BAB 9# Pavlo

28 4 0
                                    

Baya menamparnya. "Beraninya kau datang kemari setelah melakukan banyak kesalahan."

"Ne, nek, kapan kau datang." Riana berusaha tegar meskipun hatinya sesak dan sakit.

"Dasar anak tidak di untung!" geram Baya. Semua orang yang hadir hanya terdiam dan tidak mau ikut campur atau menenangkan hati Baya yang sudah kehilangan anak pertamanya.

Sonia yaitu sepupu Riana, tega menjambak rambut Riana agar berlutut di bawah kaki Neneknya. "Kau memang pantasnya di panggil pelacur. Kau berada di kamar hotel dan tidur bersama pria lain yang bukan calon suamimu sendiri," tandasnya mempermalukan Riana.

Riana memberontak menyingkirkan tangan Sonia yang menjambak rambutnya. Aku tidak tidur dengan pria lain, aku masih suci," jawabnya membenarkan tuduhan sepupunya.

Sonia menertawakan. "Semua orang tahu kau ini tidur dimana semalam Riana. Lihat Ibumu, kakakmu, dan semua orang Disini! Mereka tahu apa yang telah kau perbuat, kau benar-benar mempermalukan kami, mempermalukan tunanganmu dan juga keluargamu."

Riana berdiri menatapnya tajam. "Kenapa tunanganku harus marah padaku hah... dia yang membawaku ke hotel, ia kasian padaku karna aku terkurung lemah di dalam gudang sekolah semalam." Meski Riana memberi tahukan kebenarannya, tetap saja tidak akan ada yang akan percaya padanya. Seolah-olah mereka menganggapnya wanita jahat, penghancur reputasi orang lain yang punya hubungan dengannya.

"Brian! Brian! Brian!" panggil Riana yang mencari sosoknya.

"Riana! Pergi kekamarmu sekarang juga," perintah Lukky yang merangkul bahu ibunya.

Riana mematung melihat kakaknya berwajah merah melihatnya, seperti ingin membunuhnya sekarang. "Tidak, aku ingin melihat ayahku terakhir kali," tolaknya.

"Riana, ibu tidak ingin melihatmu berada disini," kata Puspa dingin, tidak biasanya.

"Ibu..." Air mata Riana berderai membasahi pipinya. Dia tahu ibunya sangat kecewa padanya, dia juga tidak mau membuat ibunya makin menderita melihat dirinya disini. Riana dengan berat hati pergi, meskipun ia begitu berduka usai melihat mayat Ayahnya, yang terserang jantung.

Sasa yang tahu semua kebenarannya, ia hanya mengelus bahu Riana, lalu membawanya ke kamar. Sebagai teman yang selalu memberinya dukungan dan penyemangat. Sasa tidak berani mengatakan bahwa Veronika yang membuat mereka hancur, itu karna Sasa sendiri juga takut, takut sampai Veronika balik menyerangnya.

Sasa tidak kaya seperti murid lainnya disekolah. Tapi Vero pasti akan membuat ayah dan ibunya makin tambah susah nantinya, atau bisa saja keluarganya di bunuh satu-persatu. Vero tidak bisa ditangkap oleh polisi walaupun semua bukti terungkap, karena salah satu kelurga Vero ada yang sudah menjadi komisaris polisi. Keluarga Vero memang terbilang sangat kuat, mereka bisa hancurkan orang lain dalam sekejap saja.

Riana begitu deprasi, ia menjambak rambutnya setelah tahu bahwa kelurganya terlilit utang, dan bahkan aset kekayaannya dan juga rumahnya sebentar lagi akan disita Bank. Lalu dimana mereka akan tinggal nantinya? Sekarang saja mereka sudah miskin. Tidak mungkin keluarga ayahnya akan membantu mereka, karna Riana tahu sifat asli kedua pamannya dan juga neneknya.

Lalu bagaimana dengan Brian? Tidak, dia harus meminta membantuan calon suaminya itu. Brian yang tidak datang kemari pasti ada alasannya. Mungkin saja dia sangat sibuk sekarang, dan belum tahu tentang apa yang terjadi pada Sandy.

Riana terus saja meyakinkan dirinya, ia berusaha untuk berpikir positif. Besok ia akan datang menemui Brian. Persetan tentang media sosial yang membuat berita kebohongan tentang dirinya. Ia tidak takut melawan mereka semua, yang ia harus lindungi adalah Ibu dan juga kakaknya, ia harus pertahankan aset kekayaan keluarganya, walau rumah sakit miliknya sudah disita dan di lelang oleh pemerintah.

*
*
*

Pavlo duduk di santai di ruang kerja miliknya, sambil menandatangani beberapa dokumen penting perusahaan miliknya di luar negri, ia memiliki begitu banyak usaha termasuk kilang minyak di Dubai, kelapa sawit di Malaysia, lahan gandum di Polandia, robot di cina, dan masih banyak lagi di berbagai negara lainnya.

Ia memang masih sekolah dan juga masih mudah berumur 20 tahun, namun semua kekayaan keluarganya telah di berikan untuknya, dan mau tidak mau ia harus mengelolah sebaik mungkin, agar semakin maju kedepannya. Hanya saja sampai saat ini semua orang tidak tahu siapa dirinya sebenarnya. Karna pemerintah masih merahasiakan status dan juga gelarnya.

Revano datang. "Pav, gawat, ada siswa baru yang mati bunuh diri disekolah milikmu," katanya beritahukan sambil berjalan menuju kursi hadapan Pavlo.

Pavlo melonggarkan dasinya, dan juga menghempaskan pulpen dari tangannya. "Siapa dia?"

Revano menghela napas. "Dilan Pav, Dilan anak kelas A 11. Menurutmu dia mati karna apa? Sekolah kita kini jadi trending lagi di bicarakan setelah anak sialan itu membuat masalah, kini ada lagi kejadian aneh di sekolah itu. Dan yang aku takutkan disini bisa saja popularitas sekolah milikmu akan menurun, sehingga murid baru tidak akan lagi yang mau bersekolah disana," jelasnya.

Pavlo terdiam sejenak, setelah itu dia angkat bicara, "Sekolahku bangkrut itu tidak akan membuatku jadi miskin kan, aku kaya dan aku punya segalanya, dan apa yang harus aku takutkan," jawabnya ketus terdengar sombong sekali.

Revano menghempaskan kunci mobilnya di meja. "Hah... terserah kau saja lah Pav. Kau memang hebat sekaligus berkuasa." Revano berpikir sejenak. "Pav, kau tidak pergi berduka? Aku dengar semua keluargamu pergi melihat kematian CEO Sandy."

Pavlo yang menunduk membaca dokumennya kini menaikkan bola matanya menatap Ravano bagaikan elang. "Buat apa aku kesana, apakah segitu pentingnya. Lagian, aku tidak kenal mereka juga."

"Hmm... tapi setidaknya hargai sajakan," gumamnya seperti menasehati.

"Aku tidak peduli," sahutnya langsung sambil menggapai gelas wine di sampingnya. "Agar nama baik sekolah pulih dan tidak bangkrut, kau bisa katakan pada kepala sekolah ... untuk membuat sekolah itu geratis selama setahun." Pavlo memberikan solusi konyol.

"What! Kau rugi Pav." Revano tidak terima.

"No problem. Anggap saja aku beramal kali ini." Pavlo langsung meneguk wine-nya.

"Ayahmu pasti akan marah besar padamu. Kau tahukan, apa yang akan mereka perbuat padamu nantinya."

Pavlo hanya diam, dan kelemahannya adalah ancaman Ayah dan Ibunya, dia takut mereka mengurung dirinya di rumah sakit jiwa seperti dulu-dulunya. Tempat yang menakutkan yang ia tenpati sebelumnya, dimana seharusnya ia berada di tempat terbuka, ini justru membawa dirinya ke ruang penjara yang sangat gelap, dan kaki tangannya di rantai agar ia tidak bisa kabur kemana-mana.

Ayah dan Ibunya begitu marah besar padanya, sebab Pavlo yang berjiwa psikopat tidak sadar membunuh kedua adik kembarnya sendiri.

Adik kembarnya yang masih belia dan sangat lucu membuat Pavlo begitu gemas pada mereka. Pavlo mengira itu adalah boneka mainnya yang dibelikan orang tuanya. Ia mengambil gunting tajam lalu memotong-motong beberapa bagian tangan adiknya dan juga telinga adiknya, yang mana disaat itu baby sisternya pergi membuatkan susu.

Orang tuanya yang masih tidak terima akan sifat Pavlo, langsung saja menghajar Pavlo habis-habisan dan hampir membunuhnya juga. Tapi mereka masih sadar atas perbuatan mereka pada Pavlo, karna jika mereka membunuh Pavlo, nanti siapa yang akan mewariskan semua kekayaan mereka.

"Sayang... aku datang membawakan sesuatu," teriak Veronika perlihatkan kotak makan.

Revano memutar matanya malas. "Pav, aku pergi!"

Pavlo menatapnya tajam, agar Revano tetap berada disini bersamanya.

"Oh, ia Pav, aku sepertinya tidak jadi pergi, ada yang harus kita bicarakan. Ini bisnis mobilku." Revano membuat alasan konyol.







Love Is Killing Me ✓Where stories live. Discover now