BAB 51

4.6K 162 17
                                    

Aku mencoba mengumpulkan kepingan hatimu yang di hancurkan.
Setelah sembuh, kau kembali kepada penghancurnya.

***

"Kau berada di Seattle?" Hardin berdiri dengan jarak satu meter dari posisi Tessa saat ini.

Hardin tak tau lagi harus mengatakan apa. Rasanya sangat hancur mengetahui semua ini, rumah yang telah ia anggap sebagai rumah untuk pulang. Tapi ternyata, rumah itu tak cukup membuat seseorang disana menunggu dengan tenang.

Sekarang Hardin tau arti bahwa selama apa pun kau bersama, sekeras apa pun kau mencoba. Tetap saja, pemenangnya tetap orang yang lama yang menepati hatinya.

"Hardin aku bisa jelaskan padamu." Tessa mencoba untuk mendekati Hardin.

Hardin hanya tersenyum kecil, ia memundurkan langkah kakinya saat ini Hardin tak ingin mendengar penjelasan Tessa. Hardin mengangkat tangannya dan menghentikan Tessa yang semakin melangkah menujunya.

"Tessa tetaplah disana saja." Hardin tersenyum kecil sebelum akhirnya ia membalikan tubuhnya dan berjalan pergi begitu saja.

Hardin masuk kedalam mobilnya, dan menghidupkan mobil Ferrari miliknya meninggalkan kawasan apartemen Axel. Hardin terus memacu roda empat itu melintasi jalanan Seattle dengan kecepatan tinggi, Hardin tersenyum lalu tertawa seperti orang yang bodoh air mata jatuh di pipinya. Hardin segera menghapus air matanya tapi lagi- lagi ia tak bisa menahan bahwa memang saat ini ia sakit hati akan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.

"Kenapa!! Kenapa kau harus berbohong padaku," ujar Hardin dengan emosi, ia memukul stir mobilnya.

Hardin menghentikan mobilnya di tepi jalanan yang sepi. Ia turun dan menutup pintu mobilnya dengan kencang, kaki Hardin melangkah menuju ke tepian. Ternyata ia berada di dekat jurang yang curam, bukankah sungguh menyedihkan jika ia menangis hanya karena seorang wanita. Tapi beginilah faktanya!! Hardin menangis dan berkali- kali mencoba menepis air matanya. Seharusnya, ia tidak menangis seharusnya Hardin tak menyerah akan hal ini. Tetapi batin Hardin mengatakan bahwa sebaiknya ia menyerah saja.

"Pernikahan bukanlah segalanya Tessa. Kebahagiaanmu, jauh lebih penting." Hardin masih mencoba untuk berpikir logis akan hal ini.

****
Axel menatap ke arah Tessa yang masih terdiam di ruang tamu, tidak membuka pembicaraan sedikitpun. Axel menemukan Tessa terjatuh tak jauh dari rumahnya. Entah, siapa yang Tessa kejar sampai kedua lututnya terluka karena gesekan pada aspal yang begitu kasar. Sehingga, merobek kulitnya.

Axel juga tak ingin bertanya akan hal ini lebih jauh. Ia mencoba untuk membiarkan Tessa mendapatkan sedikit waktu untuk mengencangkan dirinya terlebih dahulu, Axel menarik tangan Athena yang juga mengintip Tessa di balik cela Gorden.

"Athena come on."

"Daddy, ada apa dengan tante?"

"Daddy juga tidak tau pasti Athena."

Tessa hanya mendengar sayup pembicaraan kedua manusia beda usia itu. Ia terlalu lelah untuk menanggapi semua ini, rasanya Tessa ingin menyudahi semua drama ini dan membunuh pemeran antagonis di dalamnya.

Tessa terus menyalahkan dirinya atas kepergian Hardin. Tessa sempat berlari mengejar mobil Hardin yang melesat meninggalkannya, nasib sialnya ia harus terjatuh dengan kedua lutut yang terluka. Tapi, luka itu tentu saja tak sebanding dengan luka yang Hardin rasakan, semua hal itu di sebabkan olehnya.

Berjam- jam Tessa hanya termenung dan tak melakukan apapun. Ia terpejam seperti dirinya sedang tertidur, padahal sebenarnya pikirannya saat ini tak tenang sama sekali.

Suara gerakan kaki kembali terdengar, Tessa tau itu Axel tapi ia tetap tak ingin membuka matanya sampai ia merasakan sedikit pedih dan sensasi dingin di permukaan kulitnya yang terluka. Ia mencoba untuk tak bereaksi sama sekali, sampai akhirnya Tessa merasakan selimut yang menyelimuti tubuhnya.

"Apa yang terjadi denganmu hemmm?"

Suara itu kembali terdengar di telinga Tessa, Tessa tak bisa lagi menahan diri dan membuka matanya kembali bertemu dengan sepasang rentina mata yang menatapnya dengan sayup.
"Kenapa kau disini?" Tessa mendorong tubuh Axel yang berada dalam jarak yang dekat dengannya.

"Aku hanya khawatir."

"Tak perlu khawatir kepadaku! Khawatirkan saja dirimu yang pengecut itu!!" Tessa meluapkan emosinya dadanya bergemuruh memikirkan apa yang terjadi dalam hidupnya bermula dari Axel.

"Semuanya karenamu sialan!" Tessa kembali memaki Axel yang berada di depannya. Tessa tak peduli lagi bagaimana perasaan Axel, Tessa hanya ingin mengungkapkan semua kemarahan yang sudah ia tahan selama ini.

"Tessa aku minta maaf." Axel mengatupkan kedua tangannya ia benar- benar merasa bersalah.

"Aku tak akan memaafkanmu...sebelum aku membalas dendam pada ibumu dan mantan istrimu!" Tessa kembali meninggikan suaranya ia menatap Axel dengan penuh kebencian yang telah memuncak tinggi.

"Apa yang mereka perbuat padamu?" Axel menatap Tessa dengan bingung.

"Mereka membunuh anakku, lebih tepatnya! Mereka membunuh darah dagingmu sendiri." Tessa manarik napasnya panjang, sudah saat Axel harus mengetahui semua kebusukan yang di lakukan ibunya.

"Tessa jelaskan aku dengan perlahan, aku tak mengerti apa yang kau maksud?"  Axel semakin tak mengerti dengan apa yang di maksud oleh Tessa.

"Tujuh tahun yang lalu... Apa kau ingat aku pernah mengandung? Bayi itu seharusnya bertemu denganmu tapi, karena ulah ibu ia harus mati!" Tessa menjelaskan hal itu sesingkat- singkat mungkin. Karena rasa tak akan bisa lagi, Tessa menjelaskan secara detail semua luka yang masih membekas hingga saat ini.

"Tidak...tidak mungkin ibuku melakukan seperti itu." Axel menggelengkan kepalanya ia masih tak percaya dengan apa yang Tessa katakan.

"Aku sudah yakin kau akan membela ibumu, tetapi aku! Tak akan membiarkan hal itu!! Aku kembali untuk menyelesaikan semuanya, semua hal sialan! Dan tak adi terjadi padaku." Tessa mengeluarkan ponselnya, ia memutar video dimana ia sempat bertengkar dengan Dara sebelum wanita tua itu mendorong tubuh Tessa dan menabrak adalah Gisella mantan istrinya Axel.

Axel menyaksikan semua itu dengan tidak percaya bahwa ibunya sejahat itu kepada Tessa. Axel pikir ibunya telah berbaik hati saat Axel berpisah dengan Tessa tetapi, yang terjadi sungguh di luar dugaan. Ibunya malah mencelakai Tessa hingga membuat bayi yang merupakan darah daging Axel meninggal.

"Apa kau hanya diam? Kau hanya diam menyaksikan semua ini? Jawab! Baiklah diam saja dan lihat apa yang aku lakukan!" Tessa ingin segera berlalu dari Axel tetapi, Axel menahan tangan Tessa.

"Tessa lakukan apapun, aku akan berada di pihakmu." Ucapan Axel berhasil membuat Tessa terdiam ia tak menyangka akan jawaban Axel. Senyum Devil Tessa muncul, ia sudah mendapatkan kelemahan Dara kini berpihak padannya.

"Kau yakin?" Tessa kembali bertanya dengan wajah datarnya.

"Hmm aku sangat yakin! Aku taka akan membela orang yang jahat lagi, mereka harus mendapatkan hukuman seadil- adilnya atas hal ini." Axel mengangguk yakin, ia tak perduli ibunya.

𝐍𝐀𝐔𝐆𝐇𝐓𝐘 𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓𝐀𝐑𝐘Where stories live. Discover now