Persalinan yang tak mudah

12.6K 344 35
                                    

Ica merasa perutnya semakin melilit. Ia kembali izin ke kamar mandi.
Ia mengunci pintu utama kamar mandi. Ica menumpahkan keluh kesah kesakitan disana.
"Emmmhhh,, uhhh,,, sakithh,, sekalihh,, hikss" Ica melenguh pelan masih menjaga suara.

Lima menit,,, sepuluh menit berlalu,, bukan mereda namun sakitnya justru memuncak.
"Eengghhh,, sakithh,, engghh,," Ica sudah tidak lagi mengontrol suaranya. Sungguh sakit sekali ia tidak tahan.

Ia teringat benturan tadi pagi, makanan pedas tadi siang, dan lelahnya menaiki tangga. Ia merasa jahat pada anaknya. Harusnya ia segera ke rumah sakit dan tidak menutupi sakitnya dari tadi pagi. Sungguh ini sakit sekali.

10 menit di dalam kamar mandi dengan rasa sakit semakin menjadi membuat Ica mulai putus asa. Ia mulai kehilangan kekuatannya. Tak lagi mempedulikan kondisi anaknya. Ia sungguh tak tahan sekali. Ia meremas perutnya berharap bisa sedikit reda sakitnya. Namun seperti sebelumnya. Kesakitan bertambah yang ia rasakan.

Ica bergerak ke kanan dan kiri, menggeliat kesakitan. Beberapa kali hampir jatuh karena tempatnya duduk terasa sempit. Untunglah ia berhasil selamat. Karena tempat itu cukup tinggi. Jatuh dari sana sudah pasti memperburuk kondisi Ica.

Berusaha bangun dan merapikan diri semampunya di depan kaca. Ica kembali berjalan ke kursinya.

Ia berhasil mencapai kursi dengan susah payah.

Ica merasa senang karena acara sudah ditutup.
Kevin sebagai sekretaris Arland yang menutup acara. "Demikian acara rapat tahunan hari ini. Sebelum meninggalkan ruangan kita bersalaman terlebih dahulu".

Deg. Ica yang sudah senang ingin mengadukan rasa sakitnya pada sang suami merasa dihempaskan kembali. Tentunya sangat lama menunggu semua bersalaman.

Ica yang merasa tak kuat menunduk, kedua tangannya memegang perut dan wajahnya kesakitan.
"Mohon maaf semuanya, saya pamit duluan. Istri saya kelelahan" Ucap Arland melihat kondisi istrinya.

Segera ia gendong tubuh kecil dengan perut bulat sempurna itu ke dalam kamar pribadinya di kantor.

Tubuh itu dibaringkan. Kemudian Arland mulai menciumi leher, beralih ke dua gunung yang kini terlihat penuh, besar dan kencang siap memberi asupan bagi bayinya.
"Emmhh,, uhh,,, emhhh,, eungghh uhk" desah Ica tak menentu.
Arland semakin semangat menciumi tubuh yang menurutnya sangat molek itu.

"Errghh,, aahh,, emmmh,," Ica menggelinjang kesakitan. Arland semakin liar karena tak tahu sakit yang telah ditahan istrinya dari tadi. Ia pikir Ica hanya kelelahan biasa.

"Sahh,, saakiiitthh,, Baa,, bayinyaah,, mau lahirhh" ucap Ica tersengal-sengal.

Arland yang menyadari istrinya tidak baik-baik saja segera menelpon bidan langganan mereka.

Hanya lima menit bidan sudah sampai dan segera memeriksa Ica.
"Segera hubungi dokter dan perawat Pak, persalinan darurat harus dilakukan" Ucap bidan dengan serius.

Arland segera menghubungi dokter Desi, dokter kandungan Ica. Dokter Freya yang ia pesan sebagai dokter anak.

"Ini nggak ke RS aja Bu?" Tanya Arland kepada bidan.
"Eeemhh,, akuhh,, gahh kuathh mashh,, harusshh lahirhh disinihh" susah payah Ica menjawab. Kondisinya sudah sangat lemah.
"Pembukaan sudah lengkap dari tadi Pak, ketubannya pun sudah rembes. Kondisinya memaksa kita harus segera dilahirkan. Demi keselamatan ibu dan anak." Panjang lebar bidan Diyan menjelaskan. Dokter Freya dan 5 perawat sudah sampai. Sedangkan dokter Desi tidak bisa datang karena macet.

Ica kini sudah siap melahirkan di karpet. Ia turun tidak mau di kasur karena takut mengotori kasur. Ia tahu betapa mahalnya kasur itu karena ikut Arland membelinya dulu.

Mengandung Bayi BosWhere stories live. Discover now