Chapter 16. Jangan Takut Akan Gelap

9K 2K 566
                                    

Vote sama komen dulu coba, biar nggak kelupaan. Terbukti kan part 15 aku repost, ternyata banyak yang belum vote?

Part depan bisa kali 1000 vote. Komennya 7 juta?

Wkwk...

Udah baca yang di Karyakarsa, belum? Jangan salahin aku, ya, kalau bengong kok mereka bisa sekalem ini di part ini. Hoho...

Aku dan Pram berdiri di ambang pintu kamar utama yang letaknya di lantai satu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Aku dan Pram berdiri di ambang pintu kamar utama yang letaknya di lantai satu. Kalau ngelihat dari ukurannya, aku yakin ini dulunya kamar tidur Pak Bachtiar dan Bu Sri Astuti. Kamar itu lengang dan kosong. Tembok putihnya sudah agak menguning. Hanya ada sebuah ranjang ukuran besar dan meja rias dengan cermin yang tersisa di dalam. Ranjang sudah ditata rapi, berseprai dan dilengkapi bantal, serta guling. Terlihat nyaman. Sayangnya, jendelanya telanjang. Nenek Pramana nggak sekalian masang tirai di sana. Di luar gelap dan mendung. Kemungkinan sebentar lagi hujan turun. Kalau aku tidur di sini, aku harus membelakangi jendela, atau aku nggak akan bisa memejamkan mata sampai pagi.

"This is where the magic happens," kata Pramana tiba-tiba. Aku mengernyit jijik sambil menoleh dan menatapnya. "Ayah dan ibuku berhubungan seksual di sini, lalu lahir kakakku... kemudian aku menyusul beberapa tahun setelahnya."

"Nggak ada yang butuh informasi kayak gitu," geramku, bergidik.

"Umur berapa kamu tahu ayah dan ibumu harus berhubungan seksual dulu sebelum kamu dan saudara-saudaramu lahir?"

"Pram...."

"Waktu aku masih SD... tetanggaku ada yang kepergok selingkuh sama warga pas istrinya lagi di tempat kerja. Heboh banget sekampung. Sampai anak-anak seusiaku aja ngomongin kasus itu. Kabarnya, mereka dilabrak waktu lagi sama-sama telanjang."

"Siapa namanya?" tanyaku tertarik, aku juga pernah dengar kasus itu.

"Pak Mustafa," jawab Pram. "Kamu denger juga?"

"Kalau nggak salah...," gumamku, mengingat-ingat.

Pramana tertawa kecil.

Aku penasaran, "Kenapa?"

"Enggak...," gelengnya.

"Pasti cerita jorok, ya?"

"Bukan. Waktu itu aku syok bukan main. Kok bisa perempuan sama laki-laki telanjang bulat di dalam kamar? Apa mereka nggak punya rasa malu? Habis itu aku baru tahu dari Kuva, kakakku, laki-laki dan perempuan memang saling telanjang kalau mau berhubungan seks. Aku juga baru tahu supaya punya anak... mereka harus berhubungan seks, yang artinya kedua orang tuaku juga ngelakuin hal yang dilakuin Pak Mustafa dan pacar gelapnya. Sejak saat itu kalau ngelihat ayah dan ibuku masuk kamar, rasanya aku mau muntah."

Gantian aku yang ketawa, "Kupikir dulu orang melahirkan keluarnya dari pusar."

"Bukan dari vagina?" seru Pram vulgar.

Factory RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang