulan Angkasa di jakarta, tanpa sekalipun menengoknya, dan Azura benar-benar menghindari lelaki itu, menjaga jarak aman, agar nanti ia tidak perlu sakit sendirian.

Pagi-pagi sekali, Ibu Anggi menelepon, mengabarkan bahwa tiga hari lagi Angkasa akan di wisuda, wanita paruh baya itu mengundang Azura bersama Eyang untuk ikut menghadiri, dan Azura benar-benar baru tahu kabarnya.

Maksudnya, Angkasa tidak pernah sekalipun mengundangnya, atau menyinggung kehadirannya di acara lelaki itu, mungkin takut bila Azura akan bertemu Anara, atau apapun itu.

Dan malam ini sebelum tidur, ia kembali mendapatkan panggilan yang bertubi-tubi di ponselnya, nama Angkasa tertera di sana, dan Azura mengangkatnya setelah membiarkan dua kali panggilan itu terlewat.

"Hai..." Terdengar suara canggung dari seberang sana, membuat Azura menyerngit, tidak biasanya.

"Udah mau tidur, yah!" Pertanyaan itu di balas oleh Azura dengan gumaman panjang, sangat malas sekali berurusan dengan Angkasa.

"Aku video call yah, kangen soalya." See? Apa dia bilang tadi? Kangen?

Lalu tanpa menunggu persetujuan Azura, Angkasa mengubah panggilan itu menjadi video call, dengan berat hati gadis itu menerima, kembali terbangun dari pembaringannya dan kini bersandar di headbord.

"Kamu di kamar aku?" Tanya Angkasa setelah meneliti sebentar, menemukan background belakang Azura yang sangat di kenalnya. "Nggak boleh, yah?"

"Oh nggak. Boleh-boleh. Tinggal disana aja, jangan balik lagi ke kamarmu"

"Iya, makasih banyak"

Lalu terjadi kediaman.

"Kamu apa kabar?"

Azura menatap Angkasa, sulit diartikan tatapan itu. "Baik. Baik banget"

Padahal ia sedang tidak baik-baik saja. Ia sedang menghadapi patah hatinya yang bahkan belum apa-apa.

"Bagus deh..."

Lalu hening lagi, beberapa saat. "Aizat ada pernah kesana?"

Pertanyaan itu harus di jawab bukan? "Ada, setiap minggu dia datang kesini. Kenapa?"

Disebrang sana Angkasa tertegun.

"Oh nggak. Nggak apa-apa..."

Lalu hening lagi, tidak ada pembahasan. Sesungguhnya Azura menunggu undangan wisuda itu langsung dari Angkasa, namun sampai sambungan terputus, Angkasa tidak mengatakan apa-apa.

Azura kecewa, kecewa sekali. Namun apa yang bisa ia lakukan?

Jadi, sehari sebelum wisuda, Eyang dan Azura berangkat ke Jakarta. Karena wanita itu yang takut akan ketinggian, sebisa mungkin menenangkan diri, menghibur diri, melawan ketakutannya sendiri.

Sampai di jakarta, ia dan eyang di jemput Om Aihan, yang meluangkan waktu istirahat makan siangnya untuk menjemput keduanya.

Untuk pertama kalinya Azura menginjakan jakarta, seingatnya.

"Tinggal lama yah, disini, Om akan bawa Azura jalan-jalan keliling jakarta." Azura melihat senyum itu melalui kaca mobil, dan membalas senyumnya.

Ayah dari Mas Aby ini memang beda, auranya positif sekali, sehingga ketika bersama beliau, Azura merasa damai.

Kedamaian yang pernah ia temukan pada Ayahnya dulu. Lelaki itu mengingatkannya pada hangat kenangan samar 15 tahun silam. Keluarganya yang harmonis, yang direnggut begitu saja.

"Lihat nanti yah, Om. Soalnya Azura juga harus cepat-cepat selesain skripsi buat daftar ujian, lagi ngejar wisuda bulan mei nanti"

Lalu Azura memperhatikan sepanjang jalan, yang jakarta ternyata penuh dengan bangunan-bangunan pencakar langit, tinggi-tinggi, dan terlihat begitu indah secara bersamaan. Pasti jika di lihat malam hari, keindahannya akan semakin bertambah.

This is HurtWhere stories live. Discover now