Ide Gila

11 2 0
                                    

-Selamat Membaca-
Salam ceria dari Matcha
(◍•ᴗ•◍)❤





"Deka memang gila kerja. Minggu pun kita diperintahkan untuk menghadiri pertemuan," ujar Jovan.

Pria lain yang berada di sampingnya ikut berkata, "benar. Aku kewalahan mengingatkan Deka untuk berhenti sejenak. Setiap hari, setiap saat, selalu ada hal yang ia pikirkan.".

Terdengar helaan napas berat dari keduanya. Ditambah dengan celetukan seseorang yang berada di belakangnya, lebih tepatnya berjalan di belakang Jovan.

"Diam dan turuti sajalah. Anggap ini hiburan untuknya."

Ketiga pria itu adalah Jovan, Gallen, dan Fathir. Mereka baru saja datang dari rumah. Ah, mungkin Jovan. Gallen dan Fathir sudah tahu lebih dulu apa yang ingin diutarakan oleh Deka. Sejak di rumah, semalam,  Deka mengatakan bahwa ia ingin mengajak mereka berunding mengenai opininya yang lain. Setelah 3 hari yang lalu mereka bertemu membahas arti dan fungsi robot, serta kasus Aldeir Charge yang terkena plagiarisme itu, sekarang mereka bertemu lagi dan akan membahasnya lebih lanjut.

"Hey! Tunggu aku!" Seorang pria berlari menghampiri ketiganya, padahal lift hendak terbuka.

Pria itu adalah Kalil yang terlambat mengikuti karena mampir ke warung makan di pinggir jalan untuk mengisi kekosongan perutnya. Tadi pagi ia tidak sempat sarapan karena kehilangan dompetnya yang entah ia letakkan di mana.

Ketiganya menoleh, melihat Kalil yang tergopoh-gopoh membawa kantung plastik merah. Ukurannya tidak terlalu besar, dan sepertinya itu seperti kuah. Apakah itu makanan?

"Cepat, Lil!" greget Gallen yang menyuruh Kalil untuk berjalan lebih cepat. Kalau Kalil mau, berlari saja.

Sayangnya, bukan mempercepat langkah kakinya, justru Kalil berjalan dengan santainya. Katanya, ia lelah berlari dari awal masuk ke kantor sampai ke sini. Itu sangat melelahkan.

"Lama banget. Liftnya udah ketutup lagi, nih!" protes Fathir melirik tajam ke arah Kalil. Sedangkan Kalil yang dilirik hanya menunjukkan senyum cengirnya, tidak merasa bersalah.

"Hehe, maaf, atuh! Aku, kan, capek lari. Jangan emosi pagi-pagi, ya, Thir. Nanti aku bagi permen kaki," balas Kalil.

"Aku bukan anak kecil yang doyan makan permen!" sinis Fathir, menyilangkan tangannya di dada. Kemudian, bersandar di sisi pintu lift sembari menunggu ada lift yang berhenti dan terbuka.

"Naik tangga, yuk!" Jovan mengajak mereka untuk naik tangga agar cepat sampai, tapi itu bukanlah ide yang bagus.

Tangga di perusahaan ini yang menuju lantai teratas, ruangan Deka, sekitar 73 anak tangga. Bukankah itu akan menguras tenaga?

"Makin lama!" sambar Kalil yang kini ikut kesal juga.

Namun, tidak lama kemudian ada lift yang turun dan terbuka, di sana ada seorang pria yang ke luar. Pria yang sebelumnya tidak pernah mereka lihat. Apakah dia rekan Deka juga?

Mereka masuk dengan cepat, terbuai dengan pikirannya masing-masing. Memikirkan siapa gerangan pria itu? Karena mereka tidak pernah melihatnya, mereka sempat mengira bahwa ia adalah penyusup. Bagaimana tidak? Pakaiannya serba hitam, ditutupi oleh masker.

Lift terbuka kembali, mereka sampai di lantai paling atas. Saat ke luar dari lift, mereka telah disuguhi oleh sebuah pintu berukuran cukup besar yang berada tepat di depan lift. Sebuah ruangan tempat Deka melakukan penelitian dan pertemuan. Cukup besar, ukurannya 2 kali lipat dari kamarnya sendiri.

Mereka berempat masuk. Rupanya, Deka ada di sana. Bersama Jarrel dan Lyora. Canggung? Pastinya. Sejak awal mereka masuk, tidak terduga bahwa mereka bersama. Jadi, masuk ke ruangan pun hanya diisi oleh suara kertas yang dibuka dan keyboard komputer yang berbunyi. Sama sekali tidak ada pembicaraan.

Power Actuator (Deka) | Segera Terbit ✔️Where stories live. Discover now