❝ Harusnya lo semua ikut saran gue tadi, kita cabut sekelas.❞
⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹
26 Siswa yang berjuang untuk tetap hidup di lingkungan yang mereka tidak ketahui mengapa mereka bisa ada disana. Mereka disis...
Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.
Mereka berdelapan sontak masuk kedalam Elevator dengan hati riang, akan kah ini adalah akhir dari semuanya?
"Selamat datang di Elevator!"
"Oh tidak, Elevator tidak dapat naik keatas, muatan hanya cukup untuk 7 orang saja!"
Suara itu menggema disepanjang lorong yang gelap, lantas mereka semua saling berpandangan, menghitung jumlah mereka sekarang.
"Jumlah kita ada delapan orang .." ucap Ryula pelan, lebih tepatnya seperti orang yang sudah putus asa.
"Sekali lagi, Elevator tidak dapat naik keatas. Muatan hanya cukup untuk 7 orang saja!"
"Kalian punya waktu 1 jam dari sekarang, jika Elevator ini tidak digunakan, maka kalian semua tidak akan pernah bisa keluar dari permainan ini dan terjebak selama-lamanya."
Mereka berdelapan menelan salivanya susah payah, haruskah salah satu dari mereka ada yang mengalah? atau tetap dilantai dua ini bersama-sama dan akan terjebak selamanya?
Ah, membayangkan nya saja sudah mengerikan. Terjebak disini sama saja mati dengan sia-sia.
"Biar gue aja yang keluar dari Elevator ini, kalian naik aja." ucap Erik pelan.
Ketika Revano, Ryula, dan Lianz hendak protes, tiba-tiba Shaza melompat keluar Elevator lebih dulu lalu berlari masuk kedalam lorong yang amat gelap, hingga punggungnya tak lagi terlihat disana.
Jelas mereka terkejut,
"SHAZA!" teriak Lianz, ia pun ikut mengejar Shaza, tanpa memperdulikan panggilan keenam temannya di dalam elevator yang terus berteriak memanggil namanya dan nama Shaza.
"Za, lo dimana?" teriak Lianz lagi, sepertinya ia sudah berjalan cukup jauh dari elevator berada.
Lianz berhenti, kini ia tidak bisa melihat apa-apa, benar-benar hitam.
"Za .."
grrrh – grrhh
Seketika tubuh Lianz menegang, suara itu persis seperti suara hewan berbadan ular dengan kepala harimau yang merenggut nyawa Syakara dan Prevan temannya.
"Shaza .." panggil Lianz pelan, otaknya sudah mengirim sinyal bahaya, namun kakinya masih enggan untuk berlari dari sini.
"Shaza, ayo kita balik ke elevator .." ucap Lianz sedikit berteriak, dan ..