19. Exhausted

815 107 11
                                    

"Kenapa kau pulang terlambat sekali?" Jungkook sudah berdiri di depan pagar rumah Seokjin,

Tampangnya seperti satpam galak, berdiri dengan pakaian serba hitam. Jungkook baru saja dari rumah Seokjin karena anak ini sulit ditemui. Bahkan tadi di sekolah Jungkook tidak menemukan anak ini di manapun di sekolah.

"Aku sedang malas berdebat, menyingkir," kata Seokjin ketus, dia mendorong lengan Jungkook yang tentu saja tidak berarti apapun untuknya.

"Kau kenapa mengabaikan pesanku dua hari ini loh Jin?" gertak Jungkook, masih bertahan dan enggan menyingkir dari pertahanannya.

Dia sudah menunggu Seokjin dan sekarang anak tidak tahu terima kasih ini tidak mau menemuinya.

"Aku sedang tidak ingin melihat wajahmu, puas?" pungkasnya,

Seokjin benar-benar lelah sekarang, banyak hal yang menimpanya hari ini. Dari kejadian Taehyung sampai dia harus di panggil pihak sekolah. Belum lagi, anak-anak di kelasnya membuatnya lelah karena penasaran dengan kejadian itu.

Dari reaksi Jungkook sekarang, sepertinya anak itu tidak tahu sama sekali dengan apa yang terjadi. Dan sepertinya jika dunia di luar hancur pun, Jungkook tak akan tahu dan satu-satunya manusia bebal yang bertahan.

Jungkook menarik satu tangan Seokjin yang sudah di tempel plester,

"Apa yang kau lakukan dengan tanganmu?" tanyanya,

Seokjin adalah orang yang sangat hati-hati dengan tubuhnya, dia tidak akan membiarkan luka sedikitpun menempel pada kulitnya. Jikapun dia terluka, dia akan sangat protektif. Seokjin sangat mencintai dirinya sendiri.

"Memang itu urusanmu?" Seokjin masih berlaku ketus,

Jungkook melepaskan tangan Seokjin dengan kasar. Jungkook tidak mengharapkan jawaban dari Seokjin yang memuaskannya tapi tetap saja sikap Seokjin saat ini membuatnya sebal.

"Besok sidang perceraian kedua orang tuaku," katanya, mengalihkan percakapan mereka dari luka Seokjin.

Seokjin terdiam. Dia pusing sendiri dengan masalahnya di sekolah sampai melupakan hari itu akhirnya tiba. Dia sudah mendengar itu. Mungkin ini tidak ada hubungannya dengan dirinya secara langsung, tapi keluarga Jeon bagi keluarga Kim sudah seperti keluarga bukan hanya tetangga biasa.

"Apa kau akan pergi dari sini? Lebih baik kau ikut dengan ayahmu dan tinggal dengan kakekmu, itu bisa mendisplikan dirimu," kata Seokjin enteng,

Dia tidak tahu harus berkata apa, jadi Seokjin mengatakannya. Ingat, Seokjin masih kesal dengan Jungkook, meski dia tidak mengharapkan Jungkook mengerti apa yang dia kesalkan, tapi Jungkook memang bebal sekali dan tidak pernah peka. Jadi dari pada berharap, Seokjin memilih bersikap tidak peduli.

"Ah iya, itu ya pasti yang terbaik untukku," Jungkook tersenyum remeh,

Sepertinya Jungkook mulai terpancing, wajahnya kaku dan Jungkook juga semakin kesal karena perkataan Seokjin barusan. Padahal semua orang tahu, Jungkook membenci ayah dan kakeknya.

"Aku malas berdebat Jungkook," Seokjin memberi ultimatum, karena sebenarnya itulah yang Seokjin rasakan.

"Aku tidak akan berdebat, aku hanya memberitahumu itu, mereka akhirnya akan berpisah," kata Jungkook menimpali,

Seokjin menghela nafasnya, ini tidak akan selesai sebentar, Jungkook akan trus mengoceh tentang kedua orang tuanya. Akan selalu begitu setiap keadaan begini. Seokjin sebenarnya bukan tidak mengerti apa yang Jungkook mau, tapi situasinya tidak tepat. Jungkook salah memilih orang untuk di ajak bicara. Seokjin sudah melalui hari yang buruk.

My Rival Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang