02. Live with My Rival

1.2K 151 16
                                    

Di SMP, tingkat kepopuleran Jungkook meningkat. Tentu saja, dia sudah nampak menonjol di antara teman-teman lainnya karena tubuhnya yang tinggi. Ah tidak setinggi Seokjin sih tapi cukup tinggi di banding anak-anak seumurannya. Wajahnya yang tampan belum apa-apa dengan bakatnya di bidang seni maupun olah raga.

Hampir semua gadis di sekolah mengidolakannya, dan menjadi panutan siswa laki-laki dari berbagai tingkat.

"Banyak anak tampan di sekolah ini, namun yang berbakat seperti Jeon Jungkook itu langka tau," beberapa gadis membicarakan Jungkook meski anak ini baru masuk beberapa bulan sebagai siswa SMP di sekolahnya.

Setiap harinya Jungkook mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dan pulang malam tanpa rasa lelah. Hanya saja, setelah akhir semester, anak-anak mulai mengetahui kelemahan seorang Jeon Jungkook. Dia tidak masuk rangking sepuluh besar di sekolah. Jungkook tidak terlalu pandai belajar.

Jadi setelahnya, ayah Jungkook memarahi dan menyuruh Jungkook untuk fokus belajar dan mengurangi kegiatan di luar akademis.

Jungkook tentu saja mengamuk, seolah kesenangnya teregut dari dirinya.

"Semester depan, aku akan masuk sepuluh besar, liat saja!" katanya berjanji pada dirinya sendiri.


.

.


"Perut babi!" desis Jungkook di telinga Seokjin.

Mereka berada di dalam bus menuju ke sekolah mereka.

Sebenarnya, Jungkook bisa saja mengunakan mobil ayahnya. Toh keluarga mereka mampu membayar supir untuknya, namun gara-gara 'perut babi' ini yang menolak mengunakan bus untuk pergi ke sekolah, efeknya ayah Jungkook jadi menyuruhnya mengunakan bus juga.

"Seokjin saja bisa naik bus ke sekolah, jangan kira kau anak tunggal keluarga Jeon kau akan mendapatkan fasilitas seperti itu, ingat yang kaya itu ayah dan kakekmu, kau sendiri lahir tidak membawa apapun," itu yang di katakan ayahnya padanya.

Niatnya memang membuat Jungkook untuk tidak manja, namun yang di tangkap anak ini tentu saja ketidakadilan.

Jungkook memutar matanya dan mendesis sebal, saat mendengar perkataan itu melucur dari bibir ayah kandungnya itu.

"Aku benci di bandingkan dengan 'babi' itu ya yah," bukan Jungkook kalau tidak memberontak.

"Jungkook! Jaga ucapanmu!" peringat ayah Jungkook.

Mulut putranya memang kadang tidak bisa di atur pun tingkah lakunya.

"Aku sudah bilang kan, aku tidak suka di banding-bandingkan, ayah saja yang tidak mau dengar ucapanku!" protes Jungkook balik memarahi ayahnya.

"Justru kamu yang harus belajar darinya, dia anak penurut dan pandai, bahkan jika di jumlahkan seluruh nilaimu appa sanksi kalau nilaimu mencapai setengah dari nilai Seokjin," ayah Jungkook tentu saja tidak mau kalah saat adu mulut dengan putranya.

Jungkook mencibir, yang benar saja, bisa-bisanya dirinya berada di bawah level anak itu!

"Kalau begitu buktikan!"

"Ya,"

Jungkook menjawab dengan malas,

Dan memang nilai Jungkook sedikit meningkat di semester dua di tingkat pertama, toh dia tidak benar-benar bodoh. Hanya saja, dia akan fokus dengan apa yang dia sukai saja. Hanya itu,

Seokjin mengeratkan pegangan di handle grip bus. Satu tangannya yang bebas merapihkan seragam SMPnya. Mengangkat wajahnya dengan ponggah tampak tak peduli dengan kehadiran mahkluk satu yang sejenis dengannya ini. Namun sayangnya, isi kepala bocah itu, tidak sebanding dengan miliknya. Seokjin jauh berada di level manusia layak, tidak seperti Jungkook yang tidak punya hati. Jika pun punya, isi hatinya itu hanya berisi tentang kebencian saja.

My Rival Where stories live. Discover now