10 | Apa Yang Terlihat

886 87 4
                                    

"Pokoknya Ayah tidak mau tahu! Anak itu tidak boleh lagi sampai muncul di sini! Apa pun alasan yang dia buat, dia tidak boleh menginjakkan kakinya di sini! Paham kamu?" Pram memberi penekanan dalam setiap kalimat yang diucapkannya.


"Iya, Yah. Aku paham. Aku akan memberi tahu semua satpam agar mencegah dia masuk ke menara ini, apa pun alasannya," balas Narendra dengan patuh.

Larasati mendengar keributan itu bersama anak-anak lain yang berada di ruang tengah. Hal itu membuatnya segera bangkit dari sofa sambil menyeka air matanya.

"Ada apa, Yah? Siapa yang Ayah larang untuk masuk ke sini?" tanya Dokter Larasati.

"Hardi Wijoyo. Dia datang dan memaksa satpam untuk membukakan pagar. Padahal satpam sudah memberitahunya bahwa di sini sedang dilarang menerima tamu. Dia malah membentak satpam dengan keras tanpa rasa malu. Dia pikir siapa dirinya? Pada orang yang lebih tua saja dia tidak tahu sopan santun, bagaimana jika dia sampai jadi menantu keluarga ini dan menikahi Yvanna? Akan jadi seperti apa hidup Cucuku? Pokoknya Ayah tidak mau tahu, antara kamu dan Rendra jangan sampai membiarkan dia menginjakkan kaki di sini," Pram sekali lagi menegaskan apa yang tidak dia inginkan pada Larasati maupun pada Narendra.

Pram pun segera pergi menuju ke lantai atas untuk memeriksa semua sudut rumah yang sudah diberi penjagaan baru oleh Reza. Bagus tampak sangat ngeri usai mendengar betapa kerasnya Pram memberikan larangan bagi Hardi Wijoyo untuk masuk ke menara milik Keluarga Harmoko. Larasati pun menatap ke arah suaminya.

"Mau apa lagi Hardi datang ke sini? Bukankah sudah jelas waktu itu kukatakan bahwa Yvanna tidak akan pernah kita nikahkan dengan dia? Apa telinganya terbuat dari batu, sehingga dia masih juga berani datang ke sini?" tanya Larasati.

"Biar aku yang mengurusnya. Sekarang kamu fokus saja pada Yvanna yang belum sadarkan diri," jawab Narendra, mencoba menenangkan istrinya.

"Camkan baik-baik, aku tidak akan pernah menikahkan Tika, Yvanna, Manda, dan Lili dengan pria yang bukan pilihanku. Mereka berempat akan meninggalkan menara ini dan kita berdua, setelah menikah. Kita tidak akan pernah lagi bisa melihat bagaimana kehidupan mereka sehari-hari setelah mereka pergi untuk mengabdi pada Suami mereka. Jadi, aku hanya akan menikahkan mereka dengan pria yang bisa aku percayai seratus persen, bahwa pria itu tidak akan menyakiti dan tidak akan melukai perasaan mereka berempat," tegas Larasati.

"Aku paham, Laras. Aku sangat paham. Sekarang biarkan aku yang mengurusnya," balas Narendra, tetap selembut biasanya meski istrinya sedang merasa emosi atas tindakan Hardi.

Ayuni pun segera mengajak Larasati untuk kembali ke ruang tengah. Semua orang jelas mendengar apa yang Larasati katakan pada suaminya, begitu pula dengan Ben yang masih membaca Al-Qur'an di sisi Yvanna, di dalam kamar. Hal itu membuatnya gemetar luar biasa dan kembali menangis diam-diam. Hatinya masih juga dipenuhi oleh sesal yang luar biasa, karena pernah menyakiti Yvanna di masa lalu. Padahal, Ibu dan Ayah wanita itu menaruh harapan besar pada Ben, bahwa putri mereka tidak akan disakiti ataupun dilukai perasaannya jika dijodohkan dengannya. Tapi yang Ben lakukan di masa lalu justru sangatlah tidak sesuai dengan harapan mereka. Mereka tidak marah atas apa yang pernah dilakukannya di masa lalu adalah sebuah keberuntungan yang patut Ben syukuri.

Arini menggenggam tangan Larasati sambil menatapnya dengan kedua mata berkaca-kaca.

"Aku belum pernah mengungkit ini setelah kita bertemu lagi hampir satu setengah bulan yang lalu," ujar Arini. "Dan hari ini aku ingin mengungkitnya secara terbuka denganmu."

"Apa yang ingin kamu ungkit, Rin? Ada masalah lain yang belum kamu katakan padaku?" tanya Larasati, terdengar kembali khawatir pada sahabat baiknya tersebut.

"Bukan, Ra. Tidak ada lagi masalah yang kusembunyikan dari kamu. Aku ingin mengungkit masalah yang kamu sudah tahu. Tentang Ben ... dan kesalahannya pada Yvanna serta keluargamu," jawab Arini.

"Rin ... mari tidak usah membahas hal itu lagi. Mari kita sama-sama menjaga perasaan Ben yang mungkin saja masih menyesali masa lalu di dalam diamnya. Sebaiknya kita jangan menyakitinya dengan mengungkit-ungkit kesalahannya," ujar Larasati sambil merangkul Arini dengan lembut.

"Aku hanya ingin menyampaikan maaf padamu atas apa yang pernah Ben lakukan terhadap Yvanna. Kamu sangat menyayangi anak-anakmu, dan kamu ataupun Suamimu tidak pernah menyakiti mereka. Tapi Putraku dengan sangat tidak tahu diri malah menyakitinya tanpa alasan. Dia ... pada saat itu ... cukup bodoh karena tidak bisa membedakan mana wanita baik-baik dan mana wanita yang buruk, terlepas dari pengaruh pelet yang mengikatnya. Sungguh, Ra ... sungguh aku berharap bahwa kamu dan Suamimu akan memaafkannya. Dia sudah sangat menyesali perbuatannya dan tetap butuh dimaafkan untuk membuat perasaannya jauh lebih lega serta tidak memiliki beban," ungkap Arini seraya membalas rangkulan Larasati.

Larasati pun tersenyum di tengah kesedihan yang masih menghantuinya.

"Rin, di dunia ini kalau manusia tidak memiliki salah atau tidak pernah berbuat salah, berarti dia bukan manusia. Manusia itu memang tempatnya salah dan akan lebih salah lagi jika sudah tahu dirinya salah tapi tidak segera introspeksi diri. Aku tahu Ben telah berbuat kesalahan yang sulit untuk dimaafkan. Usahanya untuk mencemarkan nama baik Yvanna jelas sukses besar lima tahun yang lalu, sampai-sampai Almarhum Suamimu mencaci maki Yvanna dengan sangat kasar. Tapi apa alasanku dan Suamiku untuk tetap marah padanya jika dia sudah menyesali kesalahannya, jika dia sudah meminta maaf, dan jika dia sudah bertaubat serta berusaha memperbaiki sikap buruknya? Kami tidak berhak lagi merasa marah padanya ataupun membencinya, Rin. Kami harus memaafkannya karena dia sudah berusaha dengan maksimal untuk memperbaiki diri. Lagi pula, mana mungkin kami marah padanya saat melihat Yvanna yang selalu saja terhibur dengan sikapnya yang sulit ditebak? Kamu mungkin tidak pernah memperhatikan, tapi aku dan Suamiku sering memperhatikannya. Yvanna tidak pernah terlihat sebahagia itu jika berhadapan dengan lawan jenis. Dia hanya akrab pada Jojo dan Aris selama ini. Kalaupun dia sering bicara dengan Damar dan Zian, itu hanya sekedar formalitas saja karena tidak ingin dianggap sombong padahal sebenarnya dia seorang introver. Tapi dengan Ben, jelas dia sangat berbeda meski tidak menampakkannya di hadapan banyak orang," tutur Larasati atas semua hal yang ia tahu mengenai gelagat Yvanna.

"Oh ... selama ini kamu juga sadar rupanya? Aku pikir, cuma aku dan Suamiku saja yang sadar kalau Yvanna sangat bahagia jika bertemu Ben, dan Ben sangat bahagia jika bertemu Yvanna," ujar Ayuni dari arah meja makan sambil menyusun piring.

"Ya, aku juga sadar Dek. Mereka memang pendiam, tapi tidak bisa menyembunyikan apa pun dalam diamnya," tanggap Dokter Larasati seraya tersenyum sendu.

Tika--yang ada di dapur--pun kini menatap ke arah Manda dan Dokter Lili.

"Tapi Yvanna 'kan kebanyakan berkomunikasi dengan Mas Surga selama satu setengah bulan belakangan ini, bukan dengan Ben," bisik Tika.

Manda dan Lili pun dengan kompak mengangkat bahu mereka.

* * *

TUMBAL JANINWhere stories live. Discover now