Rencana Devan dkk

163 90 22
                                    

Pagi ini, seluruh siswa berkumpul di lapangan sekolah untuk melaksanakan apel pagi seperti biasa. Beberapa tausiah atau nasihat singkat disampaikan oleh bapak, ibu guru maupun siswa-siswi yang berkenan.

"Selamat pagi semuanya," sapa pak Tohir menggunakan pengeras suara, atau biasa kita kenal dengan mikrofon.

"SELAMAT PAGI JUGA, PAK!" Sahutan riuh terdengar, beberapa siswa juga mulai berbincang untuk menebak nasihat apa yang akan disampaikan.

"Disini saya hanya ingin memberitahu beberapa hal mengenai pelaksanaan ujian nasional bagi kelas 9, yang rencananya akan diadakan mulai tanggal 16 April ...."

Suasana semakin ricuh ketika mendengar penuturan dari pak Tohir selaku bagian kesiswaan.

"Wah, apakah kita libur?" Satu kalimat terlontar dari bibir adik kelas yang berbisik pada temannya.

"Sepertinya iya, tapi ada kemungkinan kita disuruh belajar di rumah dan diberi beberapa tugas," balasnya temannya itu.

"Ck, menyebalkan." Adik kelas yang berbisik tadi terlihat kesal.

Begitulah kira-kira bisikan dari adik kelas, seperti kelas 7 dan 8.

-----⋇⋆✦⋆⋇-----

"Tentang ujian, kayaknya kita harus lebih giat belajar, sih," celetuk Gallen di tengah perbincangan hangat temannya.

"Woh, itu pasti. Kita harus kerja sama kalau soal itu," sahut Kalil sambil mengepalkan tangannya dengan semangat.

Ctakk

Jarrel menyentil kepala Kalil sedikit keras, membuat sang empu mengadu kesakitan. "Kamu tuh pikirannya kerja sama terus, lain kali mikir sendiri!"

"Lho, tiap hari kan aku juga mikir sendiri, dikira gak?" Kalil berusaha mengelak, meskipun tidak semua yang ia ucapkan ada benarnya. Dia sering menyontek Gallen alih-alih teman sebangku sekaligus sahabat kecilnya.

"Prett, yang tiap hari nyontek tugas siapa?" cibir Gallen meneguk es jeruknya.

"Gak tau lah, kok nanya?" Kalil tidak ingin mengakui, ia kembali asyik memakan baksonya.

"Gak mau suuzan, nih. Tapi aku lihat kamu yang sering nyontek Gallen, Lil." Fathir menyampaikan dengan apa yang sering ia lihat setiap harinya. Ia sering memergoki Kalil yang diam-diam menyontek Gallen karena Fathir duduk di belakang bangku mereka.

"E-eh, itu bukan Kalil tapi Hendriawan." Kalil terus saja mengelak, membuat temannya hanya bisa menggelengkan kepala.

"Itu kan nama lengkapmu," celetuk Deka yang datang dengan semangkuk soto hangat.

"Bukan, itu nama bapakku." Dengan santainya Kalil menjawab tanpa rasa berdosa.

"Heh, kamu tuh sama bapak sendiri gak ada sopan-sopannya!" Clara menegur Kalil sembari berkacak pinggang dengan tampang garang ala-ala kak Ros Upin & Ipin.

"Kan bener! Hendriawan itu nama bapakku, bukan namaku. Nah, kalau ditanya kenapa namaku ada nama Hendriawan, itu karena nama Hendriawan itu nama bapakku, dan aku anaknya PAK HENDRIAWAN!!" Tegas Kalil penuh penekanan di akhir kalimatnya.

"SSKA, suka-suka Kalil aja," celetuk Fathir yang lelah menanggapi Kalil.

Baru saja Devi hendak menyuapkan sesendok nasinya, bel masuk berbunyi. Membuat semua yang ada di kantin seketika diam dan bergegas menuju kelas masing-masing.

"ASTAGHFIRULLAH, BARU JUGA MAU NGEMPLOK!" Devi berteriak sambil menghentakkan kakinya kasar.

"Sabar, HAHAHAHA," ledek Kalil pada Devi.

Power Actuator (Deka) | Segera Terbit ✔️Where stories live. Discover now