❝ Harusnya lo semua ikut saran gue tadi, kita cabut sekelas.❞
⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹
26 Siswa yang berjuang untuk tetap hidup di lingkungan yang mereka tidak ketahui mengapa mereka bisa ada disana. Mereka disis...
"Gue tau harusnya gue gak ngajak Shaza, gue minta maaf, .."
"gue penasaran sosok itu mau kemana, mungkin aja dia tau dimana Teo, Mia, Wonia, Raka sama Mora kan?"
"Tapi ternyata gue salah, sosok itu masuk ke salah satu ruangan dilorong itu, ... dan ini informasi penting nya," lagi-lagi Lianz menjeda perkataan nya.
"Sosok berjubah hitam bertopeng itu, .. mereka ada tiga, dan mereka bertiga itu manusia, bukan hantu atau apapun yang selama ini kalian bayangin." ucap Lianz.
"Gila, pasti mereka psychopath tuh." sahut Altharel.
"Jangan-jangan mereka dalangnya?" tanya Ryula.
Lianz mengangguk, "Lo liat wajahnya gak, Li?" Arka bertanya.
Lianz mengangguk kembali, "Bahkan dua diantara mereka gue kenal orangnya!"
"Siapa?"
Ting!
Belum sempat Lianz menjawab, pintu elevator terbuka, mereka bertujuh saling berpandangan.
Lorong didepan mereka sangat gelap, hanya ada cahaya remang-remang yang berasal dari dalam elevator.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Altharel mengambil inisiatif untuk mengecek keluar elevator terlebih dahulu, lalu diikuti keenam temannya yang lain.
Revano celingak-celinguk memastikan sesuatu, "Ini kan lantai tiga?"
"Lah? jadi elevator ini bukan mau bawa kita ke lantai satu?" tanya Arka.
"Didalam elevator itu tombol nya cuman ada satu, yaa jadi gue pencet itu aja." jawab Altharel.
Getsy mendesah, " Bukannya mempercepat waktu, kita malah buang-buang waktu ke lantai tiga .." kata Getsy, jujur, ia kira elevator tadi membawa mereka yang tersisa ke lantai satu.
"Kita belum selesai .." sahut Lianz, membuat keenam temannya bingung.
"Masih ada babak selanjutnya, sosok berjubah hitam itu yang bilang tadi." tambah Lianz.
"Ada babak kedua? berarti tantangan nya semakin susah dong?" kata Arka.
Pasrah, mereka bertujuh sudah benar-benar pasrah.
"Disetiap permainan, pemenang nya cuman ada satu, dan itu artinya dari kita bertujuh, cuman ada satu yang selamat."
Perkataan Erik barusan membuat keenam temannya menoleh padanya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
Altharel mendengus, "Pesimis banget jadi orang." ucapnya sinis.
"Gue gak pesimis, tapi emang kenyataan gitu." jawab Erik seadanya.
"Terus kalo lo tau pemenang nya cuman ada satu, lo mau apa? mau numbalin kita kayak lo numbalin Reihan waktu itu? terus lo keluar sebagai pemenang dipermainan ini, gitu?" kata Altharel.
Erik mencelos, perkataan Altharel barusan sukses membuat Erik tertegun.
"Gue gak numbalin Reihan," gertak Erik.
Altharel tertawa lucu, merasa lucu atas jawaban yang diberikan Erik.
"Maling kalo ngaku, penjara penuh. Udahlah, ngaku aja. Dalam situasi kayak gini, siapa sih yang mau mati?"
Ryula mendesah pendek, ia benci situasi perdebatan ini, "Lo berdua bisa diem gak?"
Krieeettt ..
Mereka menoleh, sedikit terperanjat kaget ketika pintu elevator dibelakang mereka tertutup dengan sendirinya.
Seketika lorong itu kembali gelap, namun kali ini tak segelap saat mereka berada di lantai dua.
"Selamat kalian telah berhasil keluar dari level 1 dengan selamat! kini kalian hanya tersisa 7 orang dari 26 siswa."
"Kini kalian berada di level 2."
Suara itu muncul ditengah kegelapan lantai tiga, 'Ada babak kedua? berarti tantangan nya semakin susah dong?' kata-kata Arka tadi terus berbayang dibenak mereka.
Benar kata Altharel, Erik memang pesimis semenjak kematian Reihan,
Seperti nya, tak hanya Erik yang pesimis tetapi keenam temannya yang lain juga, tak ada yang bisa membayangkan siapa yang bisa keluar dari sini dengan selamat.
"Selangkah lagi kalian akan menemukan pemenang nya!"