Panik

10.1K 377 9
                                    


"Jangan Mas, kamu kan baru pulang dari luar kota. Cepetan istirahat" Ica bersikukuh menyuruh suaminya tidur.

"Gapapa, kamu udah puasin aku. Sekarang aku yang jaga kamu"

"Aku gapapa Mas, beneran deh. Nanti kalau capeknya udah berkurang pasti langsung tidur"

"Ssstt,,, udah kamu pejamkan mata. Nikmatin aja pijatanku" ujar Arland dengan memijat kaki bumil kesayangannya.

Tangannya masih aktif mengelus Ica. Tapi pikiran Arland kembali termenung. Ada rasa kecewa pada diri sendiri, niat hati tidak ingin menyakiti Ica lagi. Namun ternyata ia belum bisa mengendalikan nafsunya.

"Maaf ya Ca" ucap Arlan lirih ketika mata Ica sudah lama terpejam.

"Ica yang minta maaf Mas, ternyata trauma Ica belum benar-benar sembuh. Maaf belum bisa memuaskan Mas Arland" jawab Ica yang kembali membuka matanya setelah mendengar suara sang suami.

"Ssstt,,,, bukan salah kamu. Aku yang belum bisa mengendalikan diri. Maaf.
Dan terimakasih banyak kamu sudah mau menahan rasa lelahmu demi aku"

"Mas, stop elus dan pijat kaki ku. Mas sini" Ucap Ica dengan menepuk bantal yang ada disamping kepalanya.
"Aku mau ditemani tidur, bukan diginii, geli jadinya"

"Hmm,, oke" jawab Arland singkat yang kemudian merebahkan diri di tempat tidurnya.

Mereka mulai terlelap, Arland tertidur dengan memeluk perut besar Ica.

Bagun pagi Ica merasa mulas.

Ia bangun tidur masih menggunakan daster singlet berwarna abu-abu. Ica tergopoh-gopoh menuju kamar mandi sambil memegang perut dan tidak bisa menahan ekspresi kesakitannya.

"Kamu kenapa Ca?" Tanya Arland yang baru saja keluar dari kamar mandi. Memegang handuk dan mengelap rambutnya yang basah.

Ica memandang wajah suaminya. Sungguh meski sudah agak berumur namun wajah suaminya itu sangat tampan. Ica merasa beruntung memiliki suami paket komplit seperti Arland. Sudah tampan, mapan, dan bertanggung jawab. Meskipun Ica belum bisa memiliki hatinya.

"Emmh,, ga tau Mas, mulesh" jawab Ica agak tersengal. Ia susah menjawab dengan perut mulas. Keringat dingin mulai mengucur di wajah manisnya.

Arland mendekat. Ia memeluk tubuh istrinya dan mengelus sayang perut bulat yang berisi calon anaknya.
"Hai ganteng, sehat yuk. Jangan ngerepotin mama ya" ucap Arland di depan perut Ica lalu menciuminya.

"Mau ke rumah sakit Ca?" Tanya Arland pada Ica.
"Emhh takut Mas" jawab Ica kesakitan.
"Yaudah kamu mandi dulu ya, abis mandi tiduran lagi. Siapa tau mulesnya berkurang" Arland masih memeluk tubuh istrinya.
"Iya Mas" jawab Ica singkat.

Ica ke kamar mandi dibantu suaminya.

Usai mandi Ica berganti baju pink dan pusarnya terlihat menonjol, ia juga memilih pakai celana entah mengapa. Ica kembali merebahkan tubuh diatas kasur. Mengelus lembut perutnya berharap rasa sakitnya berkurang.

Bukan berkurang, namun rasa sakitnya semakin intens. Ica berguling ke kanan dan kiri mencari posisi nyaman. Rasa sakit semakin tidak tertahankan, Ica menarik bantal dengan kedua tangannya, wajahnya sudah berkerut kesakitan.

Arland mencoba membantu dengan mengelus lembut perut Ica. Biasanya kalau sakit perut pasti akan langsung mereda ketika dibelai suaminya. Namun kini sentuhan itu tidak berpengaruh banyak.

Ica memiringkan tubuh dan memijat punggung bawahnya yang sudah sangat nyeri.
Arland dengan sigap menggantikan tangan itu dengannya. Memijat lembut punggung istrinya.

Mengandung Bayi BosWhere stories live. Discover now