22.| Si Perfeksionis

4 0 0
                                    

Hari Senin pagi...
Pembelajaran masih online tapi tetap mengharuskan para guru hadir secara fisik di sekolah. Agak membosankan sih kalau hanya berkumpul ngobrol di ruang guru. Kuputuskan untuk cari kesibukan di ruang kelasku.

Aku menyapu, mengepel, merapikan susunan bangku sambil ditemani playlist dari hapeku. Speakernya standar, jadi agak kurang memuaskan kalau ingin mengguncang sekolah.

Eh, tiba-tiba ada pesan masuk. Dari Justin.

Pagi. Kamu udah sarapan ?

Pagi ? Jam berapa ini ? 09.30.... ini udah siang, Justin.

Ini udah siang, Justin. Btw, aku udah sarapan tadi, tapi sekarang udah lapar lagi.

Begitu balasanku.

Tak lama ada lagi pesannya.

Sini yuk, sarapan bareng. Ke rumahku.

Sungguh tawaran yang menggoda. Dia masak apa ya ?

Rumahmu di mana Justin ?

Justin mengirimkan sebaris alamat diikuti share location. Kuamati alamat itu. Aku awam daerah itu, tapi tak ada salahnya aku ke sana. Kemudian tanpa izin, aku kabur dari sekolah.

Rumah Justin terletak di suatu komplek perumahan di daerah pinggiran kota. Tak begitu jauh dari sekolahku juga rumahku, masih dalam hitungan 15 menitan sampai kalau jalan santai. Dia sudah menunggu di teras saat aku sampai. Pertama kalinya aku melihat betis kesebelasan itu.. ternyata biasa aja, ga kayak betis abang becak. Dia pakai celana pendek selutut.

Senyumnya sumringah.

"Hai." Sapaku.

"Hai." Balasnya. Sambil garuk-garuk tengkuk.

"Yuk masuk. " Ajaknya. Aku mengikuti langkahnya. Kulirik rumah sebelah, halamannya penuh bunga, salah satunya bunga mawar jingga itu.

Rumahnya sepi. Hanya dia sendiri. Mungkin semua anggota keluarganya sudah pulang. Kulihat beberapa tumpukan piring di dekat pintu belakang yang emang nampak sejak aku masuk dari pintu depan. Rumah ini emang kecil.

"Kamu mau mi rebus atau mi goreng ? " Tanya Justin.

"Mi rebus." Jawabku sambil duduk di kursi yang cuma ada 2 di meja makan ini. Aku memilih kursi yang warna merah.

Justin segera sibuk di depan kompor. Aku duduk saja memperhatikannya. Aku belum berani ngapa-ngapain karena ini baru pertama kalinya aku main ke sini. Cuma berani intip sana sini dan duduk diam-diam.

"Udah lama tinggal sini, Justin ?"

"Sejak masuk kuliah." Jawabnya. Itu berarti udah 3 tahun.

"Ini rumah kamu ?"

"Bukan. Ini rumah abangku. Dulu kakakku tinggal di sini juga waktu kuliah. Dia udah nikah sebelum kuliahnya selesai."

"Hmm.."

Dan mi rebus itu udah jadi. Justin meletakkan satu mangkuk di depanku. Satu lagi di depannya sembari dia duduk. Tapi lalu dia bangkit lagi menuju kulkas dan mengeluarkan 2 gelas air kemasan. Aku tersenyum. Cowok, gimana pun, stick to the basic. Sederhana banget.
Aku ngga berani nanyain ada kopi apa enggak.

"Yuk makan." Ajaknya. Dan untuk kesekian kalinya, kami berdoa bersama tapi dalam cara yang berbeda.

Mi rebus rasa kari. Kesukaanku juga. Aku pasti punya stok di dapurku. Rupanya dia juga.

"Maaf ya, minta kamu yang ke sini. Aku baru aja bangun." Katanya.

"Hmm.." Aku malas menjawabnya. Aku cuma meneruskan suapanku. Mi rebus itu nikmat, jadi jangan disia-siakan.

JustiviaWhere stories live. Discover now