21 - Cinta Abadi

3.1K 249 2
                                    

"Cinta abadi. Cinta mama juga papa akan selalu ada meski mama dan papa berbeda raga tapi jiwa kalian akan selalu terikat dengan abadi."

  Sepasang mata Adel mengerjap bingung. Bukannya tambah mengerti dengan penjelasan dari Dela, hal itu justru menambah kebingungannya. Hm..mungkin Adel agak sedikit mengerti.

  Adel mengacak-acak rambut Dela gemas. "Sudahlah. Kamu berpikirlah seperti anak peri seusiamu saja."ucapnya sambil tersenyum tipis. Penjelasan Dela tadi agak menyentuhnya.

   Ia bukanlah Eli, hanya jiwa asing dari masa depan yang merasuki tubuh tidak bernyawa Eli. Sebuah perasaan mulai tumbuh di hati Adel untuk Aley. Terasa aneh karena perasaan itu tumbuh begitu saja, entah sejak kapan Adel tidak tau.

  Tapi Adel sadar bahwa seharusnya perasaan itu tak ada. Siapa yang tau ke depannya? Cinta itu sudah menjadi fitrah manusia dari Tuhan, cinta antara laki-laki dan perempuan.

"Ma?"

"Del?"

  Adel tersadar dari lamunannya saat Aley dan Dela memanggilnya bersamaan. "Ada apa? Apa kamu sakit?"tanya Aley dengan nada khawatir meski raut wajahnya tetap datar. Adel tersenyum tipis, "Tidak. Aku tidak apa, Al."

"Ah! Kita sudah selesai makan, bagaimana kalau sekarang kita pergi ke butik? Bagaimana Al?"

"Kamu ingin membeli dress baru?"

"Hm, dress? Bukan. Ayo kita beli beberapa pakaian untuk Dela. Sementara kita merawatnya sambil mencari asalnya dari mana. Ya Al?"pinta Adel dengan menunjukkan pupy eyes-nya.

  Aley menghela nafas panjang. "Baiklah."ucapnya kemudian. Yang terpenting Adel senang dan untuk Dela, Aley akan terus mengawasinya. Humph! Aley merasa Dela akan merebut Adel darinya. Tidak akan, Adel selamanya hanya milik Aley seorang.

  Aley lalu ambil alih menggendong Dela. Ia tidak mau jika Adel nanti lelah karena terus menggendong Dela. Salah satu tangannya lalu menggenggam tangan Adel. Makanan mereka sudah dibayar tadi saat mereka telah memesannya.

  Adel refleks langsung melihat ke arah tangannya yang digenggam oleh Aley. Degup jantung Adel berdetak tidak karuan, begitu pula Aley. Adel memalingkan wajahnya melihat ke arah lain sedangkan Aley tetap dengan wajah datarnya.

"Butik yang mana?"

  "Eh?", Adel menoleh pada Aley sebelum mencoba mencari ingatan Eli. Seingatnya Eli pernah ke pasar secara diam-diam dan ia juga sempat mendengar perbincangan para pelayan tentang sebuah toko yang terkenal akan kualitasnya.

"Butik Tulpen. Benar! Butik itu yang akan kita tuju, Al. Ku dengar dari para pelayan kalau butik itu bagus."ucap Adel kemudian sambil mengetuk-ngetuk dagu bawahnya. "Tapi..."

  Aley menatap Adel penasaran dengan ucapan selanjutnya dari Adel. "Tapi aku tidak tau dimana butik itu berada. Bagaimana dong Al?"tanya Adel dengan raut wajah agak sedih sambil menghela nafasnya panjang.

"Mama mau ke Butik Tulpen ?"

  Adel tersenyum melihat Dela akhirnya kembali bicara. Soalnya raut wajah Dela selalu masam dan enggan bicara sejak digendong oleh Aley. "Ya kita rencanya akan kesana. Apa Dela tau butik itu?"tanya Adel lembut.

  Jika bicara dengan anak kecil harus lembut, hati-hati dan tentu saja ramah. Dela sontak menganggukkan kepalanya. "Dela tau, ma. Dela tau."ucap Dela dengan sangat bersemangat.

"Dimana?"

"Kita masih harus jalan lurus melewati tiga toko bunga itu lalu belok ke kanan dan disanalah butik itu berada^^"

"Hm..agak sedikit jauh ya.."

"Mama mau pakai teleportasi?"

  Adel terkejut ditawari hal itu oleh Dela, tapi ia sontak menolaknya. "Tidak usah, tidak apa Del--"ucapan Adel terhenti. Rasanya aneh memanggil Dela dengan Del, seperti memanggil dirinya sendiri. Terlebih nama Dela seperti nama untuk anak perempuan.

"Delandro Gless."

🌺🌺🌺

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya ^^

-Wlingi•Jum'at, 23 Desember 2022-

I'm Duchess De Alberto (END)Kde žijí příběhy. Začni objevovat