29. | Nyonya Mulawarman

6 0 0
                                    

"Justin, kamu kemana sih.." desahku sambil menyusut hidung yang sedang meler karena flu. Rasanya tak enak badan karena pusing dan juga demam. Rasanya ingin manja-manja dengan Justin.

Sungguh, melihat wajahnya dan merasakan kehadirannya sedikit banyak membuat rasa tak nyaman ini berkurang.
Kutelepon tak diangkat, dichat pun tak dibalas. Aku butuh perhatiannya.

Kulirik jam di hape, jam 22.00
Sekarang mungkin dia baru selesai latihan. Memang selalu begitu hampir tiap malam.
Dan aku tak boleh mengharapkan dia selalu pegang hape dan selalu punya waktu untukku.
Tak terasa basah sudah bantal ini.

Dering hape membangunkanku. Kugapai hape dan melihat, rupanya Justin. Dan ini jam 00.30. Rupanya tadi aku tertidur.

"Baby, bukain pintu."

"Okay."

Kuletakkan hape dan berjalan keluar. Membuka pintu ruang tamu dan mendapati Justin di situ menenteng ransel hitamnya, helm, dan kantong kresek hitam.

Senyumnya menggetarkan jiwa. Disambung lagi dengan sapaan, "Hai"

Aku seperti mau pingsan.
Jadi cuma diam mematung gitu. Justin meletakkan semuanya di sofa. Lalu dia mendorong motornya masuk ruang tamu, menguncinya, dan mematikan lampu. Lalu memelukku dalam kegelapan.

"Sakitnya jangan lama-lama...kasihan kamu." Katanya.

Aku mencoba menghirup aroma jaketnya yang bercampur aroma parfum dan keringatnya. Walau samar karena hidung mampet, aroma ini lebih menyenangkan dari aroma terapi jenis apapun yang pernah ditawarkan padaku.
Satu aroma untuk segala yang kuinginkan.

"Nggak mau ngomong ? Laper ?" Tanya Justin.

Aku mengangguk sambil menarik ingus.
Justin tersenyum lagi.

"Kekanakan." Gitu dia berbisik. Biarin aja.

Aku berjalan menuju ruang makan lalu duduk di kursi. Justin membuka kantong kresek dan mengeluarkan dua ikat bakcang kecil tanpa isi kesukaanku. Wah mataku langsung berbinar-binar.

"Kesukaanmu kan ?" Ujar Justin. Dia ingat aku pernah cerita tentang kue kesukaanku. Lalu dia mengambil sedikit gula dan menaruhnya di piring kecil.
Tak lupa ia meraih gunting untuk membuka kue itu.
Saat aku mulai membuka bungkus kue itu, Justin udah sibuk lagi membuat milo dua mug. Hapal bener dia dimana aku menyimpan barang-barang di dapur miniku ini.

Aku mencocolkan lagi bakcang itu ke gula pasir, mengunyahnya. Ini enak banget.

"Minum yang hangat-hangat, jangan es terus..makan yang banyak, jangan lupa obatnya diminum." Justin menasehatiku.

Aku menatapnya dari ujung mug yang sedang kuseruput isinya.
Aku senang begini. Ga mau momen ini ditukar dengan apapun. Sekardus chiki keju juga enggak mau.

"Lap ingusnya pakai tisu dong, sayang." Kata Justin sambil beranjak meraih sekotak tisu di atas kulkas. Aku memang menyeka ingus yang meleleh tadi dengan lengan bajuku. Saat ini aku memang sedang malas semalas malasnya.

"Siapa menyangka, wonderwoman dengan kearifan lokal ini begini jorok dan manja kalo lagi sakit." Justin mengolokku dan tertawa geli.

Aku memonyongkan bibir yang masih sibuk mengunyah bakcang.

" Tadi abis latihan aku mampir rumah tanteku, ada bakcang, kuminta aja. Aku ingat kamu suka banget sama kue ini." Justin menjelaskan.

"Thank you. You're my Sweet Angel."

Justin tersenyum. Ih, kok manis banget sih. Aku jadi jantungan.

"Dah sana tidur. Aku tidur di sofa aja."

JustiviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang