dua puluh delapan

1.9K 230 129
                                    



* u/ winditafathan yang udah gak sabar *


ANDIN

Andin mengambil kopernya dan meletakkannya di tempat tidur. Gadis itu mulai membongkar pakaiannya dan menggantung gaun yang dibawanya satu per satu ke dalam lemari. Kemudian Andin mengeluarkan jeans dan blusnya dan meletakkannya di kasur sebelum memindahkan barang-barang lainnya ke dalam laci. Setelah selesai, ia mengambil pakaiannya dan pergi ke kamar mandi. Ia menyadari bahwa kamar mandinya memiliki dua pintu, satu mengarah ke kamar bosnya dan yang lainnya ke kamarnya sendiri. Ini berbahaya. Ia perlu memastikan bahwa pintu itu benar-benar terkunci. Andin melangkah maju dan mengunci pintu yang mengarah ke kamar Sebastian lalu mengunci pintu lain yang mengarah ke kamarnya sendiri. Setelah memeriksanya dua kali dan memastikan bahwa pintunya memang benar-benar terkunci, ia mulai mandi. Hotel ini memiliki toiletries yang lengkap termasuk alat cukur yang kemudian ia gunakan untuk mencukur bersih bulu kakinya.

Merasa segar sehabis mandi, Andin mengenakan baju kasualnya lalu menatap tampilan dirinya di cermin kamar mandi. Untuk sesaat, ia ragu-ragu pada blus katun putih yang minim dan terbuka yang sedang ia kenakan. Andin menyadari bahwa blus ini bukanlah blus yang ia masukkan ke dalam kopernya, jadi jelas-jelas Damon telah menukarnya. Ia menyesal tidak memeriksa barang bawaannya sebelum pergi. Lagipula tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang jadi Andin dengan cepat mengoleskan tabir surya di wajahnya dan kulitnya yang terbuka. Setelah beberapa saat, ia membuka kunci pintu dan perlahan kembali ke balkon di mana ia menemukan Sebastian tengah duduk di kursi rotan bercat putih, tampak sedang membaca koran dalam bahasa Italia. "Saya tidak tahu Anda mengerti bahasa Italia," gumamnya terkejut.

"Ada banyak hal yang tidak kau ketahui tentang aku," pria itu menggerutu, masih tidak memandangnya. "Salah satunya adalah bahwa kakekku adalah orang Italia. Piers, Draven, dan aku fasih berbicara bahasa Italia dengan lancar sementara yang lainnya, terutama Thornton tidak bisa, bahkan jika untuk menyelamatkan hidupnya sekalipun."

Setelah beberapa detik berlalu, pria itu mendongak dan mereka saling menatap dengan waspada satu sama lain. Mata pria itu bergerak ke arah dimana Andin berada dengan rasa ingin tahu yang dalam. Matanya yang biru pekat tidak menunjukkan ekspresi dan gadis itu bergerak gelisah di bawah tatapannya. "Saya baru tahu hal itu," komentarnya pelan.

"Kau tampak berbeda," kata pria itu perlahan. Nada suaranya mengandung kejutan yang samar. Matanya beralih kembali ke atasan putih tanpa lengan yang Andin kenakan. Blus nya dipotong dengan lengkungan yang menunjukkan gundukan payudara kuning langsat gadis itu yang terlihat berpendar di bawah sinar matahari yang kuat ini, blus itu menempel pada tubuh Andin bak kulit kedua, tetapi meninggalkan celah sempit antara ujung bawah blus itu dan celana jeans gelapnya, jadi perut Andin yang halus dapat dilihat sekilas setiap kali gadis itu bergerak. Di bawah tatapan yang dalam pria itu, entah bagaimana gadis itu merasa setengah telanjang dan bergerak gelisah.

"Um, akankah kita turun untuk makan siang?" tanya gadis itu gugup, ingin tatapan pria itu untuk segera berpindah ke tempat lain.

Sebastian bangkit, melirik jam tangannya. "Ini agak terlalu dini. Kurasa itu artinya kita akan punya lebih banyak waktu di pantai."

"Pantai?" Gadis itu bertanya tiba-tiba dan keterkejutan terlihat jelas dalam nada suaranya.

"Bukankah tadis kau bilang bahwa kau iri pada turis yang bisa menikmati pemandangan dan pantai yang indah?" Pria itu memiringkan kepalanya, alisnya terangkat. "Beberapa jam di pantai mungkin menyenangkan. Lagipula kita memiliki waktu luang sampai makan malam dengan Roberto."

Kalau boleh jujur, Andin memang ingin pergi ke pantai dan menikmati panorama. Namun, ia tidak pernah menghabiskan waktu dengan bosnya untuk hal-hal selain pekerjaan. Bahkan dalam perjalanan bisnis mereka sebelumnya, setiap kali mereka memiliki waktu luang, Sebastian selalu pergi ke tempat lain sedangkan Andin menghabiskan waktunya sendiri di hotel - terutama karena ia tidak yakin kapan pria itu akan kembali dan apakah pria itu akan membutuhkan bantuannya jadi Andin memilih untuk tinggal di hotel untuk berjaga-jaga. Lagipula fasilitas-fasilitas hotel biasanya sudah cukup untuk membunuh waktu. Paling-paling gadis itu akan pergi ke kolam renang, atau ruang spa, dan ia akan selalu membawa ponselnya untuk jaga-jaga.

dear mister summersWhere stories live. Discover now