❝ Harusnya lo semua ikut saran gue tadi, kita cabut sekelas.❞
⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹ ⊹
26 Siswa yang berjuang untuk tetap hidup di lingkungan yang mereka tidak ketahui mengapa mereka bisa ada disana. Mereka disis...
"Hahhh .. mama aku pasti nyariin." ucap Shaza sedih, Getsy tersenyum berusaha menyemangati temannya itu.
"Kira-kira nasibnya Erik sama Reihan gimana ya?" Lianz berkata lirih.
"Semoga aja Reihan belum mati," ucap Prevan juga dengan nada lirih.
"Dia masih ada hutang ceban sama gue." tambahnya.
Tanpa babibu, Mora melemparkan buku setebal 298 halaman pada Prevan, namun Prevan berhasil menghindar dengan cekatan.
"Bisa gak, gak usah bercanda dulu? lo beneran gak takut mati apa?" ucap Mora.
"Justru itu, gue takut sama kematian. Tapi ujung-ujungnya manusia juga bakal mati kan? yaa seenggaknya, sebelum gue mati, gue bisa ngelucu dulu. Biar gak garing banget masa muda kita."
Belum juga Al, Arka, Haikal, dan Deano menanggapi perkataan temannya barusan, tiba-tiba saja terdengar suara aneh.
DUG .. DUG
Mereka semua mendongak keatas, ada suara ketukan dari loteng diatas mereka. Getsy bisa merasakan tangan Shaza menggenggam nya erat.
DUG .. DUG
Lianz menelan saliva nya susah payah, ia tahu pasti bahwa teman-temannya sangat ketakutan sekarang.
"I-itu apa ..?" bisik Wonia menahan isakan tangis.
Seketika loteng perpustakaan ujung rubuh, bersamaan dengan seseorang yang terjatuh dari sana.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
BRUKK
"Aduh," ringis kecil Erik.
Mereka berhamburan menghampiri Erik yang terkapar tertimbun reruntuhan plafon perpustakaan.
"Buset, kok lo bisa keluar dari sana? terus Reihan mana?" ucap Arka terkejut, lalu ia kembali menatap plafon tersebut, menunggu Reihan muncul juga dari sana.
Prevan menjulurkan tangannya untuk membantu Erik berdiri.
"Jangan-jangan Reihan lo tinggal sendiri disana?" tanya Altharel curiga.
"Cerita nya panjang," jawab Erik sembari menepuk-nepuk kecil seragamnya yang berdebu akibat merayap diplafon.
Altharel menarik kerah seragam Erik dengan kasar, "Jawab gue bangsat."
"Al, jangan emosi." Ryula menarik pergelangan tangan Altharel agar menjauh dari Erik.
"Kenapa, Rik?" tanya Lianz ketika melihat Erik yang terdiam dengan tatapan kosong melihat langit-langit kelas.
"Reihan .." lirih Erik, ia menundukkan kepalanya, tak berani menatap mata teman-temannya.
"Iya, Reihan milih ngorbanin dirinya sendiri biar gue bisa kesini." jawab Erik pelan, ia tahu, setelah ini mungkin teman-temannya akan membenci dirinya.
mungkin.
Raka mendengus lucu, "Tcih, jadi lo emang bener mau numbalin dia?"
Erik menggeleng, "Gue gak numbalin dia! gue tau gue salah karena gak bisa bawa dia kesini .. gue minta ma–"
BUGH
Altharel melayangkan tinjunya pada Erik, ke khawatirannya jadi kenyataan, kali ini amarahnya sudah tak bisa dibendung lagi.
"Mangkanya jangan sok jadi pahlawan! tadi lo sendiri yang jamin kalau kalian bakal balik lagi. Nyatanya yang balik cuman lo doang!" ucap Al menggebu-gebu.
"Lo egois, Rik." Sonie bersuara, membuat Erik semakin merasa bersalah.
"Rik, seharusnya lo bi–"
"Syutt." Teo memotong perkataan Mia.
TAP .. TAP .. TAP
Suara langkah kaki yang terdengar dikoridor luar memecah suasana.
Mereka serentak mengalihkan atensinya kepintu perpustakaan.
"Sssst, kalian denger kan?" tanya Deano, mereka mengangguk.
"Ada yang kesini." bisik Wonia.
TAP .. TAP .. TAP .. TAP .. TAP ..
Suara langkah kaki itu semakin mendekat dan berhenti persis didepan ruang perpustakaan.
"Jangan-jangan itu Reihan? ayo kita cek." ajak Arka.
Lianz segera menarik tangan Arka lalu menggeleng, "Jangan, itu bahaya."
"Itu pasti bukan Reihan .. Reihan mati didepan gue sendiri." ucap Erik, jelas semua yang ada disana kaget.
Sebetulnya Erik tak melihat persis, namun suara teriakan Reihan tadi dapat menjelaskan semuanya.
"Bangsat lo .. ternyata-" Altharel maju, hendak menonjok Erik lagi, namun dihalangi oleh Prevan, Arka, Haikal, dan yang lainnya.
"Udah bro, kalo lo kayak gini malah nambahin masalah lagi." ucap Prevan.
TOK .. TOK, TOK
Kini sosok itu mengetuk pintu, hawa menegangkan pun terasa.
"Jadi .. itu siapa?" tanya Syakara.
Tak ada yang menyahut, mereka juga sama seperti Syakara, tidak tahu siapa yang ada dibalik sana.
TOK .. TOK .. TOK .. TOK ..
Ketukan itu kembali lagi, namun kali ini lebih keras dan tidak sabaran.
Mereka semua spontan mendekatkan tubuh nya satu sama lain, membentuk sebuah barisan yang tidak boleh memiliki jarak.
Masih tak ada pergerakan dari Altharel dan Lianz selaku Ketua Kelas dan Wakil kelas.
"Pintunya udah gue kunci kok, jadi dia gak bakal bisa masuk." ucap Lianz seakan tau apa yang dipikirkan teman-temannya.
"Apa gak dicek dulu? kalo ternyata itu Reihan gimana?" kata Mia berpendapat.
"Gue setuju," ucap Altharel.
"Tapi .." Lianz masih belum setuju.
"Sini kuncinya, biar gue aja yang buka pintunya." kata Revano.
Lianz memandang Ryula seolah meminta persetujuan pada teman nya itu, lalu dibalas anggukan oleh Ryula seakan setuju dengan pendapat Mia.
Dengan sedikit berat hati, Lianz memberikan kunci itu pada Revano.
Sejujurnya Lianz tak yakin sosok diluar sana adalah Reihan temannya, ia takut kalo semisalnya ini adalah ronde baru untuk mencari tumbal lagi.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.