Panggilan

10.3K 397 6
                                    


Arland kembali kalah. Kini Ica sudah lahap dengan semangkok bakso beranak ukuran jumbo. Suaminya hanya bisa menatap khawatir dan berdoa semoga sang istri baik-baik saja.

Mereka kembali ke apartemen dengan Ica yang tersenyum bahagia sambil mengelus perutnya yang kenyang.


Hari Minggu, seharusnya mereka libur, tapi jam 8 pagi Arland sudah memakai baju rapi. Ia ada janji bertemu dengan salah satu client pentingnya.

Harusnya pertemuan itu telah direncanakan dari lama bahwa  dilakukan hari Selasa. Namun karena jadwal pernikahannya yang mendadak maka pertemuan itu harus diundur. Untunglah client tersebut mau mengganti jadwal dan dipilihlah hari Minggu ini.

"Ca, aku berangkat dulu ya" pamit Arland singkat.
"Iya Mas, semangat kerjanya" Ica mencium tangan suaminya. Seperti layaknya istri yang melepas suaminya pergi bekerja.

Sebenarnya Arland ingin mencium kening istrinya, namun ia urungkan terlebih dahulu mengingat Ica yang masih ada trauma dengan hubungan yang cukup intim.

Wajar saja, hamilnya Ica juga dikarenakan tindakan paksa dari Arland. Meski secara sadar Ica sudah percaya dengan Arland namun dari bawah sadarnya masih ada trauma.

Arland sudah pernah mencoba mengajak Ica berhungan, namun tubuh Ica langsung gemetaran tanpa sadar. Ia juga pernah mengajak Ica berciuman sebelum tidur, akibatnya ketika tidur Ica mengingau dan ketakutan.

Jadi kini laki-laki itu cukup berhati-hati dalam memperlakukan istrinya.

"Nanti kalau butuh sesuatu langsung kasih tau lewat WA aja ya" pesan Arland sebelum pergi.
"Oke mas" jawab Ica singkat.

Arland keluar dari unit apartemennya. Ica kembali ke kamar.
Ia kembali mengingat bagaimana kisah dia bisa memanggil suaminya dengan sebutan 'mas'.

Flash back on.
"Bapak mau makan apa?" Jawab Ica ketika di dapur.
Malam hari setelah prosesi pernikahan mereka sudah kembali ke apartemen.
Berbeda dengan Ica yang cukup lahap memakan beberapa hidangan di pesta, Arland justru merasa jengah melihat banyaknya makanan yang tersaji. Ditambah jadwal makannya yang amburadul selama persiapan pernikahan membuat perutnya tidak nyaman.

Sore hari ketika sampai apartemen Arland mengalami muntah-muntah. Ia langsung tidur tanpa mempedulikan apapun. Bahkan masih mengenakan baju pernikahan. Hanya tuxedonya saja yang di lepas. Arland merasa pandangannya berputar-putar.

Ica merasa kasihan dengan suaminya. Wajahnya sampai pucat dan terlihat sangat lelah. Cukup banyak tamu yang harus suaminya itu sambut. Padahal dia juga sudah lelah mempersiapkan acara.

Setelah Arland terbangun ia langsung menawari makan untuk suaminya.
"Terserah Ca, yang penting rasanya ringan" jawab Arland asal. Ia pusing melihat makanan di pesta yang kaya akan bumbu dan berbagai sajian.

Ica memasakkan sup ayam dan menggorengkan nugget. Pria itu pernah cerita kalau sedang sakit dan tidak doyan makan biasanya dia tetap bisa makan asalkan ada nugget  kesukaannya.

Setelah mandi Arland dengan lahap menyantap masakan istrinya.
"Pelan-pelan makannya Pak, ngga ada yang mau merebut kok" tegur Ica.
Arland langsung berhenti makan.
"Lho kenapa Pak? Ngga enak ya makanannya?" Tanya Ica bingung.
"Emang saya keliatan tua banget ya Ca?" tanya Arland lemas.
"Ha? Engga sih Pak, malahan wajah Bapak lebih muda dari umur aslinya" jawab Ica polos. Jujur saja Arland yang hampir menginjak usia 38 tahun saat ini, tapi wajahnya terlihat sepuluh tahun lebih muda.
"Kenapa kamu manggil saya Pak terus?" Ucap Arland agak kesal, entah karena istrinya tidak peka atau memang dia terlihat sangat tua, pikirnya.
"Kan Bapak bos saya" ucap Ica tanpa dosa.
Arland menepuk jidat. "Iya Ca, tapi sekarang kita suami istri. Mana ada istri manggil suaminya Bapak"

"Ada Pak, Ibu saya dulu manggil Bapak saya juga Bapak. Tetangga saya manggil suaminya juga Bapak, kayanya Bu Diyah juga manggil suaminya Bapak." Ucap Ica dengan semangat.
"Mereka manggil gitu karena udah punya anak Ca. Coba tanya Bapak kamu, tanya Bu Diyah, tanya juga itu tetanggamu kalau perlu. Sebelum punya anak mereka pasti punya panggilan khusus sebagai suami istri" Arland menghembuskan napas panjang.

Ica cukup paham sebenarnya tanpa harus dijelaskan panjang lebar. Namun dia merasa bahwa mereka bukan pasangan yang menikah karena hal sejenis romantis. Lebih karena paksaan keadaan.

"Tapi saya harus panggil apa Pak?" Tanya Ica lagi.
"Sudahlah panggil aja Mas" jawab Arland lelah. Ia lebih memilih menyantap masakan istrinya yang ternyata cukup enak, apalagi ditambah nungget kesukaannya. Arland jadi merasa diperhatikan oleh seorang istri, meskipun kadang juga Ica tidak peka.
"M,,ma,,,,Maas?" Ica terbata-bata.
Arland tertawa geli.
"Iya betul, panggil Mas" perintah Arland.
"Iya deh Mas" Ica terlihat kikuk. Arland hanya cekikikan mendengar Ica memanggilnya Mas dengan kaku.
****flash back off****

Setelah menemui kolega Arland mampir dulu ke super market membeli susu hamil untuk istri dan calon anak kesayangannya. Arland juga mencari informasi di internet apa saja kebutuhan ibu hamil di trimester awal. Barangkali ada yang bisa sekalian ia beli di supermarket nanti.

Di supermarket Arland cukup menarik perhatian. Jarang sekali ada laki-laki belanja sendirian di deretan kebutuhan ibu dan bayi. Apalagi dengan penampilan Arland yang cukup berkelas.

Sebetulnya ia paham kalau cukup menjadi perhatian. Namun Arland tidak masalah dengan pandangan itu. Ia justru senang dan bersemangat mempersiapkan kebutuhan calon bayinya. Harapannya anak itu nanti bisa tumbuh dengan baik dan sehat, dilimpahi dengan kasih sayang darinya dan sang istri.

Arland juga sedang mengupayakan agar Ica dapat sembuh dari traumanya. Ia sudah mengkonsultasikan dengan psikolog kenalannya mengenai kondisi Ica. Kunjungan mereka ke psikolog juga sudah tersusun rapi. Semoga trauma Ica bisa sedikit berkurang, terlebih lagi bisa sembuh.

Meski kesalahannya tidak dapat dihapus, namun Arland selalu berusaha yang terbaik yang dia bisa untuk mengobati kesalahan yang telah diperbuat. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa Arland ingin berhubungan layaknya suami istri dengan Ica. Apalagi hubungan mereka kini telah sah dan resmi.

****
Di tempat lain Arula tengah mengintrogasi Willy. 2 Minggu ini Arula berusaha mencari akses agar dapat bertemu dengan Arland. Namun apalah daya, ia sudah di blacklist dari kantor mantan kekasihnya. Bagian keamanan apartemen Arland pun memperketat penjagaan ketika ia datang. Akhir nya dia jadi tak bisa mendekati sebuah unit yang dulu sering dikunjunginya.

Arula merasa frustrasi kehilangan Arland. Kini ia tak punya uang lagi. Dulu berapapun yang dia minta pasti akan dengan mudah di dapat.

Dion pun langsung meninggalkannya ketika tahu bahwa wanita itu sudah diputuskan oleh Arland. Tak menunggu waktu lama Dion pun sudah menggandeng perempuan lain yang menurutnya lebih kaya.

Arula merasa menyesal telah mengkhianati Arland dan berhubungan dengan playboy seperti Dion.

Yang membuat Arula ketar ketir adalah kabar tentang pernikahan Arland. Ia tak habis pikir kenapa secepat itu Arland menikah. Padahal 7 tahun bersama Arland hanya memandang satu wanita saja. Yaitu dirinya.

Jadilah kini ia mendatangi rumah Willy yang berada tak jauh dari AR Corporation atau katornya Arland.

Hai,,, sampai sini dulu ya ceritanya. Dilanjut kapan-kapan lagi.

Terimakasih yang sudah membaca. Terimakasih juga atas masukannya, terimakasih yang telah mengingatkan kalau ada bagian yang kurang sesuai.

Kemarin pengen banget nulis cerita tentang perubahan panggilan Ica ke Arland. Tapi baru sempat nulis lagi sekarang.

Masih di tunggu vote, komen, dan kritik sarannya ya.
Terimakasih


Mengandung Bayi BosWhere stories live. Discover now