Bab 6# Kejahatan

39 4 0
                                    

Krisna mengerutkan alisnya di punya pikiran lain pada Pavlo yang aneh baginya. "Kakak maaf, albumnya." Krisna mengambil kasetnya kembali dari tangan Pavlo lalu pergi.

Tangan Pavlo bergetar terburu-buru mencari obatnya di dalam tas, namun dia tetap tidak bisa menemukannya. Semua murid yang lalu lalang di sekitarnya hanya melihatnya aneh dan bertanya-tanya pada kawannya yang lain.

Pavlo yang wajahnya memerah urat-urat di lehernya menonjol langsung menuang kasar isi atasnya di lantai hingga berjatuhan.

Craaang.... Craaang!

Revano, Yustine berjongkok menggeser buku-buku dan tempat pensil sampai menemukan obatnya. Daniel yang menemukannya lebih dulu langsung memberikannya pada Pavlo agar segera meminumnya.

Tapi semua murid yang menyaksikan disana, langsung menutup mulut kaget bergetar ketakutan, bukan karna Pavlo yang mencari barangnya. Tapi mereka melihat benda hitam berbahaya yang tergeletak di belakang sepatu Pavlo.

Pavlo memang masih belum menyadarinya. Revano sendiri membantu kembali memasukkan barang-barang itu kedalam tas Pavlo. Pavlo yang sudah meminum obatnya langsung saja memakai tasnya dan tersenyum hangat pada semua orang yang melihatnya bergetar ketakutan.

"Saya minta maaf, karna membuat kekacauan di sini," ungkap Pavlo menunjukkan rasa bersalahnya.

Pavlo memundurkan langkahnya.
Kreeeks! Pavlo membulatkan matanya dia tau apa yang dia injak.

"Pav kemarikan Pistol mainan yang kita sita dari Murid tadi!" Revano tiba-tiba memungut senjata api di bawa sepatu Pavlo. Ia tertawa terbahak-bahak, membuat candaan konyol agar semua orang yang tadinya berpikir yang tidak-tidak, tetap kembali berpikir positif padanya.

Dion menambahkan kekonyolannya. "Yah ela Pav, aku kira benda mainan itu sudah masuk ke dalam tasku tadi. Aku rencana ingin memberikan itu pada adikku, saat aku pulang sekolah nantinya."

Pavlo hanya tertawa menanggapinya, lalu merebutnya kembali dari tangan Revano. "Kemarikan! Ini bukan barang milik kita, kita harus kembalikan ini setelah selesai menulis buku pengawan," jelasnya bohong.

Semua murid yang tadinya menegang ikut tertawa terbahak-bahak atas ke 4 kakak kelas mereka.

Pavlo kembali memasukkan Pistolnya ke dalam tas ranselnya, lalu bergegas berjalan karna sebentar lagi bel pelajaran di mulai.

~~~

Ruang UKS.

"Riana apa kau tidak apa-apa sekarang?" tanya Dilan padanya.

"Riana kamu pulang saja yah, aku akan menyuruh Brian datang kemari untuk menjemputmu," kata Sasa yang perihatin sebab wajah Riana pucat, masih syok.

"Tidak, jangan!" sahutnya, ia meminum airnya di atas meja nakas lalu beranjak dari tempat tidurnya. "Aku tidak mau pulang, aku akan tetap mengikuti pelajaran." Riana tetap kekeh ingin belajar.

Dilan menahan tangannya dan menariknya kembali di tempat tidur. "Dengar Riana! Kalau kau tetap ngotot seperti ini, apa kau akan baik-baik saja setelah semuanya terjadi padamu. Semua orang membully mu bahkan menerormu," jelasnya lagi.

Riana memalingkan wajahnya lalu menjawab Dilan, "Aku harus bagaimana lagi, aku ingin membuktikan pada semua orang, bahwa semua itu tidaklah benar. Tapi bagaimana caranya. Aku bahkan tidak tau mencari di mana Vidio aslinya." Riana mengusap air matanya.

Sasa dan Dilan terdiam, tidak bisa mencari solusi terbaik untuk Riana. Riana menghela napas, ia turun dari tempat tidurnya lagi untuk keluar dari ruang UKS.

Riana dan Pavlo berpapasan di koridor kelas, tidak ada tegur sapa seperti biasa Riana lakukan setiap harinya, dia hanya menatap lurus ke arah depan. Tapi tidak dengan Sasa dan Dilan mereka masih menunduk dan memberi sapaan selamat pagi untuk Pavlo dan juga kawan-kawannya.

Yustine berbisik pada Daniel. "Gadis itu pasti sangat marah, karna Pavlo tidak mau membenarkan masalah yang sudah terjadi padanya."

Daniel hanya menaikkan bahunya sebagai jawaban tidak tahu.

*
*
*

Brian sedang menonton berita di ruang kerjanya. "Kenapa akhir-akhir ini ada begitu banyak siaran orang hilang yah?" tanyanya pada Asisten yang berdiri disampingnya.

"Betul tuan, ini memang sangat aneh menurutku. Polisi juga masih belum menemukan jawabannya, apakah mereka diculik atau dijual?" jawabnya. "Tuan, aku lihat berita online hari ini bahwa nona Riana di cap sebagai pelakor. Maaf."

Brian memukul mejanya. "Bagaimana bisa itu terjadi?"

Asisten itu memberikan tabletnya, agar bosnya membaca sendiri berita itu. Berselang lama kemudian, Brian tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Entah kenapa dia yang sudah membaca seluruh berita itu malah senang.

"Tu, tuan?" gagu Asistennya.

"Biarkan saja." Brian mengangkat satu alisnya. "Bukankah ini kesempatan bagus untukku."

Asisten itu sampai dibuat bingung olehnya. Bukankah Brian sebentar lagi akan menikahi Riana? Seharusnya ia berempati, atau melindungi kekasihnya, ini malah senang jika Riana dibuat menderita oleh para netizen. Apakah Brian memang tidak serius dengannya? Atau memang ada maksud lain di baliknya?

"Riana yang di Bully, ini akan berdampak buruk bagi rumah sakitnya itu. Rumah sakitnya pasti akan bangkrut dalam semalam," katanya lagi.

Asisten itu hanya patuh, dan tidak ingin bertanya banyak lagi. Karna dia yang sebagai anak buah harus patuh dan tunduk pada tuannya.

"Lakukan tugasmu."

"Baik tuan, saya permisi dulu." Asisten itu pergi menjalankan rencana bosnya.

"Riana, Riana, kenapa kau terlalu bodoh. Cih... kau pikir aku selama ini tulus mencintaimu. Akulah yang sudah mengedit Vidio itu, karna jujur aku jijik padamu. Tapi aku tidak menyangka masalah ini malah berdampak buruk padamu. Hahahaha..."

Semua para Natizen berdatangan kesekolah Riana, mereka ingin menghabisi dirinya. Bahkan rumah sakit miliknya sampai dikerumuni oleh semua orang. Rumah sakit itu tutup dan tidak bisa lagi menerima pasien baru. Pasien yang sudah terlanjur dirawat disana meminta untuk di pindahkan saja berobat. Mereka tidak mau dirawat dengan rumah sakit yang nama baiknya sudah tercemar.

Bahkan Bank yang belum waktunya membayar tagihan setiap bulannya kini menelpon petugas rumah sakit, untuk menuntut meminta untuk membayar semua utang rumah sakit itu. Ayah Riana yang sebagai CEO tiba-tiba pingsan didalam ruang kerjanya, tidak ada yang tahu akan hal itu. Karna mereka semua di buat sibuk oleh Natizen melempar batu di kaca jendela rumah sakit.

Semua perawat dan pembantu ketakutan akibat ulah mereka. Karna bagi petugas rumah sakit, lebih berbahaya Natizen mengadakan demo besar-besaran dari pada penjahat Criminal yang selalu ya berbuat jahat setiap harinya.

Riana yang berada di dalam gudang sekolahnya terpaksa bersembunyi disana. Sasa mengurungnya disana, sebab semua Natizen mencarinya disetiap kelas. Mereka ingin menemui Riana lalu menghabisinya. Riana juga tidak mengerti kenapa ini semua terjadi padanya, padahal baginya ini hanyalah masalah sepeleh saja. Tapi mereka malah membesar-besarkan bahwa ia berselingkuh, membuat pencemaran nama baik tunagannya, sekolahnya dan juga rumah sakitnya.

Lalu, bagaimana dengan rumahnya? Sudah pasti kondisi rumah saat ini dikepung juga oleh mereka beserta para wartawan. Nama baik dan juga harga dirinya pasti sudah hancur saat ini, tidak akan ada yang mau menerimanya hanya karna masalah kecil saja di perbesarkan. Siapa yang akan dia salahkan? Apakah Pavlo atau Brian, atau dirinya. Tidak ada yang bisa dia salahkan.




Love Is Killing Me ✓Where stories live. Discover now