sembilan belas

2.6K 303 77
                                    


*u/ nenenghasanah911 yang abis subuhan langsung buka ini *


"Damon memang menawarkan diri untuk ikut denganku," Andin memulai, sedikit tidak yakin apakah dirinya harus mengatakan yang sebenarnya atau tidak. Akan sangat memalukan untuk mengakui bahwa Damon hanyalah sahabat yang berpura-pura menjadi pacarnya. Andin tidak yakin dirinya bisa menanggung malu jika Sebastian mengetahuinya. Andin merasa lebih baik menceburkan diri ke sungai daripada melihat Sebastian memberinya senyum mengejek atau komentar menghina. Meskipun Andin akan segera meninggalkan perusahaan pria itu, Andin ingin pergi dengan martabatnya tetap utuh. "Tapi saya tidak ingin merepotkannya."

Sebastian mengerutkan kening. Beberapa garis halus terbentuk di dahinya tatkala kedua alisnya bertemu di tengah. "Kenapa tidak? Dia kan pacarmu. Jika aku jadi dia, aku akan bersikeras untuk datang."

"Dia-" Andin menelan ludah. "Well, Damon adalah teman baik saya dan saya yakin dia sibuk dengan pekerjaan. Lagi pula ini kan hari Senin. Semua orang sibuk di hari Senin."

"Teman?" Wajah bosnya tampak bingung. Alis Sebastian terangkat, matanya melebar. Pria itu terlihat luar biasa bingung. "Kalian berdua putus?"

Alih-alih menjawab pertanyaan sang bos, Andin justru mengambil waktu untuk menyesap mocha latte-nya dan kemudian menyibukkan diri membuka bungkusannya dari Sebastian dan memakan kue tar keju. "Ah, ini enak."

"Crystal bilang suaminya dan si kembar yang membuatnya," komentar bosnya. Kemudian laki-laki itu tampak ragu-ragu sebelum menambahkan, "Aku senang kau menyukainya."

Andin mengerjap lalu menelan potongan yang dikunyahnya. Ini mungkin pertama kalinya Sebastian tampak peduli. Atau mungkin ini adalah pertama kalinya Andin menyadarinya. Kemudian gadis itu ingat apa yang terjadi barusan, bagaimana Sebastian juga mengingat bagaimana Andin selalu meminum kopinya. Selain itu, bosnya mengingat alasan yang tepat mengapa Andin hanya bisa minum satu shot espresso dan cara Sebastian mengatakan bahwa itu adalah hal penting untuk diingat, entah bagaimana membuat sebagian kecil hatinya tergerak.

Setelah mereka menghabiskan kue cheesetart dan kopi mereka, mereka kemudian berjalan berdampingan ke bagian muka kafe. Sebastian membuka pintu untuknya sebelum melangkah keluar. "Mobilku parkir tidak jauh."

"Tidak apa apa, Pak." Andin memberi bosnya senyum menenangkan. "Saya dapat berjalan kembali ke kantor."

Bosnya mengangkat satu alisnya. "Percayalah, aku tahu itu tidak apa apa, Miss Williams, tetapi aku tidak melihat alasan mengapa kita harus berjalan sendiri-sendiri ketika tujuan kita jelas-jelas sama. Itu akan lebih menghemat waktu dan energimu jika kau ikut denganku."

"Baiklah jika kau bersikeras, bos."

"Oh, sudah pasti." Keseriusan di wajah Sebastian sedikit mengendur saat bibirnya melebar menjadi senyum menawan yang miring. "Shall we?"

Sebastian memimpin jalan ke mobil laki-laki itu dan membuka pintu untuk Andin sebelum melewati bagian depan mobil dan kemudian masuk ke dalam dan duduk di belakang kursi supir. Ini bukan pertama kalinya Andin berada di mobilnya, tetapi ini adalah pertama kalinya dirinya di sini bukan untuk urusan bisnis. Setidaknya selama bertahun-tahun gadis itu menjadi sekretaris Sebastian, Andin selalu profesional. Andin tidak pernah pergi ke rumah Sebastian kecuali untuk membicarakan masalah bisnis dan dirinya tidak pernah pergi makan siang dengan bosnya itu kecuali pada saat lunch atau dinner meeting dengan klien. Dengan memiliki sederet kekasih, Sebastian tidak pernah kehabisan teman, sehingga pria itu tidak pernah meminta sekretarisnya untuk menemaninya kecuali apabila bisnis menuntutnya. Dan Andin tidak pernah ragu dengan itu. Andin lebih suka seperti itu.

dear mister summersWhere stories live. Discover now