❝ Harusnya lo semua ikut saran gue tadi, kita cabut sekelas.❞
⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹
26 Siswa yang berjuang untuk tetap hidup di lingkungan yang mereka tidak ketahui mengapa mereka bisa ada disana. Mereka disis...
Tubuh mereka terus saja terpelanting ketembok lalu jatuh ke lantai dan begitu seterusnya, hingga .. lantai yang mereka pijaki benar-benar terbelah menjadi dua,
dan ..
"HAIKAL! DEANO!" teriak Altharel.
Mereka berenam bisa menyaksikan sendiri bagaimana Haikal dan Deano terjun secara bebas ke lantai satu bersamaan saat lantainya rubuh.
Badan mereka remuk, darah merembes dari tubuh keduanya.
"Kal, Dean!" Revano berusaha mendekati lantai yang sudah rubuh sebagian, namun ditahan Getsy.
"Jangan gila! kalo kamu kesana yang ada kamu ikut jatuh. Liat lantai nya udah retak."
Belum berhenti sampai situ, tembok kelas 12 IPS-3 retak, menimpa badan Haikal dan Deano yang masih berusaha untuk bertahan hidup hingga tubuh mereka berdua benar-benar hancur.
Al, Ryula, Revano dan Getzy membelalakan matanya terkejut, badan mereka mematung melihat kejadian tersebut.
Kejadian ini terlalu cepat, bahkan Deano dan Haikal belum sempat teriak untuk meminta bantuan.
"Mereka mati .."
Teza reflek mundur, ia memiliki pergi dari sana dan mencari perlindungan sendiri tanpa mengajak teman-temannya.
Namun saat badannya berbalik,
JLEB!
Ada sosok bertopeng dan berjubah yang menunggu mereka berdelapan, sosok itu menusuk perut Teza secara brutal berkali-kali tanpa ampun ditengah guncangan gedung.
Al, Ryula, Revano, Getsy, dan Gavin kembali mematung, mereka berlima dapat merasakan bahwa mereka dalam bahaya sekarang.
。。。
"Ih bau kentut!" teriak Arka ketika aroma tak sedap masuk kedalam indra penciuman nya.
"Iya ih, siapa sih yang ketut?" sahut Lianz.
"HUEEK." Mora mengibas-ngibaskan tangannya di udara, rasanya ia ingin muntah sekarang juga.
"Bukan gue ya." Erik buru-buru bersuara, takut dituduh.
"Hehe maap ya, gue gak tahan abisnya." cengir Prevan,
"Yang bener ajaa dong, gak kasian apaa sama kitaa semuaa, ini tempat kan kecil." kata Shaza.
"Sejujurnya sih enggak, gue lebih kasian sama diri gue sendiri. Kata bu Tri guru biologi, gak baik nahan kentut buat kesehatan." jawab Prevan, santai.
"Ya tapi liat situasi van .." ucap Syakara, ia tak habis pikir dengan temannya itu, bisa-bisa mereka berdelapan mati kebauan di plafon ini.
"Bau banget kentut lo Van, abis makan apaan?" tanya Arka, tangannya masih senantiasa menutup hidungnya.
"Gue belum makan apa-apa .." ucap Prevan melas.
"Yang dibelakang berisik banget sih!" tegur Raka.
Plafon ini cukup lebar untuk dua orang, sekarang formasi mereka adalah Raka, Mora paling depan, dibaris kedua ada Syakara dan Shaza, dibaris ketiga ada Arka dan Lianz, dibaris terakhir ada Prevan dan Erik.
"Demi apa pun gue gak bisa liat apa-apa!" protes Prevan.
"Rak, kita mau jalan sejauh apa lagi? ini gue rasa udah lumayan jauh." tanya Arka,
Raka tidak menyahut, entah karena sedang fokus mencari jalan atau memang ia juga tidak tahu jawabannya.
"Aduh, gue sesek banget." lirih Mora, memukul dada nya pelan.
"Sebentar lagi, gue lagi cari tempat yang aman buat kita turun." kali ini Raka menjawab.
Arka mendengus sebal, "Giliran cewe aja dijawab, dasar lo."
"Lo semua pasti kaget sama apa yang gue liat di salah satu ruangan dibawah sana." ucap Raka tak menanggapi dengusan Arka.
Lianz menyengirt, "Lo liat apa?"
"Gue liat– eeh gempa?!"
Belum sempat Raka menjelaskan, tiba-tiba saja gedung sekolah berguncang, walaupun hanya sebentar, itu berhasil membuat mereka semua panik.
BRAK!
Syakara dan Shaza jatuh ke sebuah ruangan kosong dibawah, rupanya alas plafon yang mereka lewati rapuh dan tak kuat menampung beban,
"Aduh,"
dan lagi-lagi mereka terbagi menjadi dua.
Raka dan Mora yang sudah merangkak lebih dulu, lantas menengok kearah belakang.
"Ada apa?" tanya Raka.
"Shaza sama Syakara jatuh, kayaknya kita harus turun. Cepet atau lambat juga plafon itu bakal rubuh kalo ada gempa susulan." ucap Lianz sedikit berteriak.
"Kita ada dibawah! disini gelap banget, tolongin dong .." teriak Shaza dengan suara bergetar seperti menahan isak tangis.
"Tinggalin aja gak siee?" ucap Prevan, ia hanya bercanda.
"Iyaa siee, setuju." sahut Arka menanggapi bercandaan nya Prevan.
"IIIHH JANGAN DONG!" teriak Shaza dari bawah.
"Evan! Arka! jangan digodain dong, mereka lagi ketakutan juga!" Lianz menepuk tangan Prevan.
"Hehe, bercanda doang sist." ucap Prevan dengan logat seperti banci pasar malam.
"Kita turun satu-satu ya. Hati-hati, jaraknya tinggi nih." ucap Raka memperingati.
Secara bergantian, mereka turun kebawah dengan loncat.
"Semuanya pegangan ya, kita jalan pelan-pelan." titah Erik ketika mereka sudah turun semua.
"Duh, gak keliatan apa-apa lagi." gumam Prevan.
"Keliatan dikit kok, Van. Ini ada cahaya remang-remangnya."
grrr– Langkah mereka terhenti, Erik mengerutkan dahinya,
grrr– Lagi-lagi suara itu kembali terdengar, Erik yakin tak hanya dia yang mendengar itu.
"Suara apa itu?" tanya Mora pelan.
Mereka semua manahan nafas, Lianz bisa merasakan jantung kejutuh temannya berdebar kencang.
grrrh, grrh!
Prevan menelan saliva nya susah payah, ia tau persis suara apa barusan.
"Itu suara .. h-harimau." bisik Prevan.
Pegangan tangan mereka satu sama lain semakin erat, keringat pun sudah membanjiri tubuh mereka berdelapan.
JEDEEERRRR!
Kilatan petir menyambar, mengagetkan mereka berdelapan dan ..
GRRRRRRHHHHH!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sosok hewan ular berkepala harimau itu menggeram kencang. menatap ganas delapan mangsa dihadapannya.