BAB 47

5.2K 164 104
                                    

"Kau sudah bangun."

Suara bariton itu kembali terdengar saat langkah kaki Tessa keluar dari kamarnya. Tessa pikir Axel telah pergi bekerja, tetapi yang terjadi sungguh di luar dugaanya Axel masih berada di meja makan bersama putri kecilnya.

"Hmm." Tessa hanya bergumam kecil ia tak tau harus bersikap seperti apa. Karena rasanya, masih terlalu asing.

"Duduklah ayo kita makan bersama." Axel berdiri dari tempat duduknya, dan menarik satu kursi untuk Tessa tempati.

Tessa hanya terdiam saat Axel kembali bersikap manis yang membuat ia merasakan Dejavu. Alih-alih duduk di kursi yang telah Axel siapkan, Tessa malah memilih menarik kursi baru untuk dirinya sendiri. Hal ini bertujuan bahwa ia ingin menujukan pada Axel dirinya tak akan lagi mengikuti permintaan pria itu.

Axel hanya terdiam saat melihat Tessa duduk di kursi yang lain. Sedangkan, dirinya sudah berharap besar sebelumnya. Tetapi Axel menutupi kekecewanya itu dengan senyum lebar ia berjalan menuju pantry dan mengambil segelas susu coklat dan menuangkanya kedalam gelas kaca.

Tessa memperhatikan di atas meja sudah ada satu gelas susu coklat. Lalu untuk apa Axel kembali membawakan segelas susu coklat, sebelum pria itu membawakan untuknya Tessa telah lebih dulu menghentikan Axel.

"Aku tidak bisa minum susu coklat...aku minum air mineral saja," Tessa menatap Axel dengan wajah datarnya.

Axel kembali di kecewakan saat tanganya sudah memegang erat gelas kaca yang akan ia serahkan kepada Tessa. Tapi lagi- lagi Tessa menolak dengan alasan yang bagi Axel seperti di sengajakan. Wajar saja, mungkin Tessa masih membencinya.

"Baiklah maafkan aku.... Kupikir kau menyukai susu coklat di pagi hari." Axel kembali tersenyum kecil dan meletakan susu coklat itu di atas meja pantry.

Ia kembali mendekati Tessa dengan segelas air mineral dan memberikanya kepada Tessa. Tessa akhirnya menyerah dan mengambil gelas itu dari tangan Axel, Tanpa berpikir panjang Tessa meneguknya air hingga tandas.

"Tante mau ini?"

Tessa menyadari bahwa di meja makan bukan hanya ada dirinya dan Axel. Tapi juga ada Athena, anak kecil hanya diam sedari tadi.

"Selamat pagi Athena." Tessa menyapa Athena dengan senyum tipis.

"Selamat siang tante."

Tessa langsung terdiam ia melihat Axel yang menahan tawa, Tessa melupakan bahwa saat ini tak lagi pagi tapi telah menjelang siang hari.

"Jam sembilan cukup siang untuk di bilang pagi." Tessa menggangguk kecil, saat tangan kecil Athena memindahkan roti kedalam piringnya.

"Selamat makan tante."

Athena berdiri dan mengecup pipi Tessa dengan cepat. Tessa yang mendapatkan perlakuan ini terdiam, jujur ia kembali binggung harus bersikap seperti apa.

"Maafkan anakku...dia terbiasa mengucapkan selamat makan dengan kecupan." Axel langsung menjelaskan kepada Tessa apa yang di lakukan putrinya, karena Axel juga tak menyangka Athena akan seberani itu kepada Tessa.

"Aaaa tidak apa-apa, Athena hanya anak kecil." Tessa tersenyum kecil dan membelai kepala Athena dengan lembut.

Tessa menikmati roti yang terasa sangat nikmat meskipun, hanya roti dengan olesan selai biasa. Tapi berbeda rasanya, ketika Tessa mendapatkan curahan kasih sayang dari Athena, Hatinya langsung menghangat.

Saat menikmati makanananya bell kembali terdengar. Mata Tessa berpusat kepada Axel yang telah berdiri dan mengambil tas, dan juga membantu Athena memakaikan jaket. Entah kemana mereka akan pergi Tessa hanya diam sampai akhirnya mereka menghilang di balik pintu.

Tessa hanya kembali melanjutkan makananya. Tak lama kemudian wajah Axel kembali muncul dan duduk di hadapanya, tepat di posisi kursi Athena tadi. Suasana rasanya berubah menjadi dingin, mereka berdua hanya berdiam tanpa membuka suara sedikitpun.

"Athena pergi les piano. Ibuku memintanya untuk les piano.... padahal, aku ingin Athena belajar menungang kuda." Axel sedikit bercerita tentang putrinya.

"Dia masih kecil untuk melakukan itu." Tessa menjawab dengan senyum smirk.

"Dimana ibumu sekarang? Apa dia masih sehat?" Tessa menatap mata Axel rasanya, ingin ia luapkan semua amarahnya kepada Axel.

"Hmm Mommy masih sehat...ia mulai membaik dan tak lagi sakit- sakit sejak tujuh tahun yang lalu."

"Karena ibumu tak sakit! Dia hanya pura-pura sialan!" Tessa mengumpat dalam hatinya.

Dara hanya berakting untuk mendapatkan semua yang ia mau saat ini. Tahukah dia, bahwa tak selamanya semua yang wanita itu inginkan akan ia dapatkan! Dara hanya wanita tua yang tak sadar akan kematian, dan juga karma yang akan menimpa hidupnya.

"Aaah benarkah... Sepertinya, aku harus bertemu ibumu untuk sekedar memberi sapaan." Tessa meletakan potongan roti yang masih tersisa, rasanya tak lagi berselera untuk di makan.

Axel terdiam ia tak tau harus menjawab ucapan Tessa dengan apa. Axel hanya sedang berpikir bagaimana jika ibunya bertemu dengan Tessa, apa ibunya tetap akan membenci Tessa? Axel sudah bersusah payah untuk bertemu dengan Tessa ia tak ingin lagi di pisahkan.

"Ibumu ulang tahun sebentar lagi bukan?" Tessa menatap poselnya dan melihat dua hari lagi ulang tahun Dara.

"Dari mana kau tau Tessa?" Axel terkejut. saat mendengar Tessa menyebutkan hari ulang tahun ibunya.

"Kenapa kau terlihat terkejut?" Tessa mengangkat satu alisnya. Tessa kembali berdiri dan berjalan menuju pantry, menuangkan air kedalam gelasnya dan meminumnya. Matanya tak lepas dari menatap wajah Axel.

"Ibumu. siapa yang tak menggenali istri Xander Leonard? Wanita yang cukup berpengaruh bagiku." Tessa mencekram gelas kaca yang ada di tangannya.

"Berpengaruh?" Axel kembali bertanya karena merasa janggal dengan perkataan Tessa.

"Yah bukankah, jika tidak ada Dara kau tidak ada disini?" Tessa tertawa sumbang.

"Kau bercanda rupanya." Axel juga ikut tertawa.

Tessa hanya melihat Axel dengan rasa kasihan. Sungguh lebih menyedihkan menjadi Axel, yang harus lahir dari rahim wanita sejahat Dara.

"Apa yang terjadi dengan istrimu?" Tessa tiba-tiba saja kembali bertanya akan hal yang seharusnya tak perlu ia ketahui.

"Aku sudah bercerai dengannya." Axel menatap Tessa rasanya ia ingin menangis.

"Kenapa? Bukankah itu pilihanmu." Tessa kembali menyidir Axel dengan ucapanya, betapa sakitnya jika Tessa mengingat saat ia kembali bertemu dengan Axel yang akan menikah saat itu.

"Gisella pilihan ibuku... Aku hanya mencintaimu saat itu." Axel dengan gamblang menjawab ucapan Tessa.

"Lagi- lagi ibumu menggatur kehidupanmu. Apa kau tak lelah terus di atur seperti robot?" Tessa berjalan mendekati Axel dan berdiri di hadapan Axel.

"Kau bukan robot sayang... Kau manusia!" Tessa menyentuh satu pipi Axel dan membelainya, bulu- bulu halus menyentuh permukaan tangan Tessa.

Di mata Tessa Axel pria menyedihkan. Mata Axel terlihat memerah pria itu seperti akan menangis, dengan cepat pula Tessa menarik kembali tanganya dari pipi Axel. Ia segera membuang wajahnya ke arah lain, Tessa tak ingin kembali kasihan kepada Axel, sudah cukup ia terlalu baik! Saatnya ia harus menjadi Tessa yang tak punya hati.

"Kau benar aku bukan robot... Aku terlalu bodoh sampai aku kehilangan dirimu." Axel berkata dengan lirih rasanya suaranya tercekat di tenggorokannya.

"Kau sudah kehilangan aku sejak lama." Tessa memutar tubuhnya, ia menatap axel dengan tatapan dingin nyaris membunuh axel dengan tatapanya.

"Kau sudah kehilangan aku tujuh tahun!.. Tujuh tahun! kau sudah kehilangan TESSA AZELA yang menyedihkan itu!! Saat ini di depanmu hanya ada Tessa yang tak punya hati." Tessa mengepalkan tangannya.

.
.
.
.
.
.
Yuhuu author back hahah gimana nih sabar ini level marahnya masih level 2. Nanti kita gas poll yah kalau dah ketemu Mak lampir.

𝐍𝐀𝐔𝐆𝐇𝐓𝐘 𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓𝐀𝐑𝐘Where stories live. Discover now