BAB 38

4.7K 146 0
                                    

Tessa menatap pemandangan laut yang terhampar luas ada di hadapannya. Beginilah, Suasana di balkon kamarnya saat di pagi hari. Sedikit demi sedikit membuat ia merasa tenang langit yang awalnya masih sangat gelap, perlahan mulai memperlihat pesonanya semburan cahaya kecil yang berasal dari ufuk timur membuat semuanya semakin indah.

Tessa ia masih setia mendengarkan suara deburan ombak yang menghempas tebing. Apartemennya sedikit jauh dari laut tapi entah kenapa, cipratan air laut terasa menyentuh permukaan tangannya.

Kopi tanpa kafein yang berada di dalam mug tak lagi beruap bahkan mungkin saja telah dingin.

Tangan kanan Tessa menggenggam buku parenting untuk singel mother. Sedangakan, tangan kirinya mengusap dengan perlahan perutnya yang sudah membesar bayinya telah tubuh tujuh bulan di dalam rahim kecilnya. Mereka berdua telah melewati banyak hal bersama, berbagi rasa sedih maupun bahagia. jiwa mereka sama dan sebentar lagi raga itu akan keluar melihat dunia jujur saja hal itu sangat Tessa nantikan.

"Kau menyukai suara ombak? Tampaknya kau akan jadi wanita yang tangguh dariku, mommy belum menyiapkan nama untukmu." Tessa meletakan buku yang ada di tangannya dan meletakan kedua tangannya di permukaan perutnya. Mengganggu aktivitas bayinya adalah hal yang menyenangkan.

"Hei bangunlah, Berikan mommy reaksi kecil." Tessa masih menunggu dengar sabar pergerakan bayinya yang biasanya menendang perutnya dengan sangat kencang.

"Aaawwww." Tessa terkejut saat sensasi sakit karena bayinya yang mulai menunjukan reaksi aktif.

"Kau marah karena mommy membangunkan dirimu. Mommy tak sabar, menunggu dua bulan lagi kita akan bertemu." Tessa tersenyum membayangkan wajah bayi yang ada di dalam perutnya.

Tessa menyesap dengan perlahan kopi yang ada di dalam mug. Rasanya tak lagi panas hanya dingin dan rasa pahit karena sedikit saja Tessa meletakan gula didalamnya. Tessa pindah dari apartemennya yang berada di seattle. Sekarang ia berada di lokasi yang sedikit jauh dari perkotaan, tak ada gedung pencakar langit selain rumah warga dan suasana kampung dipinggiran pantai.

"Hallo."

"Kau minum kopi lagi!!"

"Astaga Berlin! Berhentilah berteriak." Tessa menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Kau yang berhenti sialan! Apa susu hamil habis!! Aku sudah katakan kopi tidak baik untuk kehamilan."

Tessa hanya mendengus mendengarkan ocehan Berlin yang selalu memantau keadaannya.

"Berlin ini hanya kopi tanpa kafein." Tessa kembali menjelaskan saat Berlin telah berhenti mengoceh.

"Tidak ada kopi tanpa kafein! Kau hanya di bodohkan dengan iklan. Minuman tanpa kafein susu aku percaya itu, Apa Hardin tak memperhatikanmu?"

"Berlin... Hardin juga sibuk dengan pekerjaannya." Tessa tak ingin merepotkan banyak orang lain lagi.

"Itu tugas Hardin yang harus memperhatikanmu!!"

"Tapi...Hardin bukan ayah biologis dari anak yang aku kandung!! Ia tak punya kewajiban akan hal itu." Tessa kembali merasa sedih mengingat berapa banyak Hardin dan Berlin membantunya.

"Ayah biologinya juga telah melupakanmu, pria bajingan itu akan menikah pertengahan tahun!"

Tessa terkejut. Ia tak tau Axel akan menikah karena sejak perpisahan itu mereka tak lagi bertemu satu sama lain, dan sepertinya reaksinya terlalu berlebihan saat ini. Tessa merasakan sakit hati seharusnya ia biasa saja bukan? Toh mereka juga saling melupakan satu sama lain, hanya Tessa saja yang masih membawa lukanya sampai saat ini.

"Tessa...aku salah bicara."

Tessa kembali mendengar suara Berlin yang terasa menyesal akan perkataanya barusan. Menurut Tessa tak masalah, jadi ia tau bagaimana kamar Axel meskipun saat mendengarnya seperti ada benda tajam yang menikam jantungnya.

𝐍𝐀𝐔𝐆𝐇𝐓𝐘 𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓𝐀𝐑𝐘Where stories live. Discover now