BAB 13# Perselingkuhan

28 2 0
                                    

Riana berdiri dan berlari pada Brian, ia memeluknya erat dan berkata padanya, "Brian ini tidak mungkin kan? Kau tetap mencintaiku kan? Tidak apa-apa jika kau menjadikan Sonia sebagai istri keduamu, aku tidak permasalahkan hal itu."

Brian menghempaskan tangan Riana dari pinggangnya, namun Riana tetap saja akan memeluknya erat seperti tidak mau melepaskannya. Brian yang kesal dan jijik terhadapnya, langsung meninju perut Riana hingga Riana tersungkur di lantai.

"Pergi kau dari sini, sialan!" marah Brian berdiri bertolak pinggang menatapnya tajam tanpa perasaan.

Riana menggelengkan kepalanya tidak percaya melihat sosok Brian dihadapannya, yang bukan lagi Pria yang ia kenal sebelumnya. Dimana baru saja Brian menyuruhnya membuat sumpah hidup selamanya di depan Salib waktu di restoran.

"Pengawal! Pengawal! Usir wanita ini dari sini!" teriak Sonia memanggil penjaga di depan pintu.

Riana pasrah dibawah pergi, tubuhnya di dorong saat tengah berada di lift. Saat pintu Lift bawah terbuka... tubuhnya langsung kotor dan membusuk, semua karyawan Brian melemparkan telor busuk, dan juga tepung terigu yang di hinggapi kutu kepadanya.

Riana hanya menangis menerima semua orang pemperlakukan ia seperti itu. Mereka membully dan juga menindasnya. Bukan itu saja yang mereka lakukan terhadapnya, mereka juga mendorongnya keluar di pintu utama sampai tubuhnya di hujani lagi.

Ia sulit berdiri maupun berjalan sekarang. Tidak ada yang mau mendekatinya atau membantunya, hanya ada tawaan keras yang ia dengar berkicau di telinganya. Riana sekuat tenaga untuk berdiri, ia harus kuat saat ini demi keluarganya.

*
*
*

PRANKKK!

Puspa yang sedang memasukkan pakaian Riana di dalam kamar, tiba-tiba mendengar suara kaca jatuh. Puspa melihat foto anaknya yang tergantung di tembok sudah pecah di lantai. ''Petanda apa lagi ini?' batin Puspa langsung memikirkan Riana yang belum pulang sejak tadi.

"Bu, ayo kita pergi." ajak Lukky yang sudah selesai mengepak barangnya.

"Tapi adikmu belum pulang."

"Aku sudah beritahukan dirinya untuk menyusul kita nanti. Lagian sebentar lagi pesawat akan segera berangkat." Lukky melihat jam tangannya lagi.

Puspa menghela napas, entah kenapa ia meragukan Lukky saat ini. "Dimana kau akan simpan paspor dan visa itu? Aku hanya takut Riana susah menemukannya."

"Ibu tenang saja, oke!"

Lukky membohongi ibunya dan juga membohongi Riana, dia tidak beritahukan Riana bahwa mereka akan pergi keluar Negri untuk memulai kehidupan baru. Mereka meninggalkan Riana sendirian dan menanggung semua akibatnya.

Entah bagaimana nasib Riana nantinya, dan tahu bahwa Lukky dan ibunya ternyata tidak ada di rumah kawannya. Lukky juga sudah mengganti nomor ponselnya tanpa sepengatahuan Ibunya dan juga Riana. Ia menjual ponsel ibunya dengan alasan untuk menambah ongkos pesawat Riana, padahal bukan itu tujuannya, melainkan agar ibunya putus hubungan dengan Riana selama-lamanya.

~~~

"Sasa siapa itu?!" Ibu Sasa yang sedang memasak mendengar suara bel rumahnya berbunyi.

"Ia Bu, sebentar." Sasa memukul kepala adik sepupunya yang sangat malas bergerak, kerjaannya makan tidur dan nonton tv kesehariannya.

Sasa berlari menuruni tangga untuk membuka pintu. "Riana..." Sasa menatap tubuh Riana dari atas sampai kebawah. Tubuh yang memiliki banyak luka goresan dan cakaran di pipi bahkan bajunya begitu kotor dan juga basah.

"Riana masuk dulu!" Sasa menarik tangan Riana dan membawanya masuk kedalam kamar.

"Siapa Sasa?!" teriak Ibunya lagi.

Sasa takut jika ibunya tahu kalau ia membawa masuk Riana, sebab ibunya juga membenci Riana setelah mendengar kabar isu itu tentangnya. "Bukan siapa-siapa Bu, hanya kurir pengantar paket saja," sahut Sasa di tangga. Sasa terpaksa membohongi ibunya.

Riana keluar dari kamar mandi usai membersikan tubuhnya yang begitu amis.

"Riana, apa yang sebenarnya terjadi padamu, kenapa kau datang dalam keadaan seperti ini? Siapa lagi yang menganiaya dirimu?"

Riana menangis lagi usai mengingat kejadian tadi, ia rasanya tidak mau ceritakan semua itu pada Sasa. Dia begitu trauma dan juga shok seperti depresi saat ini. "Sasa, bisakah aku tinggal dirumahmu beberapa hari lagi?"

Sasa gugup dan ragu bersamaan, dia bimbang untuk menolak Riana. "Riana, aku bukannya tidak mau kau tinggal disini. Tapi kau tahu sendirikan rumahku sudah banyak penghuninya." Sasa membuat alasan untuk meyakinkan Riana, agar tidak tersenggung padanya.

Riana menunduk sedih tapi tidak mengeluarkan air mata. "Yah, aku tahu." Riana saat ini bingung mau tinggal dimana lagi. Teman baiknya hanya Sasa saja.

"Tapi tenang Riana, aku bisa membantumu menyewa rumah mungkin, biar kau bisa membawa Ibumu dan juga kakakmu. Tapi maaf, aku hanya bisa menanggung mu selama sebulan saja." Sasa tersenyum hambar, karna dia sadar bahwa dia bukanlah anak dari orang kaya.

Riana merasa keberatan atas tawaran Sasa, yang ingin membayarkan tempat tinggalnya. "Tidak apa-apa Sasa, aku bisa tinggal dengan Keluarga tiri Ayahku," bohongnya padahal keluarga tiri ayahnya itu tidak mau menerima keluarganya sejak Ayahnya sudah meninggal dan bangkrut. Terlebih lagi Sonia itu.

Riana tersenyum padanya, alih-alih untuk menyembunyikan perasaan kecewanya. "Sasa, sebaiknya aku pergi saja. Aku tidak bisa berlama-lama disini. Aku sudah membaik sekarang. Jaga dirimu baik-baik yah." Riana berjalan menunduk untuk keluar dari rumah itu, yang mana air matanya juga ikut menetes disetiap langkahnya.

Riana kembali kerumahnya. Dan ternyata ia tidak bisa masuk kesana, karna rumah itu sudah di kunci dan di gembok, bahkan telah dipasang garis polisi. Disana juga ada terpasang palang di depan pintu, bertuliskan; Rumah ini disita. Segera hubungi pihak Bank, untuk membeli.

Riana mengambil ponselnya di balik kantong baju dresnya, untuk menghungi kakaknya. Namun ternyata hpnya sudah rusak terkena hujan. Riana berusaha menghidupkan Hpnya tetap saja tidak bisa menyala.

Dia juga bingung mau mencari kakaknya dirumah kawannya yang mana, sebab malam juga sudah semakin larut. Ia tidak mungkin tidur di luar dengan hawa dingin yang begitu menggigil. Mau menyewa hotel saja ia tidak punya uang sepeserpun di saku bajunya, uangnya sudah habis untuk membayar taksi.

Riana begitu prustasi dan stres bersamaan. Dia begitu menyedihkan dan juga memilukan, ia merasa sangat kesepian, tidak ada siapa pun yang mau menolongnya. Hanya ada bullyan dan caci maki yang ia terima jika ia meminta pertolongan pada orang lain.

Riana duduk di depan pintu rumahnya, sambil memeluk kakinya merasakan bahwa dunia telah runtuh. Bumi seperti menolak kehadiran dirinya. Lalu, buat apa ia hidup jika seperti ini jadinya?

Riana mengacak-acak rambutnya. Dia stres dan prustasi secara bersamaan. Mungkin sekarang ini dia bisa bertahan, tapi bagaimana dengan besoknya. Bisakah dia hidup tanpa makan dan minum? Tidak mungkin dia mengemis dijalanan jika harga dirinya saja sudah hancur, pasti mereka tidak akan berbelas kasihan padanya nanti.

Riana memejamkan matanya memikirkan hidupnya yang suram dan gelap. 'Mungkin mati adalah jalan terbaikku. Agar beban dan penderitaanku hilang. Aku tidak akan pernah khawatirkan hidupku lagi.'

Riana berjalan kosong di tengah jalan pukul 1 malam. Mobil diarea itu selalu membunyikan klakson untuk menyuruhnya minggir, namun dia sendiri seperti tidak mendengarnya. Seakan-akan ia sudah tuli. Mobil lain yang melintas di area itu terpaksa mengambil jalur lawan arah, sambil mengumpat kasar dan meludahi wajah Riana.




Love Is Killing Me ✓Where stories live. Discover now