2. Naren Pikun

13.1K 2.5K 595
                                    

"Nanya-nanya mulu kaya sales panci."

- Happy Reading -

•••

Hari pertama Naren dan Juan mengenakkan seragam SMA setelah satu minggu MPLS dengan seragam hitam putih seperti karyawan toko dalam masa training. Keduanya berangkat bersama, dengan motor masing-masing. Untung saja Jamal sedikit menuruni bibit-bibit baik dari Reyhan, sehingga Naren diperbolehkan mengendarai motor sendiri, mengikuti gaya hidup Juan yang sedikit lebih bebas.

"Lo ngerasa bongsor banget nggak sih pake seragam SMA?" tanya Juan, keduanya kini berjalan beriringan di koridor sekolah.

"Enggak lah, badan gue kan mungil kaya upil."

Agaknya Juan memang salah orang untuk bertanya hal-hal demikian. Naren ini tingkat kepercayaan dirinya sudah diatas rata-rata. Jadi, tidak ada hari tanpa memuji diri sendiri.

"Iya dah, serah lo." Juan memalingkan wajahnya membuat Naren terkekeh.

"Eh, kita duduk sebangku ya, Cok," ujar Naren.

Juan mengernyit heran, "sebangku? Bukannya kita beda kelas?" tanyanya bingung.

Naren mennyunggingkan senyumnya, "lo lupa kalo segala sesuatu bisa diatasi dengan uang?" tanyanya dengan kedua alis yang dinaik-turunkan.

"Hah? Lo bayar guru cuma biar sekelas sama gue?"

"Dih, tujuan gue biar sekelas sama Starla, anjrit, bukan sama lo."

"Tapi lo mintanya duduk sama gue." Juan memutar bola matanya malas.

"Ya kalo duduknya sama Starla, dia nggak bisa diajak nakal."

"Gue juga nggak bisa."

"Nggak bisa diajak nakal, tapi lo yang ngajak gue nakal." Naren memicingkan kedua matanya.

Juan terkekeh, ia merangkul bahu Naren dan berjalan sedikit cepat menuju kelasnya. "Nggak papa, kita nakal bareng aja."

"Btw, kalo udah di kelas panggil nama gue Juan, jangan Cok," ujar Juan memperingatkan.

"Bener dong, nama lo kan Juancok, jadi gue panggil ujungnya."

"Nama gue Juandara, anjir. Meskipun nggak estetik dan nggak panjang, seenggaknya lo panggil sesuai Akta Kelahiran gue."

"Oh, lo punya Akta Kelahiran?" Tanya Naren.

"Punya, anying. Gue juga punya Emak Bapak, kalo lo lupa."

Naren mengangguk-anggukan kepalanya, "lo dulu lahirnya juga keluar dari 'itu' emak lo kan?"

"Nggak, gue keluar dari ubun-ubun Bapak gue."


•••

"Aduh, senangnya dalam hati, sekelas sama Starla."

Entah sudah kali keberapa Starla menghela nafasnya dalam satu hari ini. Tadinya ia sedikit merasa lega karena akhirnya tidak satu kelas lagi dengan Narendra, tetapi ternyata itu hanya bertahan beberapa menit saja. Karena sekarang laki-laki itu sudah kembali mengganggunya dan duduk tepat di belakangnya.

NARENDRA [TERBIT]Where stories live. Discover now