25.|Scudetto

5 0 0
                                    

"Jadi waktu itu kamu ke sana dan cari-cari waktu buat ketemu dia ?" Tanyaku.

Kami sedang santai-santai di depan televisi. Menikmati waktu Sabtu pagi yang santai setelah sarapan. Bangunin Justin susah banget, apalagi kalo nggak punya kunci pintu rumahnya. Ngetok berkali-kali, telpon berkali-kali, sampai kupikir apa kutelepon pemadam kebakaran saja untuk membangunkannya.

Tadi Justin membuka pintu sambil setengah merem, wajah seperti bayi kucing, dan langsung nyungsep lagi di kasurnya. Membiarkan aku sibuk membereskan dapurnya dan menyiapkan sarapan. Sengaja hari ini aku tidak memasak mi instan.

Aku masak heboh. Gulai kambing yang harum semerbak bumbunya, lengkap dengan roti cane yang kugoreng dengan sedikit margarin, menghamburkan wangi pasti sampai kamarnya. Buktinya Justin bangun, menghampiriku di dapur, dan bertanya, "Kamu masak apa sih, sayang ?"

"Masak bodoh." Jawabku asal.

Justin tertawa. Lalu duduk di kursi meja makan. Menghirup kopinya dan duduk santai menonton kesibukanku. 

Aku menyajikan gulai langsung dengan pancinya di atas meja makan. Kususun roti cane masing-masing dua lembar di tiap piring, menaruh dua sendok acar di pinggir, dan menyendok gulai beserta potongan-potongan dagingnya ke piring.

"Hidungmu..." Aku terkikik geli menertawakan ekspresi wajah Justin.

"Baunya enak banget. Ini apa ?"

"Roti cane dengan gulai kambing."

"Kemaren dagingnya udah kupresto, jadi lembut. Makan deh." Kataku.

Wah, Justin kelihatannya suka. Entahlah, apa karena dia lapar juga.
Sarapan diselesaikan dengan puas. Justin sampai nambah.

Lalu kami duduk di depan televisi di ruang tamunya.
Ngobrol sana sini sampai menyenggol mantan pacarnya.

"Iya. Gak mudah padahal. Kan aku ada pertandingan dan susah izin buat keluar asrama. Tapi aku pergi juga nyari dia. Kenyataannya ya, dia udah nggak mau sama aku lagi. Katanya nggak kuat LDR-an."

"Hmm...sebenarnya nggak masalah sih LDR. Tergantung orangnya juga. Aku ada teman yang bisa LDR. Ada juga yang emang bilang nggak bisa kalau jauh dari pacar. Jadi mending putus aja."

"Ya, dia tipe itu."

"Padahal kamu sayang banget sama dia ya ?"

"Ya gimana.."

"Lalu kamu merasa kayak down banget, gitu ya ?"

"Eehh, kenapa sih kita jadi ngebahas dia ? "

"Hehehe...penasaran aku, Justin."

"Udah lewat juga."

"Tapi kamu ga bisa lupain, kan ? Aku ingat gimana tampangmu waktu pertama aku tanya, kamu ada pacar ? Kamu menggeleng, bilang nggak ada dan  mukamu kusut kayak marah gitu."

"Ya gimana..beda kan kalo kita ga punya perasaan apa-apa..semua pasti mudah." sahutnya.

Suaramu Justin, aku suka. Itu kata hatiku. Aku nggak mau bilang sama Justin. Aku lalu menggeser duduk, dekat padanya lalu mengusap-usap rahangnya.

" Kamu ga bakal jenggotan apa brewokan gitu ya, Justin ? "

" Kumisan iya. "

" Mana ? Ga lihat. "

Justin menarik jariku untuk meraba area di bawah hidungnya. Ada kasar-kasar dikit sih.

"Aku cukuran. Makanya kamu ga tau. Apa aku panjangin aja ?"

"Emmm...boleh juga.. pingin tau kayak apa."

" Nanti geli."

" Emmm....hahahaa.." Aku tertawa terbahak-bahak. Kemudian Justin menarik tanganku. Ia berjalan menuju kamarnya.

JustiviaWhere stories live. Discover now